Oria berkemeja biru tua dengan jas putih di tangan kirinya berjalan menyusuri lorong apartemen. Suara ketukan pantofel pria itu menggema di sepanjang lorong. Ia berdecak malas melihat wanita berbalut pakaian kantor dan rok selutut berdiri di depan pintu apartemen miliknya.
Tiana, wanita itu tersenyum kala melihat wajah orang yang ditunggu. Meski mata pria itu berkantung dengan lingkaran hitam yang terlihat jelas. Bagi Tiana, wajah itu tetap terlihat menawan.
"Hai, baru pulang ya?" sapa Tiana lalu melempar tersenyum.
Pria tadi bergeming, menatap datar wanita di hadapannya tanpa berniat melempar jawaban pada Tiana. Manik soft greynya melirik sekilas mangkuk yang dibawa Tiana.
"Ini salad buah kesukaan kamu, sarapan?"
"Aku letih. Saat ini aku hanya ingin beristirahat, bukan sarapan."
Ia melangkah, memencet kombinasi tombol password apartemen miliknya lalu membuka pintu. Pergerakan tangannya berhenti, saat kulitnya bersentuhan dengan tangan hangat Tiana—lantaran kemejanya ia tekuk hingga ke siku.
"Setidaknya bawalah mangkuk ini masuk. Kamu bisa memakannya setelah kamu istirahat," bujuk Tiana.
Pria itu berbalik, melepaskan genggaman Tiana. "Simpan itu di lemari es mu. Lebih baik, jangan menghabiskan waktu untuk pria sepertiku. Cari saja pria yang bisa menghargaimu."
Tiana memandang lekat punggung Fandi yang hilang di balik pintu. "Fandi, aku tak akan pernah mencari pria lain."
"Hei, Ruri."
"Seperti biasa tolong berikan ini pada Fandi nanti, Ya." Tiana menyodorkan mangkuk yang ia bawa pada gadis muda bersetelan kuning yang baru saja melintasinya.
"Siap Mbak."
"Makasih. Kalo gitu saya duluan." Tiana melempar senyum sebelum akhirnya berjalan tergesa meninggalkan lorong itu.
."Tiana tolong atur semuanya. Suruh Pak Roni untuk mewakilkan saya jika ada pertemuan dengan klien atau rapat devisi dadakan. Dokumen sudah saya tandatangani, semuanya ada di meja saya."
Ada apa dengan CEO tampan itu?batin Tiana heran.
Sudah seminggu ini bossnya jarang di kantor. Pria muda itu hanya ke sini jika ada dokumen yang harus ditandatangani. Dulu, dia sangat disiplin dan gila kerja. Tak pernah absen di satu rapat apa pun, apalagi meninggalakan jadwal pertemuan dengan seorang klien.
Ah, bukan urusanku.
Tiana menggeleng kecil memutus pandangan pada punggung bossnya yang baru saja memasuki lift.
Sementara itu Agian berlari memutari kap mobil, masuk ke dalam dan bergegas memutar kunci. Namun, pergerakannya terhenti karena sebuah cengkraman di lengan kirinya.
"Tunggu, Gian. Lebih baik kamu kerja aja. Aku bisa pesan Go-jek atau grab untuk mengantar-"
"Gak, perlu. Aku bisa mengantarmu di hari pertamamu kerja." Ia kembali menstater mobil dan mulai menjalankan audi hitamnya.
"Tapi, kamu udah bolos kerja seminggu Gian," sergah Ivy.
"Perlu aku ingatkan, kalau aku adalah CEO di sana. Aku bebas melakukan apa pun. Jadi tolong, Nona Vidya hanya perlu duduk diam dan nikmati perjalanannya."
Ivy melepas cengkraman pada tangan Agian dan membuang muka ke jendela mobil. Gadis itu memilih menurut saat ini.
Setelah sebulan lamanya ia hanya tiduran di apartemen, akhirnya ia bekerja juga. Jika saja bukan karena Agian, mungkin hari ini ia masih jadi pengangguran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
RomanceDulu sekali Fandi ditinggal gadis tercintanya karena sebuah hutang. Ketika dewasa dia ditinggal menikah oleh calon istrinya-perempuan yang sama-karena sebuah kecelakaan. Sialnya, kali ini dia tak berdaya saat si keparat Yudha mempersunting wanitanya...