A K H I R A N

233 58 5
                                    

Hidup itu memang lucu, kadang ada badutnya yang lagi main atraksi, kadang juga ada alat-alat sirkus yang bakal berjatuhan dari boksnya. Layaknya kedua sejoli yang satu ini nih, kalau bukan karena angkot yang mereka tumpangi waktu itu mungkin saja mereka tidak dipersatukan sejauh ini.

Maroona kembali memfokuskan pandangannya pada layar besar di meja. Sudah 3 hari ia mengebut untuk merevisi bagian-bagian terakhir dari ceritanya. Sebentar lagi juga ia akan menerbitkan bukunya. Pantas saja waktu itu pihak editor—Ezra—terus saja mengusik Maroona agar mengirimkan foto bayi masa kecil Maroona, rupanya untuk profil penulis.

“Unaaa, udahan dong ngetiknya. Nggak pusing?”

Fenly datang dari dapur dan membawakan jus bit merah untuk Maroona. Dari artikel yang Fenly baca, buah bit dapat menurunkan tekanan darah.

“Pusing.. banget. Makanya pijitin kepala gue dong,” sahutnya sedikit sewot. Maroona kembali mengetikkan sesuatu di laptop dan sesekali meringis karena gejalanya datang lagi.

“Tuh kan, udah dong, istirahat dulu. Kalo pusing dan dipaksain buat revisi nanti lo malah muntah.” Fenly memaksa Maroona untuk bersandar pada sofa ruang tengah dengan perlahan.

Mata Maroona menyipit saat menatap Fenly. “Dari mana lo tahu soal itu?”

Blue light* itu jahat banget, selain bisa bikin mata sakit juga bisa bikin pusing, ntar ... ujung-ujungnya apa? Mual, kan?”

Maroona berdecak, “tapi ini nanggung banget, Fenly. Ezra tuh udah nagih-nagih ini dari jaman batu. Bisa-bisa gue kena semprot dia kalo telat kirim!”

Fenly mendekap Maroona lembut, mengusap kepalanya dengan sayang. “Udah ya, berhenti aja sebentar. Lo kalo mulai nggak enak badan malah gue yang ngerasa sakit.”

“Kenapa gitu?” Rasa penasaran Maroona makin membuncah ketika Fenly malah semakin mengeratkan peluknya terhadap Maroona.

“Gue tuh punya rasa yang kuat kalo lo lagi kenapa-kenapa. Lo istirahat dulu yaa, bentar aja. Nanti kalo udah mendingan, lo boleh balik revisian naskah. Oke?”

Maroona tidak basa-basi lagi, ia mengangguk dan mengeratkan peluknya pada Fenly. Baru kali ini ia merasa bahwa ada laki-laki yang dapat memberinya kenyamanan yang tulus seperti ini. Hanya Fenly yang bisa pokoknya.

“Nghh.. wait, Fen,” ucap Maroona singkat seraya memberi tolakan saat Fenly berusaha mengeratkan peluknya lagi, kenapa?

What's going on?”

Maroona tidak menjawab dan kembali mengetik sesuatu di laptopnya. Maroona memang keras kepala dan sulit diberi tahu. Matanya dengan teliti membaca dan merevisi beberapa kata dalam lembar kerjanya.

Fenly mendengkus, tangannya menahan gerakan mengetik Maroona. “Jangan workaholic, sayang.”

Maroona menepis tangan Fenly pelan dan kembali melanjutkan aktivitas mengetiknya. “Nggak ada waktu lagi, Fenly. Lagian gue juga nggak kenapa-kenapa, kok.”

Maroona itu pandai berbohong. Padahal dari tadi ia berusaha menahan rasa mualnya kuat-kuat karena pusing yang menyerang beberapa menit lalu. Dan Fenly merasakan jika Maroona menutupi itu.

“Nggak kenapa-kenapa gimana? Lo aja keringet dingin gini, emang AC ruang tengah lagi error?” sindir Fenly, ia mengarahkan matanya pada pendingin ruangan yang terletak di ujung dinding, tepatnya di atas televisi.

Sedari tadi juga Maroona membagi fokusnya jadi dua, antara mengetik dan menahan gejolak di perutnya. “Nggak tahu, iya kali lagi error.”

“Stop dulu, Una. Ini loh keringet lo,” pinta Fenly, ia menyeka peluh di pelipis dan tulang hidung Maroona. Perempuan itu tetap menggeleng.

CdM 2: Ketik Ketuk Hati || UN1TY [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang