SEBELAS

41 2 0
                                    

Aretha berjalan dengan tak niat saat ia memasuki pagar SMA Tunas Harapan. Tangannya menenteng sebuah sweater abu-abu milik Barra, yang tempo hari pernah ia pakai.

Sudah hari ketiga, Aretha membawa sweater ini. Ia berniat memberikan langsung pada Barra, tanpa mau menunggu lebih lama lagi.

Namun, memang seakan ada yang menghalanginya. Selama 2 hari kemarin, Barra tak memunculkan batang hidungnya sama sekali. Jelas Aretha bingung. Apalagi mengingat pertemuan mereka yang saat itu, sangat tidak menyenangkan.

Beberapa pasang mata menatapnya. Aretha tau tatapan itu. Tatapan mengejek ataupun iri yang mereka lontarkan.

"Iya, deh. Yang jadi tutornya cowok ganteng."

"Eh, itu di jodoh-jodohin seneng kali ya? Modal kaya gitu aja bangga."

"Wajar sih, dia 'kan pinter. Tapi, masa iya selalu sama Fajar?"

"Biarin aja, sih. Palingan cuma sebentar doang."

Sejak 1 Minggu, ia menjadi tutor sebaya nya Barra, ia selalu di teror dengan mereka yang tidak tau apa-apa. Aretha sempat terganggu pada awalnya dengan hal itu, karena ia tak biasa ditatap dengan cara berbeda. Namun, Barra pernah mengatakan padanya bahwa jangan terlalu menghiraukan mereka yang tak tau apa-apa.

Tentu saja Aretha menurut. Itu merupakan saran yang bagus dari Barra untuknya.

Aretha melewati koridor lantai 3. Matanya melirik ke arah kelas XII IPA 1, dan berhenti di depan pintu kelas itu.

Beberapa dari para penghuni kelas melihat nya, seperti tau tujuan Aretha selama 2 hari kemarin.

Taufan yang memang melihat Aretha yang celingak-celinguk, langsung menghampiri gadis itu. "Nyari Fajar?"

Aretha mengangguk. Ia menyodorkan sweater abu-abu milik lelaki itu. "Mau balikin ini. Dia kemana? Masa iya jam segini belum Dateng?"

Taufan melirik jam dinding koridor. "Mau titipin ke gue aja? Ini juga udah mau masuk jam pelajaran."

Aretha mendesah pelan mendengar jawaban Taufan. Sangat bisa ditebak, jika Barra tak datang lagi hari ini." Gak usah, gapapa." Ujarnya setelah melihat jam dinding koridor.

"Gapapa kalo Lo titipin ke gue. Gue bisa langsung kasih dia nanti."

Aretha menggeleng lagi. "Makasih bantuannya. Gue masuk kelas dulu."

Setelah itu Aretha berjalan meninggalkan Taufan yang masih menatapnya.

"Kasian banget anak orang. Si bos kemana, sih?"

Taufan melirik ke Zhafran yang menyandarkan lengan lelaki itu padanya. "Gua juga gak tau sih. Lagian si Fajar pake ilang tiba-tiba segala."

"Masa iya, ngumpet dari Bu Indah? Gak mungkin banget, 'kan? Palingan juga si bos, gak niat doang buat pelajaran tuh guru."

Taufan mendesah kecil. "Firasat aja sih. Kalo udah ngeliat Jingga yang bolak-balik dari kemaren, tapi si bos gak ada, pasti ada problem."

"Sok tempe, Lo."

"Yeh. Kan firasat gue, dodol. Ya gue mana tau kebenarannya."

Aretha masuk ke kelasnya. Della yang pertama kali menyambutnya. Sejak kejadian dimana Aretha sakit, Della satu-satunya orang yang paling ramah padanya. Untuk saat ini.

Maka dari itu, Aretha tak menunjukkan raut wajah tak suka atau sejenisnya pada Della yang memang terkadang suka membantu nya.

"Gimana? Lu ketemu sama Fajar, hari ini?" Tanya Della saat Aretha duduk di sebelahnya.

FAJAR UNTUK SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang