Rencana Kedua

564 75 3
                                    

Ini tahun ke-4 aku tak bertemu dengan Sana setelah kejadian itu. Aku melanjutkan pendidikanku di luar negeri. Sana pun juga telah berlanjut kuliah di universitas dalam kota. Selama ini pula banyak hal terjadi antara aku dan dia. Banyak juga kejadian yang menimpaku sehingga aku semakin banyak belajar dari pengalaman.

Kita masih saling mengirim pesan tetapi itu jarang sekali. Bisa saja aku mengirim email bulan ke-1 Sana akan membalasnya bulan ke-3. Ya aku paham kesibukan ini semakin merenggangkan hubungan ini.

Aku sempat berpikir apakah Sana masih mencintaiku? Atau pernah menyukaiku? Atau tidak sama sekali?

Sebenarnya jika aku menginginkan sesuatu momen yang bagus untuk mengungkapkan perasaan memang tak salah. Tapi sebagian hal tak penting itu malah menghambat jalan cerita indah. Aku yang ingin mengungkapkan rasa pada waktu malam itu malah tak jadi karena hujan yang tak diinginkan. Coba saja aku tetap melanjutkan hal itu; seperti mengatakan bahwa aku mencintaimu ketika hujan menurutku itu juga bagus.

Aku telah banyak belajar. Kini saatnya aku beraksi. Sana aku pulang.
.
.
.









  Tok tok tok

Terdengar suara langkah manusia menuju pintu depan yang sedang kuketuk. Aku berharap Sana yang membukakan.

"Ya? Cari siapa?" Suara itu terdengar merdu di telingaku. Suara yang beberapa bulan lalu hanya kudengar lewat telepon kini telah kudengar langsung.

"Hai" Sapa ku kikuk. Aku tidak tau harus bersalam apa.

"Tzuyu??? Chou Tzuyu???"

"Sana?? Minatozaki Sana??" Aku membalas ucapannya dengan hal yang sama.

"Ayo masuk"

Aku mengikutinya dari belakang. Jika tak kenal rasa malu mungkin aku memeluknya, duh rinduku rasanya akan meledak. Seperti gunung api yang telah mengeluarkan lahar panas siap menyeburkan ke penjuru dunia. Memberikan kesengsaraan lalu menyejahterakan dengan memberi kesuburan.

"Sendirian aja kamu?" Tanyaku, mataku mengamati sekeliling.

"Iya, ayah sama ibu lagi pulang ke Jepang"

"Ah..."

"Mau minum apa?"

"Air putih saja tak masalah.. hehe"

"Ternyata kau tidak berubah ya."

"Ha?"

"Tetap Chou Tzuyu yang suka dengan air putih seperti dulu"

"Ya tidak ada yang berubah dariku seperti rasa sukaku terhadapmu"
.
.
.

Obrolan basi-basi telah aku dan Sana bicarakan. Aku dan Sana telah berada di taman sebelah rumahnya. Aku telah mendapatkan poin penting dalam pembahasan ini. Sana masih single!.

"Tzuyu.."

"Hm..?" Tumben sekali Sana memanggilku, aduh hatiku menjadi makin tak sabar memilikinya.

"Ya.. ada apa Minatozaki Sana, apa yang bisa saya bantu??"

"Gpp, cuman mau tanya?"

"Berapa soalnya?"

"Eh dikira ujian apa gimana?"

"Dapat nilai gak??"

"Apa sih kamu Tzu.. "

"Aku bisa kok mempelajarimu tapi aku takut"

"Takut apa?"

"Gak lulus-lulus, katanya mempelajari wanita itu rumitnya serumit belajar bumi bulan matahari dan segala isinya"

"Gak gitu juga konsepnya"

"Yaudah mau nanya apa, jangan sulit-sulitnya belum belajar aku"

"Tumben kamu pake baju warna merah?" Aku langsung melihat bajuku apa ada yang salah?

Aku sedikit berpikir mencoba memikirkan kata-kata yang pas.

"Ehmm... dari buku yang pernah kubaca penggunaan warna merah punya makna tersendiri bagi Bangsa Vietnam, warna merah disimbolkan sebagai keberuntungan, warna merah juga dianggap warna beruntung karena setan dan roh-roh jahat dari cerita legenda takut terhadap warna merah. Jadi aku pengen memiliki keberuntungan hari ini."

"Keberuntungan?"

"Ya.." Aku harus segera mengucapkan kata ini, ayo Chou! Ayo! Aku menyemangati diri sendiri.

"Sana.. "

Dia tidak menjawab hanya wajahnya melihat ku.

"Kenapa gak punya pacar sampai sekarang?"

"Gak ada yang cocok"

"Seandainya hari ini yang cocok datang kamu mau?"

"Mau lah.."

"Aku iri sama yang lain, he he "

"Kamu inget kejadian empat tahun yang lalu waktu kita makan malam di tempat itu?"

"Inget lah, tapi sayangnya berujung hujan" Aku sempat terdiam, apakah dia mengetahui rencana ku? Tetapi gagal karena aku tidak jadi mengatakannya? Apakah dia benar-benar menyukaiku? Aku telah menunda hal ini selama empat tahun. Aku tak tahan lagi!
.
.
.






"Sana.. apa kamu tau bahwa aku menyukaimu?"

"Aku tau Tzuyu.. "

"Bagaimana kau tau?"

"Perkataanmu, perbuatanmu, segala tentang mu aku tau kalau kau menyukaiku dan aku suka. "

"Be-benarkah?" Aku tak percaya hal ini!!

"Hmm.. dan mungkin keberuntungan juga akan datang padaku hari ini"

"Ja-jadi... mau kah kau menjadi pacarku??"

"HAH........... akhirnya......

aku menunggu kata-kata itu selama ini" Sana menangis.

Kenapa aku bodoh!!!!

"Hey... jangan menangis, aku butuh jawabanmu bukan tangisan mu, tetapi selama itu tangisan bahagia aku akan selalu berusaha untuk kau terus menangis . . "

"Aku mau Tzuyu, Aku mau menjadi pacarmuuu... sekalian hari ini kamu melamarku aku akan menerimamu... "

"Baiklah!! Mari menikah ~ " ucapku.

"Aku tau kejadian itu, setelah kamu berhenti bernyanyi kamu ingin mengatakan sesuatu bukan? Tetapi tidak jadi karena hujan? Aku menunggu kata itu Tzu.. kata bahwa kau menyukai ku, sekalipun waktu itu kau berlanjut dan turun hujan menurutku itu tak masalah, wanita akan selalu senang dan bahagia sang pujaan hati mengungkapkan rasa sekalian hal semacam itu kau katakan ketika menguap, makan, mengupil, mencuci pakaian, aku pasti senang Tzu.. "

"Maafkan aku... Aku ingin mengingatkan kejadian indah di hal yang indah pula, tetapi aku salah aku malah membuatmu menunggu"

"Lupakan masa itu Tzu.. "

.
.
.

" I love you Sana..."

" I Love You too Tzuyu.."


END.

TWICE ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang