32. Better To Be Killed By A Lover

8.7K 667 7
                                    



*Minta Taburan Bintangnya Ya*

Jalanan menuju tempat sanggar padat tak bergerak, klakson mobil terdengar menggema dari berbagai sudut. Terdengar sirine polisi dan ambulan di depan sana. Jantungnya berpacu dengan cepat. Dia tidak bisa hanya duduk diam menunggu di mobil ini sementara tidak tahu apa yang terjadi pada istrinya.

Suara radio terdengar dari pengeras suara mobil itu, mencoba mendengarkan dengan telinganya sambil menggoyang-goyangkan kakinya untuk menunggu mobil mulai bergerak perlahan.

"Setelah ini kita akan membacakan sebuah puisi karya Charles Bukowski."suara penyiar pria terdengar lembut.

"Hari ini temanya romance banget ya, bro." Balas seorang wanita, partner dari penyiar pria itu.

"Lagi mendung gini emang enak baca puisi romantis." Balas pria itu lagi. "Lebih enak kalau yang bacain puisinya suara perempuan kali ya."

"Ok. I'll read this poem for all lovebirds in this country." (baiklah. Aku akan membacakan puisi ini untuk seluruh pasangan di negara ini). Ucap wanita itu memberi jeda sebelum memulai membacakan.

"My Dear, Find what you love and let it kill you...." (Sayangku, temukan apa yang kamu cintai dan biarkan itu membunuhmu). Suara wanita itu membuat Alexander memfokuskan pendengarannya ke radio.

"Let it drain you of your all. Let it cling into your back and weigh you down into eventual nothingness. Let it kill you and let it devour your remains." (Biarkan lah itu menguras seluruh tenagamu. Biarkan lah itu bergantung pada punggungmu dan membebanimu hingga akhirnya tidak menjadi apa-apa. Biarkan lah itu membunuhmu dan melahap seluruh dirimu).

Alexander mengepalkan tangannya, tak habis pikir bagaimana seseorang membiarkan cinta membunuh dirinya sendiri.

"For all things will kill you, both slowly and fastly, but it's much better to be killed by a lover. Charles Buwoski." (Karena seluruh hal yang dapat membunuhmu, entah itu secara lambat maupun cepat, tapi lebih baik jika dibunuh oleh sesuatu yang kau cintai).

Dia terkesiap, mulutnya sedikit terbuka. Kata-kata terakhir dari puisi itu sungguh menusuk tepat di jantungnya. Membayangkan bahwa setiap hari bersama Daisy selalu diikuti ketakutan bahwa dia akan menyakiti istrinya.

Pikirannya terus berkata bahwa bisa saja dia membunuh istrinya, istrinya tidak akan aman berada didekatnya. Tapi dia teringat mata istrinya, mata yang bersinar dan begitu percaya padanya.

Sebenarnya aku lebih suka mati ditanganmu, tapi karena kau sudah menolakku maka aku memilih yang lain.

Teringat ucapan Daisy di rumah sakit, sesaat sebelum mereka memutuskan untuk menikah. Tentu dia tidak akan membiarkan sisi liarnya menyakiti Daisy, dia akan berusaha sekuat tenaga agar Anthony tidak muncul dan membuat istrinya terluka.

For all things will kill you, both slowly and fastly, but it's much better to be killed by a lover.

Kata-kata di puisi itu adalah cerminan dari ucapan istrinya, semua orang lebih memilih dibunuh oleh cintanya daripada hal lain. Karena sebenarnya cinta yang sesungguhnya tidak akan mungkin membunuh, cinta yang sesungguhnya adalah menjaga.

Shit! Umpatnya dalam hati. Dan saat ini apa yang dia lakukan disini? Setelah meninggalkan rumah seminggu, membiarkan istrinya berpikir liar tentangnya dan sekarang dia memberikan ruang untuk orang lain menyakiti, membunuh istrinya.

Betapa bodohnya dia.

"Mr Strife, terinfo dari Leah bahwa Mrs Strife sudah dipindahkan ke rumah sakit."

An Incovenient FlameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang