FMN - 3. Drama Pertemuan

332 45 0
                                    

"Tuhan memiliki rencana baik, sekalipun kita bertemu orang yang salah."
•-•

"Jangan pernah melawan kalo mau selamat." Pemuda itu mengancam disaat ia merasa kewalahan dengan perlawanan Ivy yang berusaha lepas dari dekapannya.

"Lebih baik aku mati," sergah Ivy.

Dia tak bisa berbuat apa pun saat tiba-tiba tangan pemuda itu berpindah menjalari tubuh bagian belakangnya. Ivy tak pernah merasa sehina ini. Dadanya sesak, setitik air yang sedari tadi ditahan keluar begitu saja. Punggungnya bergetar.

"Kenapa harus aku?" lirih Ivy disela isakan kecilnya.

Pertahanannya runtuh, Ivy menghentikan perlawanan. Dan perlahan, pelukan orang asing itu pun mulai mengendur. Ivy langsung ambil kesempatan, ia berjinjit menggigit leher si pemuda, berharap bisa memberi reaksi sama seperti sebelumnya.

"Ish...," erangnya tertahan. "Sialan! Lo, mancing, ya. Liat apa yang bisa gue lakuin biar lo hamil."

Alih-alih mendorong, dia malah semakin memeluk Ivy erat berupaya menghentikan aksi berontak gadis tersebut. Dua tangannya meraba-raba tubuh Ivy sambil terus berusaha mencicipi bibir ranum gadis itu.

"Akh!" Ivy didorong kasar ke kasur.

Laki-laki brengsek itu menyeringai, ia melangkah mendekat pada Ivy. "Habis lo malam ini!"

Air mata sontak saja mengalir deras melewati pipi. Ivy lemas, ia hampir putus asa. Pemuda itu bahkan sudah memerangkap Ivy di bawah tubuhnya. Dia terus saja memaksakan ciuman, sementara Ivy menghindar, melengoskan wajahnya ke samping.

Bibirnya terus memekik, "Pergi! Pergi!"

Mendorong dada orang itu pun tak ada efeknya. Dia seperti batu yang tak bisa bergeser, Ivy tak berdaya apa pun melawan laki-laki itu.

"DIAM!" Pemuda berambut ikal itu menekan kedua pipi Ivy dengan tangan kanannya.

"Nikmati malam ini sayang."

Saat pemuda brengsek tersebut hampir saja menodai bibirnya. Ivy langsung menendang kuat resleting celananya.

"Anj*ng!" Dia ambruk ke sisi Ivy. Mengerang kesakitan di atas kasur. "Aaargh."

Ivy sigap bangkit, berlari kencang ke sisi pintu dengan tangan yang terus mengaduk isi tas selempangnya. Sesekali dia mengusap mata yang memburamkan penglihatan Ivy.

"Awas aja kalo tertangkap. Gak akan gue ampuni lo!" murka si pemuda sambil meringis kesakitan sambil berusaha bangkit.

Di dekat pintu, Ivy masih berupaya membuka kunci sambil terus menoleh. Berulang kali tangan bergetarnya meleset memasukkan benda kecil bergerigi itu.

Ceklek

Alhamdulillah!

Ivy cepat-cepat menutup pintu, menguncinya dari luar. Berharap dia tidak bisa mengejar. Ia berlari menuju lift lalu masuk ke dalam. Terduduk di lantai yang dingin, Ivy menatap nanar bayangan dirinya di dinding lift.

Penglihatan Ivy kembali memburam. Bahu mungilnya bergetar. Rasa takut, cemas, sedih bercampur jadi satu. Isak tangis mulai terdengar memenuhi lift itu.

Ia memeluk lutut, menenggelamkan wajah di sana. Menumpahkan seluruh air matanya, merutuki semua kejadian yang ia alami. Kenapa harus dia yang merasakan hal ini? Dan kenapa harus insiden hina itu yang menimpanya?

Ivy membuang napas berat. Mengenyahkan beribu pertanyaan dan keluh kesah dalam pikiran. Ia jelas tahu, masalah tak akan bisa selesai hanya dengan menangis.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang