Waktu terus bergulir, tapi luka dan rasa masih tetap ada dan sama. Hanya saja, cara mencintainya yang berbeda.
@Clara***
Sejak kejadian tempo hari, kini Rangga dan Clara masih terus memberi perhatian, tanpa diketahui satu sama lain. Sama seperti hari ini.
Cara terbaik mencintai adalah diam. Diam-diam kecewa, diam-diam bahagia karena dia tertawa, diam-diam harapan itu pupus atau bertambah. Terkadang, waktu selalu bertanya-tanya, kapan sebenarnya cerita ini dimulai. Hingga akhirnya harus usai, tanpa penjelasan yang pasti. Hingga akhirnya, terdiam dalam kungkungan rasa salah, dan penyesalan sedang dalam perjalanan.
"Woy, Cuy! Kemana aja Lo? Buah tangannya mana nih?" tanya Gabriel, meminta oleh-oleh pada Agam. Sejak beberapa bulan yang lalu, keluarga Agam ada pekerjaan di luar negeri, yang mengharuskan mereka pindah untuk beberapa waktu.
"Temennya baru datang, bukan ditanya sehat atau enggak? Gimana kabarnya? Ada cerita yang menarik gak? Kesan selama disana apa aja? Ini malah nanya oleh-oleh," jawab Agam dengan kesal. Emang ya, teman sama sahabat itu beda. Mana ada, teman yang nanyain hal yang gak penting. Beda lagi kalo sahabat.
Mereka berempat tergelak. "Kode atau gimana?" tanya Rangga.
"Gam, ada tante-tante cantik gak disana?" Lagi-lagi Gabriel menanyakan hal yang tak penting. Yang ditanya hanya berdecak kesal.
"Main basket kuy!" Ajak Rafi yang langsung dibalas anggukan oleh ketiga temannya.
Keempat nya larut dalam permainan basket, terlebih lagi mata pelajaran pertama adalah olahraga. Bersamaan dengan itu, kelas Clara pun sudah berbaris rapi di lapangan untuk melakukan pemanasan. Karena guru olahraga kelas Clara tidak ada, maka dari itu untuk mata pelajaran kali ini, disatukan dengan kelas Rangga.
"Baik anak-anak, karena guru olahraga kelas XI IPS 2 sedang ada keperluan, maka itu bapak yang akan mengajar kalian semua," ujar Pak Cecep. "Sekarang lakukan pemanasan, dan setelah itu lapangan nya bagi menjadi dua bagian. Masing-masing kelas harus melakukan olahraga yang berbeda." Lanjutnya.
Setelah melakukan pemanasan, masing-masing kelas melakukan olahraga yang mereka minati. Kelas Clara memilih untuk bermain basket, dan kelas Rangga memilih bermain sepak bola dan bulu tangkis.
"Cla! Lempar sini!" teriak Raina. "Siap Rain," jawab Clara, seraya melempar bola ke arah Raina. Di ujung sana, sepasang mata memperhatikan lekat setiap gerak-gerik Clara.
"Samperin aja kali. Gak perlu gengsi," ucap Agam tiba-tiba. Agam sudah tau semuanya dari Rafi. Kalo yang ceritanya Gabriel, Agam gak bakal percaya. Omongan dia mana pernah serius.
Rangga menghela nafas berat. Dia ingin sekali mendekati perempuan itu, tapi dia takut kembali membuat nya sakit hati. "Alasan Lo jauhin dia apa? Alasan Lo pergi dari dia apa? Dan mungkin jawaban dari alasan Lo ragu buat kembali, akan sama." Dia rindu sosok Agam, yang selalu tau pikirannya. Walaupun banyak pertanyaan yang diajukan, tapi nanti akhirnya dia akan tau dari semua itu.
"Alasan gue pergi, karena gue gak mau buat dia sakit hati. Gue bukan cowok baik, brengsek. Dan gue gak mau mengulang kesalahan yang sama lagi."
"Apa kesalahan Lo?"
"Banyak, gue selalu siksa dia, sakitin fisik dan hati dia." Memang itu kenyataannya, tapi bisa Rangga mengelak.
Agam memainkan bola basket. Melihat jelas raut penyesalan di wajah Rangga. "Tapi ada kesalahan yang lebih fatal dari pada itu."
"Apa?" tanya Rangga serius. "Kepergian Lo!" Rangga mengerutkan keningnya. Agam memutuskan untuk duduk di samping Rangga. "Kenapa Lo gak coba memperbaiki? Kepergian Lo membuat Lo terlihat lebih jahat." Ah, sekarang Rangga mengerti.
Banyak dari mereka, yang selalu bilang "Beri aku kesempatan. Akan ku perbaiki segala kesalahanku. Aku gak bakal ulangin kesalahan yang sama." Tapi pada kenyataannya, mereka tak mengetahui apa kesalahan nya.
"Gue gak tau kenapa gue kayak gini, Gam. Gue mau dia ada di samping gue terus, tapi sikap gue yang memaksa dia pergi. Gue bingung," jawab Rangga terdengar pasrah.
"Jawabannya sudah ada. Sikap Lo. Ubah sikap Lo! Perlahan, nanti juga akan terbiasa. Selagi ada sayang, apa yang gak bisa."
Rangga tersenyum, beruntung ada Agam. Walaupun Rafi juga demikian, tapi jika ada Gabriel otaknya akan berganti. "Thank, Gam."
"CLARA AWAS!" terdengar benturan bola mengenai kepala Clara. Pandangan Clara menggelap. Namun sebelumnya, Clara melihat ada seseorang yang menahannya agar tak terjatuh.
****
"Raina, Lo balik ke kelas aja. Biar Rangga yang jagain Clara disini. Lo tenang aja, Rangga bakal jagain dia baik-baik," ujar Agam, mengerti kekhwatiran Raina.
Agam dan Raina memang sedang dekat. Raina mengangguk. "Ga, jagain Clara! Awas aja Lo sakitin dia lagi!" Sebenarnya Raina enggan untuk memberi izin, tapi tatapan Agam sangat menakutkan bagi Raina.
"Engghhh." Terdengar lenguhan. Mata Clara mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk.
"Ada yang sakit?" Suara itu terdengar familiar. Bukan, bukan Arya. "Ka-kamu," jawab Clara kaget.
Agam tau perasaan Clara. "Dia yang nahan Lo biar Lo gak jatuh tadi. Dia juga yang bawa dan jagain Lo. Raina masuk kelas, jadi Rangga yang jagain Lo," papar Agam.
"Ada yang sakit." Ulang Rangga. "Kepala," jawab Clara. Rangga mengelus lembut kepala Clara. Agam yang mengerti situasi, langsung keluar. Clara merasakan lembut dan nyaman.
"Mau gue bawa ke rumah sakit?"
"Gak papa ko. Cuman butuh istirahat aja, udah ilang sakitnya."
Rangga memberikan air mineral dan sebungkus roti. "Makan! Setelah itu gue anter pulang. Gak menerima penolakan." Ya, sikap pemaksaannya masih sama. "Apa Lo mau pulang bareng Arya? Apa gue perlu panggil Arya kesini?" Sejujurnya ada rasa sesak untuk menyebut nama Arya. Tapi, jika memang itu kebahagiaan Clara, biarlah.
"Gak usah, Ka. Aku gak papa. Lagian ini masih jam pelajaran." Clara tersenyum saat Rangga kembali mengelus lembut kepalanya. "Cepet sembuh kepala, biar Clara nya gak sakit lagi," ujar Rangga yang semakin membuat si empunya salah tingkah.
"Ka-kakak gak masuk?"
"Rangga aja. Gak usah panggil kakak lagi. Gak ada penolakan lagi."
"Emm, Rangga gak masuk?" Terdengar aneh, tapi cari aman lebih baik.
"Yang Lo lihat? Kalau gue disini, berarti enggak."
"Ouh." Setelah itu, keduanya terdiam. Hingga keduanya bersuara bersamaan. "Lo aja dulu."
"Rangga duluan," jawab Clara.
Rangga menghela nafas panjang. "Beri gue kesempatan."
Datangnya membawa luka
Hadirnya memberi kecewa
Perginya menggores perih
Apakah datangnya kembali akan baik?
@Clara***
Aneh banget sih Rangga ini, kemarin diperhatiin sama Clara marah-marah eh sekarang malah sosoan perhatian sama Clara. Mau nya apasih dia?
Minta kesempatan lagi, apa kesalahannya bakal terulang lagi? atau tidak?
Lalu Clara mau nerimanya?Oh iya, jangan lupa tekan bintangnya sama komen, ya. Lempar kritik dan sarannya juga. Sekalian bagiin ke temen-temen😍.
hope you enjoy it😚
See you next time!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Teen FictionBerawal dari sebuah cerita. Yang mulai bercampur dengan kisah yang semu. Bercerita dalam setiap upayanya. Namun, sulit menebak setiap rencana. Sebuah ikatan cinta, entah itu pacaran, komitmen, atau sebuah ikatan yang sudah pasti, sepasang suami istr...