JANGAN LUPA SEBELUM BACA VOTE DAN KOMENNYA YA TERIMAKASIH.
"Yang aku anggap obat, malah menjadi luka paling hebat." ~Aira Arketa.
Aira memainkan pulpennya di tangannya, ia tersenyum kecil bersyukur karena masih di beri orang orang yang baik untuk berada di dekatnya.
Kala bel sekolah berbunyi, Aira beranjak dengan cepat memasuki ruang ujian bersama Nadin.
"Bismillah," guman Aira saat memasuki pintu ruangan.
Nadin tersenyum penuh arti melihat Aira. "Semangat Ra, pasti bisa," ucap Nadin menyemangati Aira.
Aira menepuk pundak Nadin pelan. "Lo juga semangat, percaya sama diri sendiri kalau lo bisa," ucap Aira.
Nadin mengancungi dua ibu jari tangannya pada Aira. Aira yakin Nadin dan dirinya bisa lulus ujian ini, cuma Nadin jika masalah pelajaran kurang yakin pada dirinya sendiri.
Menurut Nadin jawaban orang lain itu tidak meragukan sudah pasti benar, jika jawaban sendiri ragu dan ujung ujungnya pasti salah. Itulah sebabnya Nadin lebih suka bertanya dari pada mengerjakan soal soalnya sendiri. Dan Aira tidak suka dengan sikap Nadin yang seperti itu.
Jika orang lain saja yakin dengan diri mu, mengapa kamu tidak?
Aira dan Nadin duduk berjauhan karena mereka duduk sesuai nomor absen, dari jarak huruf depan mereka memang terlampau jauh sekali.
Sudah bisa di pastikan Aira pasti duduk di bangku terdepan sedangkan Nadin duduk di bangku terbelakang.
Dengan perasaan yang tenang Aira mengerjakan soal demi soal yang terlampir pada layar komputer di depannya.
Dia yakin pada dirinya jika ia pasti bisa.
"Usaha tidak akan menghiyanati hasil Ra," ucap Aira pada dirinya sendiri.
♡♡♡
Empat hari selesai di lewati Aira, ujian berakhir dan mereka dengan perasaan yang was-was menunggu hasil ujian dan hari kelulusan mereka.
Nilai akan di umumkan berbarengan dengan hari kelulusan dan hari itu akan datang seminggu lagi.
"Semoga hari itu menyenangkan," gumam Aira sambil tersenyum.
"Ga mau pisah," ucap Nadin cemberut sambil menatap Aira dengan wajah sedihnya.
Aira terkekeh melihat sikap Nadin seperti anak kecil yang di tinggal ibunya pergi ke pasar.
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahaan, dan perpisahaan kali ini bukan gue dan lo yang berpisah, tapi kita semua yang berpisah sama gedung ini," ucap Aira menatap bangunan sekolahnya.
"Iya, tapi pasti kita jarang ketemu dan pasti lama kelamaan lo bakal lupain gue," ucap Nadin.
"Coba tanya ke papah lo, bagus ga lo ngomong kaya gitu ke gue," ucap Aira tertawa.
"Gue serius ih Ra," kesal Nadin.
Bisa bisanya Nadin sedang dalam mode serius dan Aira malah bercanda. Tidak bisa di biarkan ini.
Nadin berjalan meninggalkan Aira.
"Ih marah Din," panggil Aira.
Tumben sekali Nadin gampang baper seperti ini, apa Aira sudah kelewatan ya? Apa Nadin benar benar sedih kehilangan dirinya.
Aira mengikuti Nadin pergi.
"Nadin!" Panggil Aira.
Nadin berhenti dan memutar badannya melihat Aira. Nadin tertawa melihat ekspresi Aira yang datar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sembunyi Dalam Senyum [COMPLETED]
Jugendliteratur(JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DAN KRISARNYA. MAKASIH) ○Mulai 6 Januari 2021 ○Selesai 2 Maret 2021 "Kapan Aira bisa merasakan kebahagian lagi? Apa saat menyusul Bunda, papah akan merasakan kehilangan dan menyesal?" Aira...