27. You Won't Or You Can't?

8.6K 703 12
                                    


Buat kalian yang dari kemarin penasaran sama kertas yang di bakar sama Daisy, mari kita temukan jawabannya di part ini.

*Minta Taburan Bintangnya Ya*

Sudah beberapa hari ini, Daisy selalu terbangun di pelukan suaminya. Dan kegembiraan yang menghangatkan hatinya ketika menemukan rambut kusut menempel pada dada suaminya. Dan kebahagiaan itu juga berasal dari meredanya sakit kepala yang akhir-akhir ini dia rasakan.

Tapi, ya, bangun di pelukan suaminya membuat paginya menjadi semakin bersinar.

Dia berguling ke sisi lainnya, menatap wajah bangun tidur suaminya. Tatapan Alexander begitu lembut seperti sentuhannya. Alexander menepuk-nepuk pipinya sendiri, lalu ke bahu. Suaminya tampaknya tidak mempermasalahkan tampilannya yang acak-acakan dengan rambut kusut seperti sarang burung. Lalu lengan suaminya memeluknya memberinya ciuman yang manis dan lembut seperti malam-malam yang selalu mereka lalui dengan sengit dan menuntut.

Saat ciuman mereka berakhir, mereka mendesah bersama. "Daisy."

Dia menyentuh pipi suaminya. "Good Morning, My Xander."

Alexander bangun untuk duduk disisi tempat tidur. "Aku ada meeting pagi ini. Apa kau sudah merasa lebih baik?" wajahnya sedikit khawatir.

"Yes, I feel I can run the world." (Ya. aku merasaka dapat menjalankan dunia).

Senyum tipis mengembang dari bibir suaminya. "Kalau begitu aku akan bersiap untuk ke kantor, kau istirahat lah sehari lagi, sebelum memulai latihan balet mu."

"Aku ada pertunjukkan beberapa hari lagi." ucapnya lesu. "Jika aku tidak bekerja keras untuk berlatih, bisa jadi Olivia akan menggantikan tempatku."

Alexander mengerutkan dahinya. "Olivia?"

"Ya, pacarmu." jawabnya dengan sarkasme.

"She's not my girlfriend." (dia bukan pacarku).

"Semua di sanggar percaya bahwa dia pacarmu."

Alexander mendengus pelan. "Aku hanya pernah menolongnya dan sepertinya dia cukup berterima kasih dengan hal itu."

"Can i ask you something?" (Bolehkan aku bertanya sesuatu?). tanya Daisy ikut duduk ditempat tidur, menatap suaminya yang begitu menggoda saat pagi hari dimatanya.

"About what?"

"Her. Olivia."

"Ah, aku sudah menduga cepat atau lambat kau akan menanyakan hal ini." Alexander menyandarkan punggung pada dipan tempat tidur, tangannya berada di depan dadanya. "Harus ku akui kau cukup bersabar karena tidak bertanya saat hari pertama kita menikah."

"Aku berusaha untuk tidak peduli." Ucapnya jujur. "Kau tahu.... Pernikahan kita hanya didasari friendship and respect." dia menghela napas setelah mengatakan hal itu. "Dan kurasa awalnya aku tidak berhak untuk mencampuri urusan percintaan mu."

"I think it will change to become friendship and sex." (Aku rasa akan berubah menjadi pertemenan dan sex). ucap suaminya membuat semburat pipinya merona. "So?"

"Because you said she's not your girlfriend and I think we're best friends.... So i can ask you anything about her." (karena kau mengatakan dia bukan pacarmu dan ku pikir saat ini kita adalah teman baik.... Jadi aku bisa bertanya mengenai apapun tentangnya).

"Ya, we're best friends now." Alexander tersenyum miring. "Ok. aku akan menjawab semua pertanyaan mu tentangnya."

"Apa yang terjadi di antara kalian berdua? Kau bilang bahwa dia menolak menikah dengan mu, tapi dari yang kudengar darinya malah sebaliknya."

An Incovenient FlameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang