Seminggu telah berlalu sejak kedatangan Aretha ke rumah sakit, melihat Lily. Aretha selalu dibuat bingung dengan kondisi Lily itu.
Bukan tanpa alasan. Bagas pernah mengatakan padanya bahwa Lily koma karena mencoba melakukan bunuh diri lantaran sering di bully oleh teman sekolah gadis itu.
Bagas juga mengatakan, bahwa Lily tak bisa melawan mereka karena jumlah mereka lebih banyak. Bagas tak bisa membantu, karena Lily tsk pernah sekalipun bercerita dengannya.
Aretha menghela nafas gusar. Ia begitu memusingkan soal Lily padahal ia juga disibukkan dengan persiapan turnamen.
"Siapa yang bisa gantiin Lo?"
Aretha melirik pada Dimas yang duduk di hadapannya. Ia mengangkat kepalanya lalu mengedikkan bahunya. "Gue gak tau."
Dimas berdecak kecil. "Turnamen 2 hari lagi. Kalo emang gak ada yang bisa gantiin Lo, terpaksa Lo yang harus turun."
"Tapi itu juga bermasalah ke Bu Indahnya. Dia minta gue buat terus ngajarin Barra." Ucap Aretha.
Dimas mengangguk paham. "Ntar gue tanyain Pak Bayu dulu. Barangkali, Pak Bayu bisa bantu kita buat bilang ke Bu Indah."
Aretha memijat kepalanya sebentar. "Kenapa pada gak bisa gantiin gue, sih? Disatu sisi, gue juga rada cape tau."
"Gue juga bingung karena itu. Dari angkatan kita, pada nolak karena bilangnya fokus belajar. Kalo yang kelas 11 sama 10 nya, masih pada malu-malu."
Aretha berdecih. "Keluarin aja kaya gitu. Nyusahin."
"Dan bikin anggota kita makin berkurang? Kita juga masih mantau mereka pas udah lulus. Sebagai alumni."
Aretha menghela nafas pelan. "Terserah. Gue mau balik ke kelas."
Dimas mengangguk. "Gue gak pegang data anak basket hang bakal ikut turnamen. Lo bisa kasih gue nanti pulang sekolah."
Aretha mengangguk lalu izin meninggalkan Dimas untuk keluar dari ruang rapat khusus ekskul.
Jam istirahat sebentar lagi berbunyi. Karena tinggal menunggu beberapa menit, Aretha lebih memutuskan untuk pergi ke kantin duluan seorang diri.
Koridor sepi. Hanya ada suara saut-sautan dari setiap kelas yang dilewatinya. Posisi Kantin yang berada di lantai 1, membuat Aretha sedikit mengeluh karena cape.
"Gue akhir-akhir ini, sering pusing." Gumam Aretha memijat keningnya.
Aretha masuk ke kantin. Matanya melihat teman-teman Barra yang duduk di tengah kantin.
Taufan menoleh melihat Aretha. "Sendiri, Ji?"
Teman-teman Barra memang tak begitu dekat dengan Aretha. Tapi, mereka tak mau sok tak kenal ataupun sok tak peduli. Karena bagaimanapun juga, Aretha itu pacar dari temannya.
Aretha mengangguk, lalu mendudukkan diri di salah satu kursi yang cukup berjarak dengan 3 orang disana.
Zhafran menoleh pada Aretha, yang tampak lesu. "Lo sakit, Ji? Gak biasanya Lo keluar ke kantin sebelum bel."
Aretha menengok lalu menggeleng. "Gue habis rapat sama Dimas. Karena bentar lagi bel, jadi mending gue kesini duluan."
Zhafran mengangguk. "Udah makan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR UNTUK SENJA
Teen Fiction[17+] Beberapa Part di private, follow dulu akun biar bisa lanjut baca. Seperti Fajar dan Senja, memiliki warna hangat yang sama. Seperti Fajar dan Senja, bisa menarik perhatian karena keindahan dan keserasian mereka. Seperti Fajar dan Senja, yang d...