DELAPAN

38 2 0
                                    

"Gak jadi jemput depan komplek, bang?"

Suara itu membuat Barra yang baru saja sampai di depan gerbang rumah Aretha, langsung menengok ke arah seorang lelaki dengan seragam SMP.

"Harusnya depan komplek aja. Dia tuh ngerepotin banget, kalo di jemput disini." Ujarnya lagi yang tak lain Denis.

Barra terkekeh. "Lo Ade nya? Angkat apa asuh?"

"Ck! Kelakuan gak ada bedanya, ternyata. Mulutnya minta di keplak?"

Barra justru tertawa menanggapi ucapan Denis yang tak jauh beda dengan Aretha.

"Cewek gue mana? Masa iya, masih molor." Tanya Barra, begitu Denis membenarkan sepatu nya di depan Barra.

"Bentar lagi juga nongol. Masuk aja, gebrak pintu kamarnya. Emak ngerestuin kok." Denis bangun, dan Merapikan lagi rambutnya sok ganteng.

"Serius gak nih? Ntar giliran lagi iya-iya nya, malah marah."

"Siapin mental aja, bang. Bapake kebanyakan asupan dari emak soalnya."

Barra terkekeh geli mendengarnya. Kelakuan Denis memang terlalu kentara.

"Gue duluan ya, Bang. Jam segini, cewek-cewek udah pada nungguin gue. Bye."

Setelah itu Denis pergi meninggalkan Barra yang lagi-lagi tertawa karena tingkahnya itu.

Apakah satu keluarga itu, memiliki kebiasaan untuk terus mendahului dan meninggalkan orang?

Sesuai ucapan Denis, Barra langsung turun dari motor dan menghampiri pintu yang terbuka itu.

Barra melihat seorang lelaki yang lebih tua darinya, sedang memakai sepatu sneaker nya.

"Lo siapa?" Tanya Fiqih.

"Barra, Kak. Mau nyari Aretha."

Fiqih menaikkan sebelah alisnya. Setahunya, yang memanggil Aretha dengan nama 'Aretha' hanya keluarganya saja.

"Dobrak aja pintu kamarnya di atas. Suruh langsung berangkat." Setelah itu, Fiqih meninggalkan Barra karena memang jam kuliahnya ingin mulai.

Barra menggeleng kepalanya melihat tingkah Fiqih. Entah mulai dari siapa sifat mereka itu.

Barra langsung melangkah memasuki ruangan minimalis yang nyaman itu.

"Assalamualaikum..."

Barra menengok ke sana sini, mencari penghuni lain di rumah ini. Matanya menangkap seorang pria paruh baya, yang sudah siap dengan setelan formalnya diikuti dengan wanita paruh baya.

"Assalamualaikum om, Tante..." Barra menyalami tangan kedua orangtua Aretha itu.

Sekalian mendapat nilai plus, dari calon mertua.

"Walaikum salam. Kamu cari siapa disini, nak?" Tanya Rita melihat Barra.

"Saya nyari Aretha, Tante. Mau berangkat sekolah bareng." Jawab Barra sopan.

Ingat yang menjadi prinsip Barra? Kesopanan selalu diutamakan pada seorang wanita. Siapapun itu.

"Pacarnya bukan? Kalo bukan, mending berangkat sendiri aja. Biar Aretha sama om aja." Ucap Reno yang langsung mendapat tepukan kasar dari Rita.

Reno meringis mendapatkan pukulan enteng istrinya itu, di lengannya. Sangat keras untuk seorang wanita.

Barra yang melihatnya pun sedikit meringis, mendengar suara yang ditimbulkan.

"Udah makan belum? Biar Sekalian sama Aretha nya. Dia juga belum turun dari kamarnya." Ujar Rita.

"Dobrak aja pintunya. Kalo ke kunci, berarti lagi pake baju. Kalo nggak, paling mau siap-siap." Sambung Reno.

FAJAR UNTUK SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang