“Ini ada kotak warna merah terang, gede lagi. Bentar ya aku buka bungkusnya.”
Ivy melirik sekilas pada layar laptop sebelum tangannya cekatan membuka bungkus kado. Sesekali dia menjatuhkan maniknya pada lensa laptop, memasang wajah dengan kening berkerut.
“Kenapa gitu? Emang apa isinya?” Di sebrang sana Yudha terus mendesak, sambil sesekali mengunyah makanannya.
“Rahasia,” ucap Ivy datar.
“Ha? Kok main rahasian. Itu apaan?” Mengendikkan bahu, gadis itu lalu berbalik badan bersiap mengambil kotak hadiah lainnya.
“Sayaaang, awas ya kalo aku udah di Jakarta. Gak bakal aku ampunin kamu.”
Ivy tertawa pelan, berbalik lalu menatap wajah suaminya di layar 14 inci tersebut. “Gak takut, wleee.”
Di sana Yudha menenggak habis isi air putih di botol. Memajukan wajah di, dia lantas berbisik. “Yaudah, pesenannya Bita gak bakal aku beliin.”
Ivy sontak saja protes tak terima. Hey, “Aku udha janji ama Bita loh kalo kamu bakal bawain .”
Yudha tertawa kencang. “Yakan aku gak janji sama kamu.”
“Kamu curang, Mas.” Kali ini Ivy menekuk bibirnya ke atas. Melipat kedua tangan di dada.
“Yaudah iya, aku bakalan janji tapi kamu tunjukin ya itu tadi kotak isinya apa, dari siapa.”
“Iya, aku tunjukin. Kamu janji ya mau beliin Hallyu Marchendisenya.”
Pria yang sibuk mengancingkan kerah lengannya tertawa seraya mengangguk kecil. “Aku janji, Sayang.”
“Ini.” Ivy mengangkat sebuah kotak ke depan wajah. Yudha mengeryit, bertanya-tanya pada istrinya. “Coba Mas baca tulisan dikotaknya.”
“Tulisannya gak keliatan, Sayang.”
Eh, Ivy tersenyum kikuk. Lalu mendekatkan kotak ke lensa kamera. “Udah tau dari siapa?”
“Dari Dana?”
Ivy mengangguk lalu meletakkan kotak coklat tersebut di lantai. “Ada suratnya.” Gadis itu mengibaskan secarik kertas ke arah Yudha. “Aku bacain, ya. Ekhem.”
“Dari orang ganteng, buat pengantin baru. Gue yakin pasti Ivy yang bakalan buka kotak ini. Tapi... lo bakal bisulan kalo buka kotaknya. Karena kotak ini itu buat Yudha. Ini rahasia cowok, lo gak boleh tau, Vy. Oke. Oiya, gue pesen ponakan cewek yang cantik yaa.”
Di layar laptop, Yudha tertawa terpingkal-pingkal. Ya Tuhan, seperti itu kah cara para lelaki melempar candaan. Oh, ini memalukan. Bisa-bisanya Kak Dana memesana satu ponakan cewek. Sungguh Ivy sangat malu sekarang.
“Sayang, kok diem? Awas aja nanti aku bales tuh Dana udah bikin Ivynya Yudha malu.” Dia tertawa lagi. “Tapi aku suka pesenan dari dia.”
“Sama aja kamu, Mas.”
“Eh, beda ya. Aku kan yang paling sayang sama kamu.” Dan suasana mendadak hening, Ivy guvup sekali.
“Tapi aku serius, kamu mau anak pertama kita cewek apa cowok?”
Ivy tersenyum, menggigit bibir bawah seraya memejamkan matanya. Pertanyaan apa itu, Ya Tuhan. “Kamu pulang dulu, baru bahas itu.”
“Iya, lusa aku pulang. Abis itu kita konsultasi ke dokter, minta tips biar babynya cewek tuh gimana.”
Ivy menelungkupkan wajah di meja. Menghiraukan kata-kata jahil yang Yudha lontarkan. “Ih, udah ah. Emang kamu gak kerja?”
“Ini aku lagi kerja sayang, cuma pertemuannya emang jam sepuluh. Di ballroom hotel. Jadi santai aja.”
“Lima nelas menit lagi jam sepuluh kan di Korea?” Yudha mengangguk tersenyum. “Dasi kamu terlalu miring ke kanan, Mas.”
“Makasih.” Dia lalu membenarkan dasi hitamnya. Menatap lurus pada Ivy. “Aku kangen sama kamu, Vy.”
“Aku juga, Mas.”
Pria di sebrang sana sibuk memakai jas kerjanya. Mengucap beberapa kata, lalu panggilan diakhiri, sambungan skype terputus.
Ivy menatap tumpukan kotak hadiah yang masih lengkap dengan bungkusnya. Sudah tujuh hari pasca pernikahan kemarin. Dan Yudha hanya mengahabiskan tiga hari bersama Ivy, sisanya Yudha berada di Korea. Ada perjalanan bisnis mendadak karena investor dari negeri gingseng itu mendadak berhalangan untuk datang ke Jakarta.
Seharusnya Ivy ikut saja, kata Bita sekalian bulan madu. Ivy setuju, tapi Yudha menolak. Katanya udara di Korea lagi dingin-dinginnya saat ini, mengingat sekarang bulan November. Yudha khawatir dengan kesehatannya. Dia pun tak bisa mengelak.
Ivy meraih sebuah kotak biru langit. Mungkin satu kotak lagi sebelum ia bergegas sarapan. Kotak tanpa kertas kado, hanya dibalut pita putih. Ketika dibuka, ternyata souvenir. Sepasang patung kecil pengantin, satu bunga krital, dan selembar kertas di dasar kotak.
Kamu suka bunga kristalnya, Vy?
Aku harap warna favorit kamu masih sama kaya dulu. Biru.
Nama bunganya Forget Me Not. Seperti makna bunganya, aku harap kamu juga gak akan ngelupain aku terlalu lama.Ini dari siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
RomanceDulu sekali Fandi ditinggal gadis tercintanya karena sebuah hutang. Ketika dewasa dia ditinggal menikah oleh calon istrinya-perempuan yang sama-karena sebuah kecelakaan. Sialnya, kali ini dia tak berdaya saat si keparat Yudha mempersunting wanitanya...