DUA BELAS

47 2 0
                                    

Barra menatap heran pada rumah yang saat ini pintunya tertutup. Matanya melirik kesana-kemari guna memastikan jika ia tidak salah rumah.

Barra segera turun dari motor, dan membuka pagar sebatas dagu itu.

Matanya terus berkeliling melihat keadaan sekitar rumah. Ia pun segera mengecek ulang jam arlojinya di tangannya.

"Masa iya, jam segini belum pada bangun?" Gumam Barra melihat jam nya yang menunjukkan pukul 05.45

Barra mengetuk pelan pintu bewarna kayu itu. "Assalamualaikum..."

Tidak ada jawaban.

Tak berhenti dari situ, ia pun mengetuk lagi pintu itu. "Assalamualaikum. Aretha..."

Barra bergerak untuk mengintip di balik jendela rumah itu. Bahkan di dalam rumah itu pun terbilang cukup sepi dan gelap.

Barra jadi bingung sendiri. Apa rumah ini sudah dikosongkan? Tapi melihat motor beat bewarna putih di depan rumah, menunjukan bahwa masih ada orang di dalam.

Barra pun memutar arah ke samping rumah itu. Tepat nya, pada kamar Aretha. Ia melihat kamar Aretha pun gelap.

Entahlah, mengingat gorden yang digunakan gadis itu bewarna hitam, Barra jadi ragu sendiri.

Barra mengambil beberapa batu kerikil dari dekat rerumputan halaman rumah Aretha, dan melemparnya pada jendela kamar Aretha.

"Aretha! Lo ada di rumah gak?!"

Barra melempar lagi batu kerikil itu, saat tak mendengar suara apapun.

Mulutnya mendesah pelan. Ia jadi ragu sendiri tentang keberadaan para penghuni rumah ini.

Matanya bergerak ke arah kiri pojok halaman, dan tersenyum begitu melihat tangga disana. Langsung saja, Barra mengambil tangga itu, dan meletakkannya di balkon kamar Aretha.

Barra menaiki anak tangga satu persatu. Sesekali matanya melihat ke arah luar pagar, barangkali ada yang melihatnya dan justru menyangka nya maling.

Barra sudah berada di balkon kamar Aretha. Ia segera mengetuk ringan kaca jendela kamar gadis itu. Tak ada pintu, karena balkon kamar Aretha menggunakan kaca jendela.

Barra mengerutkan keningnya. Sangat dipastikan bahwa tidak mungkin Aretha terlelap lagi dengan baju seragam seperti tempo lalu.

Barra mencoba membuka pintu itu, dan ternyata tidak dikunci. Seakan memang memberikan akses padanya untuk langsung segera masuk ke sana.

Barra menatap sekitar. Ruangan ini memang gelap. Mungkin karena Aretha yang terbiasa dengan gelapnya ruangan.

Matanya mencari-cari keberadaan gadis itu, yang memang tak ada di sana.

Suara gemericik air dari kamar mandi, menjadi jawaban untuk Barra.
"Masa iya, jam segini baru mandi?" Gumam Barra.

Suara pintu terbuka, membuat Barra kelabakan sendiri. Ia celingak-celinguk mencari tempat persembunyian agar tak ketahuan dengan pemilik kamar.

Barra tak mau kena hantaman pagi-pagi dari tangan ringan Aretha.

"Kenapa pada gak bangunin gue, sih? Mentang-mentang pada ke rumah nenek, jadi lupa sama gue."

Gerakan membuka pintu kamar terhenti, membuat Barra diam tak bergerak disana.

Sama hal nya dengan Aretha. Ia yang baru keluar dari kamar mandi, langsung menghentikan langkahnya dan menatap Barra yang seakan mau kabur dari kamarnya.

"AAA!!! LO NGAPAIN DISINI??!!!"

Aretha langsung berjongkok dan menutup dirinya dengan mantel mandi. Ia malu, hanya menggunakan tank top putih dengan hotpants bewarna hitam diatas paha.

FAJAR UNTUK SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang