008| Memori dari Si Mirip.

258 62 11
                                    

Seorang laki-laki sudah mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku-buku jemarinya memutih. Perasaan apa lagi ini? Marah atau kecewa? Harusnya peristiwa itu tidak ia lihat tadi. Bangku taman, rumput hijau terhampar luas, dan matahari terbenam. Itu semua mengingatkan dia pada kenangan manisnya.

“Kenapa rasa ini dateng lagi, sih?” rutuknya pelan sambil menangkupkan kedua tangannya di wajah.

Lalu, dengan kasar ia meraih ponselnya. “Lo selalu bikin gue kepikiran terus. Kenapa bisa?”

Ternyata, laki-laki ini membuka layar ponselnya dengan tampilan wallpaper perempuan itu. Oh bukan, perempuan yang mirip dengan perempuan yang sedang bersama Zweitson di taman—Macaronia. Bukan, mungkin sebaliknya. Maroona yang mirip dengan Macaronia.

Ketukan pintu di kamarnya tidak ia gubris. Sejak pulang tadi sore, ia langsung masuk ke kamar dengan hentakan kaki dan wajah tidak bersahabat. Ia marah dan … kecewa.

Gila! Bisa seakrab tadi? Sama gue aja lama banget. Yang dulu juga gue susah akrab, sama yang ini juga susah akrab. Batinnya sambil mengacak rambut frustrasi.

Tok tok tok

Siapa lagi yang mau mengganggu acara marah-marahnya kali ini?

“Fen, lo kenapa sih tiba-tiba langsung masuk kamar gitu sambil marah-marah? Lo kalo ada masalah bisa cerita ke gue,” ujar laki-laki dari luar kamar. Fenly bergeming, hatinya perih melihat peristiwa tadi di taman.

Akrab banget … gue nggak terima, Una… lo kenapa bisa gitu ke Soni sedangkan ke gue … kenapa lo selalu ketus kalo sama gue, bahkan setelah kita ketemuan. Fenly membatin, matanya berkaca-kaca menahan air mata.

Tok tok tok

“Fenly! Lo kenapa? Bisa kan cerita ke gue?” Suara laki-laki tadi kembali terdengar sambil terus mengetuk pintu kamar Fenly-Zweitson.

Embusan napas Fenly terdengar panjang. “Gue nggak kenapa-kenapa, lo balik kamar aja, Fik.”

“Cerita aja ke gue, apa yang terjadi. Bisa kan?” tanya Fiki memastikan lagi.

Laki-laki di samping Fiki menyahut. “Buruan cerita ke Mamah Dedeh sini, Nak!”

Dapat ditebak, itu suara Shandy. Di situasi seperti ini masih sempat melawak? Fiki menyikut perut Shandy. “Yang bener ah! Serius dikit!”

Fenly menetralkan tenggorokannya dengan dehaman. “Kalian berdua balik kamar aja, gue nggak kenapa-kenapa. Sana istirahat, nanti malem latihan non-stop.”

Oke. Ini sedikit gawat. Fenly, dengan suara ketus dan dingin—tidak lupa ucapan tanpa jedanya itu dapat membuat Fiki dan Shandy kicep. Akhirnya, mereka kembali ke kamar atas dengan perasaan mengganjal. Fenly pemarah, tapi mereka tidak pernah melihat Fenly semarah itu tadi, pulang ke rumah dengan wajah memerah menahan amarah yang sepertinya sudah memuncak.

Pikiran Fenly terbang ke masa lalunya.

Dua setengah tahun yang lalu ….

Perempuan di samping Fenly masih tersenyum senang menatap permen lollipop warna-warni berbentuk hati di tangannya. Senyum manis milik perempuan ini selalu menjadi salah satu hal favorit bagi Fenly.

“Macaronia Razaro. Manis, kayak macaron. Si penyuka permen lollipop, tapi nggak suka makan macaron, padahal namanya Macaronia,” ucap Fenly sambil menatap manik mata Macaronia sangat dalam, perempuan itu tersipu dan menepuk pipi Fenly pelan.

Macaronia terkekeh. “Apaan sih, Fen. Geli banget dengernya. Aku tuh nggak suka makanan manis kecuali lollipop.”

Fenly mengusap dahi Macaronia pelan. “Namanya ganti dong kalo gitu. Hai, Loli!” sindirnya sambil menggigit satu buah macaron di tangannya.

CdM 2: Ketik Ketuk Hati || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang