Terkadang, apa yang diharapkan, tidak sesuai dengan kenyataan. Apa salahnya jika seorang insan ingin dicintai? Apa salah jika aku terlalu mencintaimu?
@Clara
•|•
Jika pada dasarnya, seorang wanita dikejar oleh cinta. Lantas, apa salah jika wanita mengejar cinta? Mencintai boleh, tapi harus seimbang. Antara akal pikiran, dan hati.
"Bawain makanan ke kelas gue, sekarang!" tegasnya di seberang sana.
"Iya, sebentar. Aku piket kelas dulu. Sebentar aja," ujar Clara.
"Alesan! Gue nggak mau tau. Kalo lo telat, jangan harap lo masih jadi pacar gue!"
Tak ada ikatan cinta, yang dilandasi benci. Awalnya ada, hanya saja, setelah terbiasa akan berganti dengan sayang. Ya, kebanyakan seperti itu. Benci jadi cinta. Keyakinan yang sampai sekarang, Clara percayai. Bahwa nanti, dia akan dicintai.
Pada dasarnya, harapan tak selamanya indah. 3 tahun sudah, Clara menjalin asmara yang tak terbalas dengan cinta. Hanya perlakuan yang tak pernah Clara duga sebelumnya. Sampai kapan keyakinan itu kamu percaya?
"Enak banget, punya pacar kayak babu," ujar Agam.
"Hmm, emang dasar si Clara tuh bodoh!" tegas Rangga.
"Tapi, lo beneran nggak suka?" tanya Agam.
"Nggak akan pernah!"
Di luar kelas, Clara mendengar semuanya. Mencoba kuat, agar tak ada yang melihat dia menangis. Apalagi ... Rangga, jangan sampai dia melihat. Clara pikir, jika Rangga melihatnya menangis, Rangga akan khawatir.
"Permisi," ucap Clara.
"Kemana aja lo?" tanya Rangga tanpa meliriknya.
"Maaf, Kak, tadi aku harus piket kelas dulu."
"Makanannya mana? Taro samping gue! Terus lo cabut dari sini. Gue muak liat muka lo," tegas Rangga yang sepertinya sangat tak menginginkan kehadiran Clara.
"Baik," gumamnya pelan.
Clara menyerahkan kotak bekal miliknya. Ia memang selalu membawa bekal ke sekolah. Menghemat adalah kewajibannya. Hanya untuk berjaga-jaga. Ia takut kalau nanti Rangga meminta membelikan sesuatu dari uangnya.
"Cuma telur mata sapi? Lo gila apa!" tegas Rangga seraya ingin membuang kotak bekal Clara ke tong sampah.
"Kak, jangan Kak. Aku mohon, jangan. Itu bekal aku. Nanti aku makan gimana?" pinta Clara lirih.
"Gue siapa lo? Harus peduli sama lo gitu?" ucap Rangga.
Aku pacar kamu Rangga! ingin sekali rasanya dia berteriak seperti itu. "Bukankah, aku pacar kakak?" jawab Clara.
Rangga menatap tajam netra coklat di depannya. "Dengar baik-baik Clara! Gue tekankan, gue nggak pernah suka sama lo! Gue nggak akan pernah suka sama lo! Dan satu lagi, sampai kapan pun itu, gue nggak akan jadi pacar lo!" tegas Rangga seraya mendorong Clara hingga terjatuh.
"Udah, Ga. Nanti ada guru yang liat." Agam memperingatkan.
"Sekarang, lo cabut dari kelas gue! Dan jangan lupa, sore, cuciin mobil kesayangan gue."
"Ba--baik, Kak."
Apakah ini yang dikatakan dengan cinta? Bukankah cinta itu bahagia? Terkadang, ragu untuk mencintai itu perlu. Bukan untuk memilih akan harta dan tampang yang rupawan. Namun, tentang ketulusan hati. Tentang apakah, dia menghargai perempuan atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Teen FictionBerawal dari sebuah cerita. Yang mulai bercampur dengan kisah yang semu. Bercerita dalam setiap upayanya. Namun, sulit menebak setiap rencana. Sebuah ikatan cinta, entah itu pacaran, komitmen, atau sebuah ikatan yang sudah pasti, sepasang suami istr...