017| Menemukan Sesuatu

196 53 6
                                    

Setelah bertemu dengan Fenly di kafetaria tadi malam, Maroona langsung pulang dan segera membersihkan diri. Pikirannya mulai bercabang. Sebenarnya, Fenly itu kenal dengan Fiki? Lalu, siapa orang yang bernama Oni itu?

“Gue curiga dia bener-bener doppelgänger* gue. Eh tapi masa iya kembaran gue ada di negara yang sama? Kata orang-orang kan kita punya kembaran sampe 7 di berbagai belahan dunia..”

Maroona merebahkan dirinya di kasur setelah mandi, rambut sebahunya masih basah karena habis keramas.

Perubahan ekspresi Maroona berganti lagi, ia mengangkat sudut bibirnya. Dia bisa tersenyum seperti ini? Karena siapa?

“Tapi.. ucapan Ovel tadi .... Oh my Gosh! Kenapa gue jadi mikirin dia? Jangan gila, Unaaa!”

Awalnya, Maroona berpikir jika Fenly adalah sosok pengganggu yang hanya bisa merusuh kehidupannya. Ternyata, laki-laki itu dapat membuat mood-nya naik saat ini juga.

Tling!

Pesan masuk di ponsel Maroona. Perasaannya tidak enak, mood-nya tiba-tiba turun lagi. Ini pasti dari ....

Kang Ngedit

|Na, janlup cari foto masa kecil lo
|Biar cerita lo yg ini lebih nge-feel
|Lo udah cari foto bayi lo, kan??

“Sumpah! Lo bikin mood gue berantakan, Zra! Bisa nggak sih sekali ini aja jadi atasan nggak usah sok!”

Ya, yang mengirim pesan adalah pihak editor. Umurnya setara dengan Maroona dan dia laki-laki, Ezra namanya.

Dengan malas, Maroona bangkit dari tidurannya dan bergerak menuju gudang. Di ruang tengah, ia lagi dan lagi melihat kedua orang tuanya terus sibuk dengan kerjaan masing-masing.

“Ayah, Ibu.. kalian nggak istirahat? Ini udah malem.”

Begini-begini juga Maroona tetap mengkhawatirkan soal kesehatan orang tuanya. Keduanya menoleh dan tersenyum singkat.

“Kamu sendiri kenapa nggak istirahat? Mau ke gudang? Ngapain?” tanya Ammar, sang Ayah.

Ranti—Ibu dari Maroona—menimpali, “kamu mau cari gitar lama Kakak? Kamu mau jadi penyanyi, Nak?”

Maroona mendengkus kesal. Mengapa jadi melenceng ke sana lagi? Soal Maranatha lagi? Ia tidak peduli dan berjalan ke arah ruang gudang dengan gontai.

“Mbak Rana lagi kan ujung-ujungnya? Kapan gue nggak disamain lagi sama lo, Mbak?” Maroona menggumam sambil menahan sesak di dadanya, ia menahan tangis.

Tangannya sudah memegang gagang pintu gudang. Sejujurnya ia takut ke gudang pada malam hari, karena gelap dan ... kata orang-orang gudang itu sarangnya makhluk halus.

Dengan tekad yang bulat dan keberanian tinggi, ia membuka gudang pelan-pelan dan menyalakan lampu. Beruntung lampu gudang masih berfungsi. Sesekali Maroona batuk karena debu di gudang cukup mengganggu pernapasannya.

“Kalo nggak demi novel gue dan lo, Zra, gue nggak bakal mau ubag-ubeg gudang kayak gini—uhuk uhuk!”

Langkahnya terhenti pada satu tempat, di sudut ruangan. Di sebelah lemari susun, terdapat kardus kubus besar. Ia mengambil barang yang ada paling terluar di sana.

CdM 2: Ketik Ketuk Hati || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang