016| Afsun nan Gata

216 56 9
                                    

(Sambil diputer yuk multimedianya, lagunya menenangkan. Selamat membaca dan mendengarkan lagu♡)

Bayangkan lautan biru
Tanpa pantai nan ayu
Bayangkan gelap gulita
Tanpa kehangatanmu

Hatiku tak menentu
Senandungkan lagu
Pandang matamu
Tutur katamu
Tanpanya waktuku hampa~

Alunan lagu dengan genre jazz bertajuk 'Waktuku Hampa' terdengar merdu oleh kedua pasang telinga dua sejoli yang sedang duduk berhadapan di sebuah kafetaria.

“Wajah lo masih sama ya, ternyata?”

Fenly menatap perempuan di depannya dengan senyum merekah di bibirnya. Ia merasakan kehadirannya lagi, kehadiran Macaronia. Ia berbicara lagi, “... manis dan nggak terlupa—”

“—FENLY! LO NGELAMUN?!”

Sial! Apa saja omong kosong yang diucapkan Fenly tadi? Ia mengerjap dan menatap perempuan di depannya dengan kikuk. Fenly meraih minuman di meja dan menyesapnya gusar.

So-sorry! Gue keinget ....” Fenly menghentikan ucapannya lalu menatap perempuan di depannya lagi, hampir saja keceplosan.

“Siapa?”

“Bukan siapa-siapa,” Fenly menggeleng dan melirik sekilas ponselnya, wallpaper itu ... Macaronia dan lollipopnya. Sama-sama manis.

“Oh iya, ini,” dia menyodorkan sebuah jaket ke arah Fenly, “makasih yaa, Ovel, udah pinjemin jaket ini ke gue pas kemarin.”

Untuk pertama kalinya, suara Maroona melembut di hadapan Fenly. Tidak lupa, senyum tipis juga dipasangnya.

Iya, Maroona bertemu dengan Fenly. Kemarin, di hari mini konser itu, Maroona sengaja membeli tiket konser meski harus bergulat dengan perasaannya. Ia masih takut soal hal yang berkaitan dengan 'konser'.

“Gue yang makasih. Makasih karena udah mau nonton mini konser gue sama temen-temen gue. Lo—”

“Gue sebenernya nggak nonton lo dan temen-temen lo, gue cuma temenin Prisma,” jawabnya santai, Fenly mengernyit. Maroona melanjutkan lagi penjelasannya, “iya, Prisma itu sahabat gue, dia kayaknya suka nontonin lo dan temen-temen lo itu, deh. Dan kemarin itu ... gue cuma dengerin kalian nyanyi doang dari jauh, gue ... masih nggak bisa gabung ke kerumunan, kebayang soal Mbak Rana soalnya.”

“Nggak apa-apa, Una. Gue ngertiin kok.”

Selanjutnya, hening menyelimuti. Di kafe ini, Maroona melanjutkan mengetik cerita dan Fenly terus menatap Maroona dengan pandangan kosong. Maroona ... mirip dengan Macaronia. Dan Maroona juga memiliki kembaran, betapa kebetulan mengoyak perasaan Fenly saat ini.

Maroona meraih sekotak susu full cream dan menyesapnya dengan perlahan.

“Eh! Lo kok minum susu?!” cegah Fenly refleks.

Kerutan dahi Maroona tercetak setelah Fenly berucap, “hah? Kenapa emangnya?”

Bodoh. Fenly melamun lagi. Ia kepikiran Macaronia yang tidak bisa meminum susu. Dan, ia kira Maroona—yang ada di hadapannya—adalah Macaronia.

Nope, lupain aja.”

Maroona bergumam, “dasar aneh!”

Fenly kikuk dan kembali menatap layar ponselnya. Ia menatap lekat-lekat Maroona dan Macaronia—di wallpaper ponsel—secara bergantian. Sungguh tidak bisa dipungkiri, sangat mirip sekali. Ia menaruh curiga bahwa mereka sebenarnya anak kembar. Namun, jika dilihat dari orang tua, jelas sekali orang tua mereka berbeda.

CdM 2: Ketik Ketuk Hati || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang