Sudah 15 menit berlalu sejak bek tanda masuk berbunyi. Aretha mendesah pelan sedari tadi, tanpa mau menghiraukan segala materi yang di sampaikan Bu Sari.
Aretha menatap malas guru itu, dan papan tulis di depan. Matanya terlalu berat untuk bisa menatap banyaknya tulisan di papan putih itu.
"Lo sakit, apa gimana? Muka Lo pucet banget."
Aretha menatap Della yang mengkhawatirkan nya itu daritadi. Keringat dingin sudah membanjiri keningnya.
Karena saking banyaknya, Aretha sampai harus menyingkirkan poni nya itu.
Della menyentuh lagi kening Aretha. "Lo sakit, Jingga. Izin aja buat ke UKS. Mau gue anter aja?"
Aretha menggeleng pelan. Tapi ia sendiri tak bisa menahan betapa menggigilnya tubuhnya itu.
Della berdecak. "Udahlah, Jingga. Gue izinin aja ya?"
Tangan Della terhenti saat ia ingin mengangkatnya untuk meminta izin pada guru. Ia menatap sebal pada Aretha yang seakan menahannya.
"Emang kenapa, sih? Daripada Lo pingsan disini, 'kan? Ribet nanti yang ada."
Aretha menidurkan kepalanya di meja, dengan menghadap pada Della. "Seenggaknya, gue hari ini libur buat ngajarin Barra."
Della memutar bola matanya. "Jadi? Lo begini karena ngajarin dia?"
Aretha menggeleng pelan. Aretha sendiri tak tahu alasannya mengapa ia bisa sakit seperti ini. Karena seingatnya, ia hanya pusing kemarin.
Aretha mendesah pelan. Beruntung ia duduk di belakang Dino yang notabenenya memiliki tinggi yang cukup untuk menutupi nya.
Della melihat Bu Sari. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana.
Dering ponsel Aretha bergetar, menggerakkan ia untuk mengambil nya dari kolong meja.
Lo gapapa, Tha?
Aretha mengerutkan keningnya. Darimana Barra tau jika ia sakit? Padahal ia tak berjumpa nya pagi ini.
Aretha menatap Della, yang menulis materi dari guru. "Lo chat Barra?"
Della menyengir kuda, lalu menengok ke Aretha. "Gak tega gue sama Lo, Jingga. Lo gue ajak ke UKS, gak mau. Yaudah gue bilang aja cowo lu."
"Dia bukan cowok gue."
"Ya, menurut Lo gitu sih. Menurut gue 'kan beda."
Aretha memutar bola matanya malas pada Della. Perhatiannya jatuh lagi pada deringan ponsel.
Tunggu sebentar ya.
Aretha menatap tak minat pada layar ponselnya. Ia langsung mematikan ponselnya dan menenggelamkan lagi kepalanya.
"Assalamualaikum, Bu. Saya nyari Aretha."
Della menyenggol pelan melihat Barra yang sedang berdiri di depan pintu kelas, setelah mengetuk ringan pintu itu.
"Walaikum salam. Kenapa nyari Jingga, Fajar?"
Barra melirik ke arah Aretha yang masih menundukkan kepalanya di meja. "Soal tutor, Bu. Boleh?"
"Kenapa nggak pas nanti aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR UNTUK SENJA
Teen Fiction[17+] Beberapa Part di private, follow dulu akun biar bisa lanjut baca. Seperti Fajar dan Senja, memiliki warna hangat yang sama. Seperti Fajar dan Senja, bisa menarik perhatian karena keindahan dan keserasian mereka. Seperti Fajar dan Senja, yang d...