36. Berakhir

9.6K 534 14
                                    

JANGAN LUPA SEBELUM BACA VOTE DAN KOMENNYA YA TERIMAKASIH.

"Meski tidak berakhir indah, terimakasih sudah pernah singgah." ~Aira Arketa.

Aira menangis pilu di depan pintu ruang rawat Bara, ia dan yang lainnya menunggu waktu untuk membesuk.

Tepat pukul jam besuk, mereka hanya di perbolehkan masuk dua orang secara bergantian. Dengan memakai pakain berwarna biru yang di gantung di depan pintu ruang rawat. Karena, memang itu peraturan yang di berikan oleh rumah sakit.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sekarang giliran untuk Aira yang masuk.

"Gue sama Agas dulu gapapa'kan Din?" Tanya Aira.

Nadin mengangguk paham. "Gapapa."

Ibu Bara, Ayna dan Nadin menunggu di luar sambil melihat Bara yang terbaring dengan selang dan alat alat lainnya yang terpasang di tubuhnya, dari depan kaca besar yang terbuka hordengnya di samping ruang Bara.

Aira masuk dan melihat Bara yang menyungging senyum di wajahnya, Aira melihat mesin EKG di samping Bara yang menunjukan detak jatung Bara yang lemah.

Wajah Bara begitu pucat terlihat, matanya terbungkus dengan kain tipis berwarna putih. Senymunannya masih terlihat hingga Aira berdiri tepat di samping Bara.

Aira mencoba menghapus air matanya yang terus saja menetes. "Kenapa lo lakuin ini?" Tanya Aira gemetar.

Bara yang mengerti maksud dari pertanyaan Aira pun masih tersenyum. "Karena gue sayang lo."

Aira menggigit bibir bawahnya menahan isak tangisnya. "Tapi, ga dengan lo relain mata lo hanya buat gue!"

"Jaga mata gue baik baik ya Ra," ucap Bara.

Dada Aira terasa sesak saat Bara mengucapkan kalimat itu.

"Gue bakal ganti mata lo. Gue janji." Ucap Aira meraih tangan Bara.

"Ga perlu, dengan lo yang selalu ingat gue aja udah cukup," ucap Bara enteng.

"Itu udah pasti," jawab Aira.

Aira melirik ke arah jendela besar di depannya. Dan melihat ibu Bara yang terus menangis.

"Lo harus sembuh ya Bar, banyak yang menanti kesembuhan lo," ucap Aira menatap Ayna dan ibu Bara.

"Gue tau. Gue ingin terus berasama kalian, tapi semuanya seperti mimpi," ucap Bara.

Air matanya kembali menetes. "Jangan ngomong begitu," ucap Aira terisak.

"Jangan menangis, gue ga suka denger lo nangis. Makasih ya udah buat gue jadi orang yang sepesial buat lo meski hanya pura pura. Tapi gue bahagia," ucap Bara.

"Maaf untuk itu Bar, dan terimakasih atas pengorbanan lo buat gue," ucap Aira terisak.

Agas hanya terdiam tidak bersuara sedikitpun ia tidak mau mengganggu waktu Bara dengan Aira.

"Gue boleh minta tolong?" Tanya Bara.

"Apa?" Tanya Aira, detak jantungnya berdegup kencang.

"Boleh panggilkan ibu gue ke sini?" Tanya Bara.

Aira beranjak untuk keluar ruangan namun, tangannya di tahan oleh Agas. "Biar aku aja," bisik Agas.

"Gas?" Panggil Bara.

"Ya?" Tanya Agas membalikan badannya.

"Maaf gue udah mencintai pacar lo," ucap Bara.

Bara merasa tidak enak, ia tau pasti Agas merasa cemburu saat Bara menyatakan jika ia sayang dengan Aira.

Agas menyungging senyum. "Ga masalah."

Agas tidak masalah dengan itu, yang terpenting kali ini adalah Bara sembuh, agar bisa berkumpul dengannya dan yang lainnya lagi.

Agas pun keluar ruangan dan membantu mendorong kursi roda ibu Bara untuk masuk ke dalam ruangan.

"Abang, sembuh ya bang," tangis ibu Agas sambil mencium tangan putranya yang terbaring lemah.

"Maafin Bara ma," ucap Bara. "Kalau Bara pergi, mama sama kakak harus ikhlas ya?" Tanya Bara terasa sesak di dadanya.

"Abang jangan ngomong gitu, abang'kan udah janji sama mama bakal sembuh," tangisnya semakin menjadi jadi.

Ketakutan di hati seorang ibu sangat besar untuk merasa kehilangan anak yang telah ia besarkan selama bertahun tahun.

"Maaf Bara ingkar janji ma, tapi ini benar benar sakit. Bara ga kuat," ucap Bara susah bernapas.

Mesin EKG menunjukan tanda tanda bahaya. Gambar detak jantung Bara pun semakin lemah.

Dengan cepat Aira menekan tombol yang berada di atas kepala bara berulang ulang kali.

"Bar bertahan! Katanya lo kuat! Buktiin sama gue Bar!" Pekik Aira.

Dada Aira terasa sesak. Napasnya naik turuan tidak karuan. Ia benar benar takut saat ini.

Ayna, Agas dan Nadin buru buru berlari  memasuki rungan Bara. Kondisinya semakin menurun.

Dokter dan suster berdatangan dan menyuruh semua keluar. Tirai kaca besar itu kembali di tutup. Penaganan pada Bara di lakukan secapat mungkin.

Selang selang kembali di pasang lebih banyak. Dan suntikan suntikan obat kembali di berikan pada tubuh Bara.

Namun, pada saat yang bersamaan mesin EKG berhenti berbunyi dan detak jantung Bara berhenti berdetak.
Dokter menggelengkan kepalanya pasrah. "Sudah tidak bernyawa."

Suster pun melapas selang selang dan alat alat lainnya yang menempel pada tubuh Bara, tidak lupa juga ia mencabut infus dari pergelangan tangan Bara.

Suster mencatat tanggal dan jam kematian Bara. Dan menggantungkan tali berkertas yang tertulis tanggal hari ini pada jari kaki Bara yang dingin.

Suster yang lain pun menarik kain putih menutupi tubuh Bara sampai atas kepalanya.

Dokter dan suster kembali keluar dengan wajah kesedihan.

"Gimana dok kondisi anak saya?" Tanya Ibu Bara cepat.

"Anak ibu telah meninggal dunia pada hari ini pukul 19.35," jelas dokter.

Semua mematung. Seketika Aira berteriak dan berlari masuk ke dalam ruangan. "Ga mungkin, BARA!"

Semuanya masuk ke dalam ruangan. Dengan perlahan Aira membuka kain yang menutupi wajah Bara.

Deg.

Wajahnya pucat, tubuhnya terasa dingin dan matanya tertutup rapat. Ia benar benar sudah tidak bernyawa.

"Bar, bangun! Bar katanya mau sembuh," tangis Aira terisak.

Aira menangis sesegukan dalam pelukan Agas.

"Abang, bangun bang. Jangan tinggalin mama."

"Dek, bangun dek. Jangan tinggalin kita berdua. Udah cukup ayah aja."

Bara memang hanya memilik ibu dan seorang kakak saja, ayahnya telah lama pergi meninggalkan mereka lebih dulu.

Seketika ibu Bara jatuh pingsan karena terlalu lama menangis. Dengan tergesa gesa Ayna mendorong ibunya membawanya keluar ruangan dengan di bantu Nadin juga.

Keheningan terasa saat semua diam. Hanya batin mereka yang berucap namun, mulut mereka tetap tidak bersuara.

"Makasih ya Bar, udah pernah ada di hidup gue. Makasih udah pernah mengisi ruang yang kosong di hidup gue dan memberikan kebahagiaan buat gue dengan cara lo sendiri. Kita berakhir hari ini Bar. Tapi kenangan yang lo berikan buat gue ga akan pernah habis terputar di pikiran gue. Dan terimakasih atas titik terang yang lo berikan buat gue. Gue bakal jaga mata ini baik baik. Gue janji. Terimakasih, gue sayang lo Bara api ku." Batin Aira menatap mayat Bara sambil tersenyum getir.

BERAKHIR?

Mau lanjut ga? xixixi.
Atau mau end di sini aja?

Spam Next ya.

Sembunyi Dalam Senyum [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang