Rasa tak bisa berbohong, aku masih ingin bersamanya. Persetanan dengan luka yang telah dia gores. Karena melupakan, dan melepaskan tak semudah membalikkan telapak tangan.
@Clara."Clara! Nenek sudah berapa kali bilang sama kamu! Jauhin Rangga! Kamu ini, keras kepala!" bentak Nenek.
"Ta-tapi, Nek"
"Tapi apa?!" selanya. "Apa karena kamu masih sayang? Masih cinta? Dasar buta cinta!" seru Nenek seraya pergi meninggalkan Clara.
"Iya, Nek. Clara masih sayang, masih cinta sama Rangga," gumam Clara seraya menghapus air matanya. Terkadang, kita bingung dengan apa yang kita mau sebenernya. Satu sisi, ada keinginan untuk terus bersama. Satu sisi lain, jika terus bersama, apa dia akan benar-benar berubah menjadi lebih baik? Ingin bersama, tapi ragu karena luka.
Clara menatap kosong ke arah jendela. Menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Pikirannya jauh entah memikirkan apa. Sibuk bergulat dengan pikirannya, tak sadar jika telepon genggam miliknya berbunyi sedari tadi. "Yaampun, 2 panggilan tak terjawab. Ada apa Rangga menelpon ku?"
"Hallo" panggilan tersambung.
"Ck, lama. Lo dimarahin sama Nenek Lo lagi?"
Clara menggigit bibirnya. Dia bingung menjawab apa. Jika jujur, dia takut Rangga berpikir dia sumber masalahnya, dan akhirnya kembali menjauh. Jika bohong, nantinya ketahuan akan lebih ribet.
"Gak usah di jawab, gue juga tau. Gue cuman pengen denger jawaban dari Lo. Jujur atau enggak. Gue kerumah lo, siap-siap. Gue mau minta izin ke Nenek."
"Ta-tapi____" Sambungan telepon sudah terputus. Clara berdecak sebal, "Emang Rangga sialan."
***
Kita harus berjuang, untuk apa yang ingin kita dapatkan. Sama halnya tentang rasa. "Pokoknya, gue harus dapet izin dari Nenek Clara."
Sepanjang perjalanan menuju rumah Clara. Rangga merasa ada yang mengikutinya. Rangga memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah minimarket, untuk membeli beberapa barang. Terlihat mobil hitam yang Rangga curigai, mobil itu yang mengikutinya. "Ada yang gak beres nih," ujar Rangga, yang langsung menelpon ketiga temannya.
"Ada apa gerangan, wahai bapak Rangga?" tanya Gabriel di sebrang sana.
"Lo lagi sama Rafi, sama Agam kan?"
"Iya kenapa? Gue disini bareng Gabriel," jawab Rafi.
"Bagus. Sekarang Lo bertiga ke tempat yang gue udah share. Cepet! Gak pake lama. Ada yang ingin celakain gue."
" What's the matter?" Ah, pikiran dia sudah jauh melayang. Tapi dia rasa, bukan dia yang mereka incar. Tapi ...
Setelah mendapat telepon dari Rangga, Clara memutuskan untuk langsung melesat ke kamar mandi. Tapi sampai sekarang, yang ditunggu tak kunjung datang. "Tumben cantik, mau kemana kamu?" tanya Nenek.
"Emang biasanya, Clara gak cantik ya, Nek?"
Nenek duduk disamping Clara. "Cucu Nenek yang satu ini, kapan sih gak cantik? Emang nya Rangga mau ajak kau kemana?"
Duarr, apa Clara gak tau Neneknya cenayang? Kenapa Nenek bisa tau? "Aigo, kenapa Nenek tau? Nenek cenayang?" Yang ditanya hanya tertawa.
"Cucu Nenek sudah besar. Sudah tau mana yang baik, mana yang buruk. Sudah tau tentang cinta sekarang. Nenek hanya ingin kamu bahagia, Cla. Dari dulu, kamu harus menanggung kesedihan. Makanya, Nenek larang kamu.
"Nanti kalo Rangga kesini, kita cerita sama-sama. Beberapa hari lagi, kamu ulangtahun yang ke 17 kan? Sudah seharusnya kamu tau," ujar Nenek seraya menepuk pelan pundak Clara, dan meninggalkan sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Teen FictionBerawal dari sebuah cerita. Yang mulai bercampur dengan kisah yang semu. Bercerita dalam setiap upayanya. Namun, sulit menebak setiap rencana. Sebuah ikatan cinta, entah itu pacaran, komitmen, atau sebuah ikatan yang sudah pasti, sepasang suami istr...