FMN - 36. Awal dari Semua

134 30 0
                                    

‍‍‍‍‍‍“Nak Tiana sejak dulu memang tidak menyukai kehadiran nak Ivy. Dia sering cerita ke bibi. Kalau semenjak Nak Ivy dateng ke rumah, dia ngerasa tuan Hadi gak sayang dia lagi. Nak Tiana ngerasa kalau tuan Hadi lebih perhatian sama kamu daripada ke dia.

Nak Tiana juga berpikir kalau nak Ivy adalah penyebab renggangnya hubungan orang tuanya sekaligus penyebab kematian tuan Hadi. Nak Tiana pikir kecelakaan yang menimpa tuan berawal dari pertengkaran orang tuanya karena membahas tentang Nak Ivy.

Wanita tua itu menghela napas sejenak, sebelum menjawab pertanyaan terakhir dari Ivy.

Tentang nyonya Nanik ....
Sebenarnya tiga tahun lalu Nyonya sudah meninggal karena tertabrak mobil di jalan. Tepatnya sekitar seminggu setelah almarhum keluar dari penjara karena kasuss penjualan rumah warisan yang jelas-jelas diberikan untuk Nak Ivy dari tuan. Seharusnya nyonya masih di penjara sampai saat ini, tapi entah siapa yang menjamin nyonya saat itu.

Suara gemeriuh kendaraan yang lalu lalang tak lantas membuat Ivy tersadar dari lamunanya. Fandi sudah berulang kali memanggil, tak satu kali saja perempuan itu merespon. Hingga Fandi menepuk bahu Ivy, barulah gadis itu kembali fokus.

“Itu, dari tadi kamu cuekin.” Fandi menunjuk piring Ivy dengan isyarat mata.

Gadis itu tersenyum dan meraih sendok untuk mulai menyantap makanan di piringnya. Meski tak bernafsu makan, tetap ia harus menghargai perjuangan Fandi yang berputar-putar ke sana ke mari hanya untuk mencari warung lontong kupang yang Ivy idam-idamkan sejak tadi pagi. Siang ini selepas sholat dzuhur, pria itu ternyata benar-benar memenuhi keinginannya.

“Udah ya, Vy. Semua itu sudah rencana Allah. Benar kata Bu Titin, jangan sampai kamu merasa bersedih karena mengetahui kenyataan ini. Jangan sampai kamu merutuki Allah hanya karena tak menerima apa yang sudah menjadi keputusan-Nya.” Ivy bungkam masih menyendokkan makanan ke mulutnya, tak ada reaksi apapun dari Ivy selain lirikan yang ia lempar pada Fandi.

“Ivy, semua kata kakek tentang aku yang selalu mencarimu itu benar. Titik terangnya aku dapet info dari Kak Dana. Aku gak nyangka ternyata dia sahabatan sama kamu.

Sekitar enam tahun lalu, pas aku ke sana mencarimu. Kata pak satpam di rumah itu, kamu udah pergi ke luar negeri untuk ambil beasiswa. Dan sejak itu pula aku menunggumu.” Tediam sejenak, Fandi lalu melanjutkan kembali kalimatnya.

“Setelah memaksa kak Dana habis-habisan buat cerita. Akhirnya aku dapet satu info penting, ternyata aku punya saingan. Namanya Yudha.”

Fandi kembali terkekeh, dibalas senyuman oleh Ivy. Tak ada reaksi yang menunjukkan jika gadis itu terkejut.

Ivy kembali mengingat penuturan Dana semalam. “Fandi nemuin foto wajahku, Yudha, dan kamu di Kamarku. Ya Allah ... kalo aja aku gak sayang sama dia, mungkin aku gak bakal ngasih info apa pun tentang kamu. Dan sudah pasti dia gak bakal nunggu kamu sampai selama ini di Jakarta."

Ah, ya. Tentang Yudha ... apa dia tahu masalah pernikahanmu dengan Fandi?

Ivy menggeleng, “Aku gak mau ngasih tau dia. Eh ... tunggu-tunggu, dari mana Kak Dana tahu kalo dia—” ucapan Ivy buru-buru Dana potong sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

“Pastilah aku tahu. Selama kamu gak di sini. Dia kalang kabut mencari tahu tentangmu, bertanya ke sana-kemari tapi gak ada hasil sedikit pun. Dan keputusanmu itu sudah tepat.” Kalimat terakhir dari Dana mengundang kerutan di dahi Ivy.

Keputusanmu tepat untuk nyembunyiin pernikahan ini dari Yudha. Mungkin dia bakal ngelakukin apa aja buat dapetin kamu, Vy. Yudha itu, tipe orang yang harus dapetin setiap kemauannya. Lagi pula pernikahanmu akan dilangsungkan di sini, kan?”

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang