FMN - 12. Luka

178 27 0
                                    

"Lo inget kalimat gue waktu itu? Lo bakal gue bikin nyesel karena udah ikut campur hidup gue."

-

Ivy menutup pintu gudang, hukuman dari Bu Yuli selesai. Bita sudah lebih dulu pulang karena gadis itu memiliki urusan penting di rumah. Hari ini sungguh melehkan. Ia ingin cepat sampai rumah dan merasakan kelembutan kasur birunya. Sapaan berat seseorang menghentikan langkah Ivy menuruni tangga yang berada repat di depan pintu gudang.

"Lho ... Kak Dana. Ngapain di sini?" Gadis itu heran, sekarang sudah lewat dua jam dari waktu pulang sekolah.

"Aku abis latihan ngeband. Kamu udah mau pulang?"

Ivy menganguk. Belum sempat menjawab, suara Dana kembali terdengar. "Yok, aku anterin pulang." Ivy hanya menurut, saat pemuda itu menarik tangannya untuk bergegas turun.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk tidak lebih dari tiga puluh menit, Dana menghentikan laju motor di depan runah Yudha.

"Kak, makasih tumpangannya, ayo masuk."

Ivy menaruh segelas jus jeruk dan sepiring camilan di meja ruang tamu. Tak lama kemudian jus jeruk itu beralih tangan, diminum sampai tandas. Ivy terkekeh melihatnya.

"Kak Dana haus banget, ya?"

Yang disebut namanya hanya menyengir. Suasana kembali Hening. Tidak ada yang memulai percakapan, sampai akhirnya Ivy angkat bicara.

"Kak Dana emang gak mau nemuin temen kakak di sini?"

"Nggak," jawabnya singkat dengan pandangan yang terfokus pada ponsel.

"Kenapa?" Kini Ivy mengambil kentang goreng yang sejak tadi tak disentuh sama sekali oleh tamunya.

"Hm ... aku minta nomor whatsaap kamu," ujar Dana seraya menyodorkan ponsel pada Ivy.

Ivy hanya melirik benda hitam persegi itu tanpa berniat mengambilnya dari tangan Dana. Merasa tau maksud diamnya Ivy, akhirnya Dana mengalah. "Yudha gak ada di rumah, makanya aku nggak ke kamar dia. Sekarang, aku minta nomor kamu."

Sekarang setidaknya Dana tau kalau Ivy tak suka jika pertanyaannya tidak dijawab. Apa pun untuk mendapatkan nomor Ivy. Pemuda itu kembali menyodorkan ponselnya pada ivy.

Gadis itu terkekeh. "Oke. Kakak ketik ya, aku dekte."

Sore itu mereka berdua berbincang-bincang, hanya pembicaraan ringan yang kerap kali mengundang tawa sang gadis berhijab. Ternyata pemuda bernama Dana ini sangat humoris. Selain itu sikapnya yang bersahabat membuat Ivy mudah akrab denganya.

Ternyata begini rasanya punya kakak laki-laki.

Berbeda dengan Ivy, Dana justru sangat bahagia bisa dekat dengan gadis yang beberapa hari ini menyita perhatiannya. Dana tak henti-henti tersenyum melihat Ivy yang terus tertawa dengan leluconnya. Tak apalah bersikao sedikit konyol, yang terpenting ia dan Ivy bisa semakin akrab.

Perbincangan cukup mengasyikkan bagi keduanya, membuat waktu terasa berlalu begitu cepat. Sampai Adzan maghrib sudah berkumandang.

"Kak, udah mahgrib. Sekarang kakak sholat dulu, gih. Aku mau masak makan malam. Kakak pengen makan apa?" Ivy berdiri dari duduknya.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang