020| Hipertensi dan Penjelasan Lain

214 61 10
                                    

Angin sore bertiup lebih kencang, perkiraan nanti malam akan hujan deras. Suasana di sekitar makam semakin ramai mengingat hari ini hari Sabtu, di mana hari yang ditunggu banyak manusia. Hari untuk mengistirahatkan diri dari kepenatan.

Maroona mencekal lengan Lovanoga dengan erat sambil memasuki warung kaki lima seberang makam. Tensinya naik lagi, kepalanya sakit.

“Lo duduk dulu, Na,” tutur Lovanoga, ia mengusap puncak kepala adiknya dengan sayang. “Pak, saya ambil air mineralnya satu, ya.”

Tangannya dengan kuat membuka kemasan air mineral dan membantu Maroona minum. Perempuan itu meneguknya pelan sambil terus menekan pelipisnya.

“Adiknya lagi sakit, Mas?”

Suara pedagang kaki lima itu membuat Lovanoga mengangguk singkat. Setelahnya ia kembali menatap Maroona. Ia masih sedikit canggung namun ia merasa perlu membantu adik kandungnya kali ini.

“Lo bawa obat?”

“Ad-ada, Kak. Di tas aku, sshh, sakit banget, Kak..”

Lovanoga segera mencari obat dia tas Maroona dengan cepat, ia semakin panik kala Maroona kembali mengerang kesakitan karena kepalanya semakin berdenyut. Mulutnya sedikit ternganga setelah membaca obat di tangannya. Amlodipin* dan diuretik*. Obat ini sama seperti yang Mamanya konsumsi. Jadi, benar Maroona memang adik kandungnya? Atau ... sakitnya hanya kebetulan sama?

Maroona mulai merasakan sesak di dadanya, rasanya kepalanya juga ingin pecah. “Kak, sakit banget.. dada aku juga agak sesak—”

“Ke rumah sakit aja, ya, Na? Gue takut lo kenapa-kenapa—”

“Minum obat aja, Kak.”

Tanpa diperintah, Lovanoga membuka obat dan membantu Maroona minum dengan perlahan. Obat oral itu sukses ditelannya. Maroona kembali memeluk Lovanoga erat, dadanya masih sesak.

“Lo ke rumah sakit aja, ya? Gue takut terjadi apa-apa sama lo setelah ini.”

Salah satu orang pengunjung menyodorkan sebotol minyak kayu putih ke arah Lovanoga. “Mas, coba pakein ini dulu, biar nafas adiknya enakan.”

Lovanoga menerimanya. “Maroona, lo tahan sama bau minyak kayu putih nggak?”

“Tahan kok, Kak.”

Ia kembali mengeratkan pelukannya pada Lovanoga yang sibuk mengusapkan minyak kayu putih ke pelipis, leher, dan mendekatkan minyak itu pada bawah lubang hidung Maroona. “Gue panik banget lihat lo gini. Abis ini, kita ke rumah sakit, ya?”

“...”

Napasnya berangsur teratur, ia tersenyum simpul. Akhirnya ia merasakan kasih sayang dari seorang kakak lagi, apalagi ini kakak kandung laki-laki. “Makasih ya, Kak.”

Lovanoga mengangguk dan mencium puncak kepala Maroona. Ia merasakan lagi pelukan dari seorang adik. Adik kandung yang ia sayang, yang baru saja ia temui hari ini.

💙💜

Fenly bergerak gusar. Ia terus saja mondar-mandir di ruang tengah sambil terus mencoba menghubungi Maroona. Ia khawatir terjadi sesuatu pada perempuan itu, pasalnya dari tadi sore hingga malam—setelah siangnya Maroona bercerita lewat pesan bahwa ia memiliki kembaran lain—Maroona sulit dihubungi.

Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi

Suara operator lagi. Ini sudah kelima belas kalinya Fenly menghubungi Maroona melalui telepon manual. Ia benar-benar takut Maroona nekat mencari tahu sesuatu tentang kembarannya yaitu Macaronia.

CdM 2: Ketik Ketuk Hati || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang