Bt |12 🕊️| Awal Dari Masalah

6 4 4
                                    

Orang yang sama wajahnya dan sikapnya. Jika dia kembali, akhirnya pun akan tetap sama. Lantas, mengapa aku masih menaruh hati?

@Clara

****

Rangga menghela napas panjang. "Beri gue kesempatan."

Clara terdiam, mencoba mencerna kalimat yang baru saja terlontar. "Gue mau perbaiki sikap gue ke lo," jelas Rangga.

Clara masih terdiam, otaknya berpikir keras. Hatinya memang masih menginginkan dia, tapi kenyataannya ia sudah tersakiti berulang kali. Harusnya Clara sadar bahwa akhirnya akan sama. Tapi, jangan salah. Jika kalian mengutamakan dan menuruti kata hati, lalu dinodai oleh luka. Bukan hanya hati yang tersiksa, tapi juga dengan jiwa dan raga.

Hubungan Clara berada di ambang ketidakpastian. Antara lanjut karena hati, atau berhenti karena jiwa. Hati tak bisa berbohong, bahwa Clara masih menyimpan harapan akan bersatu kembali. Memang pada dasarnya perempuan jika sudah dibutakan akan cinta, tak akan peduli dengan luka yang telah terjadi di masa lalu. Lantas, jika luka itu kembali datang menghujam. Mereka pasti akan bilang, "Bodoh bangett sih gue! Harusnya dulu, gue nggak terima dia lagi!" Dasar, cewek.

"Beri aku waktu," jawab Clara. Ia tak bisa asal mengambil keputusan untuk sekarang. Kita harus  benar-benar berpikir akan suatu keputusan.

"Gue nggak maksa lo jawab sekarang. Itu hak lo. Tapi, gue minta lo jangan pergi dari gue," ujar Rangga seraya menggenggam tangan Clara. "Gue bakal coba perbaiki. Karena pada kenyataannya, kepergian adalah kesalahan terbesar."

"Selama itu bukan perselingkuhan, i'm okay, no problem. Karena ketika sudah berselingkuh, itu akan menjadi hal yang tak bisa dihindari akan pengkhianatan." Ya, benar. Persetan dengan perselingkuhan dan pengkhianatan. "Jika ingin memiliki dua hati, jangan libatkan aku di dalamnya," lanjut Clara.

Rangga kagum, mengapa dulu dia harus menyia-nyiakan Clara. "Gue bakal usahain."

Keduanya larut dalam pikiran masing-masing, dengan tangan Clara yang masih Rangga genggam. "Glady?" tanya Clara tiba-tiba.

"Gue nggak suka dia. Dia yang suka sama gue. Gue cuman jadiin dia pelampiasan saat kesel sama lo," ucap Rangga, membuat Clara menganga tak percaya. "Nggak usah gitu juga! Lalat masuk tau rasa lo!"

Clara mengerjap-ngerjap matanya, tersadar dengan omongan Rangga. "Ka-kamu?"

"Gue nggak boong! Dia cuman pelampiasan."

Obrolan mereka terhenti karena bel istirahat sudah berbunyi. "Kantin bareng, ya," pinta Rangga. Clara mengangguk, dia tak akan menyia-nyiakan kebahagiaan ini.

****

Rangga baikan sama Clara.

Clara beruntung, ya. Dapet cowok sekaya dan seganteng itu.

Seriusan, mereka? Baru kali ini gue liat mereka ke kantin bareng.

Banyak mata yang menatap Clara dan Rangga dengan penuh tanda tanya. Perghibahan ibu-ibu segera dimulai. Di tambah lagi, hadir sosok Glady yang sedari tadi menatap tajam ke arah Clara. Tatapan tak suka yang ditunjukkan secara terang-terangan. Biasalah, takut tersaingi.

"Kiw, kiw, ada yang bucin nih," ujar Gabriel yang sudah berada di kantin sejak tadi, bersama Agam, Raina dan Rafi. Kedekatan Raina semakin terlihat. Syukurlah, Clara merasa senang jika sahabatnya ini bahagia.

"Silahkan duduk tuan Putri," ujar Rafi, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Rangga. Sementara yang ditatap hanya cengengesan tak jelas.

"Gimana kepala kamu, Cla? Masih sakit nggak? Kenapa nggak diantar pulang aja sih, Ga?" Inilah bawelnya Raina.

Bunga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang