DUA PULUH

44 2 0
                                    

Aretha mematut dirinya lagi di cermin kamarnya. Ia tersenyum saat melihat penampilannya yang sangat cantik secara natural.

Aretha menyisir rambut coklatnya, menjadi lebih halus dan rapi lagi. Ia tak mengikat rambutnya, mengingat ikat rambut nya dibuang asal oleh Barra kemarin.

Suara deru motor yang masuk ke pekarangan rumah nya, membuat Aretha mendekat ke arah jendela kamarnya. Senyum malu langsung menghiasi wajahnya melihat Barra yang turun dari motor milik lelaki itu.

Aretha mengambil tas nya. Ia membenarkan sedikit letak kerah juga dasi nya. Hari ini, hari Senin. Tentu saja perlengkapan upacara harus melekat sempurna.

Aretha keluar dari kamarnya, dan menuruni tiap anak tangga menuju lantai dasar.

Aretha sedikit mengerutkan keningnya saat ia tak melihat Reno, Denis, ataupun Fiqih.

Aretha mendekat ke arah dapur, dan disana ia melihat Barra yang baru saja menyalami tangan Rita.

Barra tersenyum pada Rita, lalu menoleh pada Aretha. Begitupun sang Mama.

Rita tersenyum ke arah Aretha. "Kamu udah siap berangkat, sayang?"

Aretha mendekat lalu tersenyum. "Mau sarapan dulu..."

Rita mengangguk. "Kalian duduk dulu. Barra, kamu mau 'kan sarapan bareng disini?"

Barra mengangguk diiringi senyumannya. "Boleh, Tante."

Aretha mengajak Barra untuk duduk di salah satu kursi meja makan. Barra dengan sengaja duduk di samping gadis itu.

Barra menopang dagunya, melihat ke arah Aretha. Aretha tampak cantik di setiap harinya, membuat Barra enggan untuk menolehkan kepalanya sekali saja.

"Nggak usah liatin gue gitu. Gue colok mata Lo, lama-lama." Ujar Aretha, mengibaskan rambutnya.

Barra terkekeh. "Lo cantik banget."

"Gue tau."

"Banget, Tha."

Aretha melirik pada Barra. "Udah dari lahir."

Tak bisa dipungkiri bahwa pipi Aretha sedikit memanas karena ucapan Barra. Walaupun lelaki itu sering memujinya secara langsung, tetap saja rasa malu masih ada pada Aretha.

"Gue pikir, Lo bakal kabur lagi setelah kejadian kemarin." Ujar Barra.

Aretha menoleh. "Nggak usah bahas itu. Mama denger, bukan gue doang yang kena semprot."

Barra melirik pada Rita yang masih disibukkan dengan sarapan dan bekal untuk Aretha dan untuknya.

Barra mendekatkan dirinya pada Aretha, membuat gadis itu sedikit menoleh.

"Mau lagi. Boleh?"

"Jangan macem-macem! Gue hajar, baru tau." Desis Aretha.

Barra tak bisa menahan dirinya untuk tidak mencubit pipi kenyal milik Aretha. Aretha mengaduh kesakitan karena tangan Barra yang mencubit pipinya sembarangan.

"Sakit, tau!"

"Siapa suruh bikin gemes? Tangan gue 'kan cepet gatel."

Aretha berdecak, lalu mengusap pipinya ke atas. Hal itu membuat Barra semakin gencar mencubit nya.

"Barra, ish! Jangan!"

Barra tertawa kecil melihat raut kesal wajah Aretha. Karena suara Aretha yang sedikit berteriak, mengundang atensi Rita untuk menoleh.

Rita mendekat dengan membawakan dua porsi roti bakar dengan isian yang sangat menggugah selera.

"Ayo, sarapan dulu. Mesra-mesraan nya nanti aja."

FAJAR UNTUK SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang