Fenly berhasil memarkirkan motornya ke tepi jalan dengan gapura bercat kusam di sampingnya. Entah, alasan apa yang menggiringnya untuk datang ke tempat ini. Tempat peristirahatan terakhir seluruh umat. Tempat pemakaman umum.
Dengan amarah yang memuncak, Fenly terus saja menerobos jalan setapak pada makam tersebut dan berhenti pada satu nisan putih di sana. Angin semakin bertiup kencang dan awan hitam tercetak jelas di langit. Sepertinya akan turun hujan sore ini.
Fenly berlutut serta memandang nanar pada satu gundukan tanah yang sudah berumput dan terdapat sisa-sisa kelopak mawar yang mengering.
Macaronia Razaro
Fenly mendatangi makam Macaronia.
Dadanya masih naik turun, amarahnya bergemuruh di dalam hati. Tangannya sudah mengusap batu nisan milik Macaronia dengan pelan diiringi air mata yang meluncur satu per satu. Ia mengingat lagi masa lalunya. Perih dan tidak terlupa.
Siapa sangka kejadian dua bulan sebelum ini masih sangat membekas baginya? Ia rasa … pelukan terakhir itu masih terasa melekat hangat di tubuh Fenly.
Ini terakhir, Fen.
Masih ingat kalimat itu? Pesan terakhirnya? Macaronia sudah memberi tanda untuk Fenly saat ia menekan rasa sakit di perutnya. Cekeraman di pinggang Fenly juga menandakan Macaronia sudah hampir menyerah. Menyerah untuk hidupnya.
Dan sialnya, Fenly tidak menyadari itu.
Kenapa lo pergi dari gue secepet ini? Gue bahkan belom kasih tahu ke lo kalo gue mau jagain lo sepenuhnya lagi. Kenapa pergi duluan? Dan, dari dulu selama kita pacaran, lo selalu bahas ini. Lo selalu bahas tentang kehidupan setelah di dunia. Pemikiran lo yang itu yang bikin gue perlahan melepas lo, Oni. Fenly membatin sambil terus menangis, tidak memedulikan ada seseorang di samping makam Macaronia.
“Mbak, kenapa sih gue selalu dijadiin kelinci percobaannya Ayah? Runa nggak mau jadi aktris! Ibu juga, kenapa maksa Runa untuk terus makan nasi goreng? Runa … Runa …. Hiks … hiks ….” Suara perempuan terdengar menyedihkan di samping makam Macaronia.
Fenly menoleh lantas terkejut. Perempuan ini di sini? Bukannya tadi di taman dengan ….
Kenapa bisa Una di sini? Dia di makamnya siapa? Mbak? Runa siapa? Fenly terus saja membatin dengan banyak pertanyaan terputar di otaknya.
Masih berusaha menghapus air mata di pipi, Fenly beranjak dari makam Macaronia menuju makam sebelah yang dikunjungi Maroona. Iya, perempuan itu adalah Maroona. Fenly berjongkok di samping Maroona yang masih sesenggukan dengan tatapan kosong ke arah nisan kakaknya.
Sepertinya Maroona tidak sadar akan kehadiran laki-laki di sampingnya. Ia masih terus saja memperlihatkan pandangan kosong dengan air mata yang terus berjatuhan.
Maranatha Andini
Binti
Ammar Prasetya
Lahir : 17 Februari 2000
Wafat : 17 Desember 2019Fenly selesai membaca keterangan yang tertera pada nisan tersebut. Tanggalnya … mengapa persis sekali? Lahir dan wafatnya … apa ini semua kebetulan? Hanya saja tahun wafat yang membedakan. Maksudnya apa? Hampir setahun yang lalu?
Maroona bersuara. “Runa capek, Mbak, kalo harus lakuin apa yang Ayah dan Ibu suruh. Bukannya kurang ajar menolak keinginan mereka, tapi … gue sama lo itu beda! Mbak nggak bisa lakuin apa yang Runa bisa, begitupun sebaliknya!”
Menangis lagi. Bahkan terisak dan matanya memerah. Fenly yang melihatnya dari samping pun tidak tega. Akhirnya, Fenly sedikit tahu apa masalah yang dihadapi Maroona. Dan, makam ini adalah makam kakak kandung Maroona.
KAMU SEDANG MEMBACA
CdM 2: Ketik Ketuk Hati || UN1TY [SELESAI]
Fanfiction[30/30] - romansa; angst; drama Terpilih & masuk ke reading list 'Fanfiksi Unik, Beda Dari Yang Lain' oleh @WattpadFanficID bulan Februari 2021 ❝Tanpa disadari, kalian menghadapi masalah pelik yang sama, dengan orang yang 'nyaris' sama.❞ Masa lalu...