FMN - 2. Lift Hotel

441 49 1
                                    

"Bertemu denganmu, memberikan aku sebuah pengalaman bagaimana caranya bertahan."
- Ivy

•-•

Yudha menyerahkan selembar foto. Sementara gelagat pria itu berubah aneh. Wajahnya menjadi gugup, nada bicaranya juga mendadak terbata-bata.

"Ini ... foto gadis yang melamar kerja tadi sore." Tangannya bergerak cepat memasukkan foto ke dalam laci meja.

"Ah ya... ngomong-ngomong memangnya Anne dan Tirta ke mana?"

Menghembuskan napas berat. Yudha menjawab malas sambil meraih kotak dan paper bag yang tadi sempat diabaikanya.

"Biasa Om, urusan bisnis." Ia menyerahkan kedua benda itu.

"Kalau begitu saya pamit, Om."

Pria yang dipanggil 'om' itu menyambut pemberian Yudha sambil tersenyum. Kemudian menaruh kedua benda itu di meja tempat berkasnya tertata rapi. Menatap lamat-lamat punggung pemuda tadi. Tangannya merogoh laci meja, mengambil selembar kertas lalu mengamati benda yang sempat membuatnya gugup itu.

"Semoga dia tak menaruh curiga pada kertas itu."

Di lain tempat, Ivy terduduk bosan di salah satu meja. Tak seorang pun yang ia kenal dan bisa diajak bicara. Tatapannya tertuju pada seorang remaja cantik yang dengan bahagia meniup lilin angka 15 bersama kedua orang tua di sampingnya.

"Rachel beruntung."

Pesta ulang tahun sudah berlangsung selama dua jam. Selama itu pula Ivy hanya duduk sendirian di meja. Kaki dan tubuhnya pegal. Ingin rasanya ia berbaring di kamar. Dia benar-benar tak bisa berada di tempat ini barang sejenak saja.

Mata bulatnya beredar ke seluruh ruangan. Satu tangannya menata tali tas di pundak. Ivy meraih kotak di bangku sebelah, lalu berjalan ke arah Tian.

"Pak, saya pamit mau kembali ke kamar. Ini untuk Rachel." Ivy menyerahkan benda berukuran sedang pada orang di hadapannya.

"Terima kasih, Nak. Seharusnya ini tidak diperlukan."

Ivy tersenyum. "Kalau ada pesta ulang tahun, rasanya gak lengkap tanpa kado."

Kekehan keduanya sempat menyita perhatian orang di sekitar, termasuk Rachel. Sepintas saja, Ivy bertemu pandang dengan gadis itu. Kilatan tak suka Rachel membuatnya menunduk. Entah hanya perasaan Ivy saja atau memang begitu cara Rachel menyapa orang baru dengan matanya.

Sementara itu, Tian mengamati lamat-lamat lekuk wajah Ivy. "Saya tau kamu pasti lelah."

Celetukan Tian disambut helaan napas lega dari Ivy. Beruntung Tian mengerti dan ia tak perlu menjelaskan panjang lebar agar bisa segera keluar dari tempat ini.

"Kalau begitu saya permisi, Pak."

Tanpa mengulur waktu, Ivy melangkah ke luar aula, menyusuri lorong hotel untuk sampai di lift. Sepi. Ia melipat tangan. Memeluk erat kedua lengan atasnya. Walau menunduk, Ivy terus melirik ke sisi kiri lalu ke kanan memastikan semua aman.

Ia mempercepat langkah ketika melewati persimpangan. Sampai di depan lift, ia segera memencet kombinasi tombol, menunggu beberapa detik sampai kotak besi terbuka. Belum sempat masuk, seorang lelaki menarik lantas menghimpit tubuhnya di samping pintu lift.

"Aw!"

Ivy merintih dalam hati, punggungnya nyeri sekali. Orang asing itu dengan kasar membenturkan dirinya ke tembok. Rasa takut juga marah berbaur jadi satu.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang