FMN - 11. Hukuman

182 27 0
                                    

Ini baru permulaan, setelah itu akan ada lebih banyak kesialan yang datang sebagai bayaran untuk semua kelakuan lo.
•-•

Ivy merutuki dirinya karena tidak bisa melawan semua paksaan dari Yudha. Ia bisa mencium bau alkohol saat bibir Yudha mencium bibirnya.

Dia mabuk? Dan aku yang menjadi pelampiasannya, batin Ivy.

Ivy tak sanggup menahan air mata, biarlah ia terlihat lemah. Semua sudah berakhir, harga dirinya, mungkin masa depannya sebentar lagi akan berakhir.

Pergerakan yudha berhenti, perlahan jarak tercipta di antara wajah mereka. Ivy memandang kosong wajah pemuda di hadapannya. Ia bisa merasakan bibir dan pipinya yang di sentuh oleh tangan kotor yudha. Lalu pemuda itu membisikkan sesuatu di telinga Ivy sebelum akhirnya melenggang pergi.

“Nak ... nak ....” Suara dan tepukan di bahu kanan Ivy membuyarkan lamunannya. Gadis itu memalingkan pandangan dari jendela bis.

“Sudah sampai sekolah.” Wanita paruh baya di sampingnya tersenyum.

“Terima kasih Bu, saya permisi.” Ivy balas tersenyum lalu beranjak dari duduknya.

“Di hari kedua kegiatan MPLS, semua peserta diberi kebebasan untuk mengunjungi seluruh sudut lingkungan sekolah. Tanpa bimbingan dari para anggota OSIS. Kalian bebas mengunjungi ruangan mana pun, tapi tetap jaga ketenangan. Kalau ada yang buat keributan, akan ada sangsi khusus untuknya.” Seketika suara sahut menyahut meramaikan halaman SMA Nusa Karya.

'Asiik'

'Waah ... free dong'

“Oke, saya kira cukup. Wasalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.” Reza, si ketua osis mengakhiri pidatonya di hari kedua apel kegiatan MPLS.

“Bita, ayo ke perpus,” ajak Ivy penuh semangat.

Wajah ceria Bita musnah tergantikan dengan wajah sebalnya. “Aeelah ... gue kira lo mau ngajak gue ke mana gitu. Malah ke tempat membosankan kaya perpus.”

“Baca novel aja, dijamin gak bakal bikin bosen.”

Bita melempar tatapan malas mendengar ucapan teman barunya. Dengan rasa enggan, gadis itu menghentak-hentakkan kaki melangkah menuju suatu tempat, yang pasti bukan perpustakaan.
.

“Vy, coba lo liat ke pojokan. Di sana ada kakel lagi pacaran. Idih, tuh cewek mau aja diajak ketemuan di perpus. Gak modal banget tuh cowoknya.”

Ivy menutup buku, memandang ke arah Bita yang mengendikkan dagunya. Gadis dengan hijab itu hanya bungkam, lalu melanjutkan kembali kegiatan membacanya.

Semenjak tadi, Bita hanya melihat-lihat ruangan. Membaca ratusan judul buku tanpa berniat untuk membaca walaupun hanya satu novel. Entah mungkin karena bosan, ia mulai berceloteh sendiri di hadapan Ivy yang sejak tadi tenggelam dalam bukunya.

“Vy ... lo denger gue ngomong gak, sih?”

Mendengar gerutuan sahabat barunya, Ivy terkekeh pelan lalu ia mulai fokus pada Bita. “Bita, tadikan gue udah nganterin lo liat cogan-cogan dari yang seangkatan sampe kakel. Gue udah buang malu gue di depan mereka buat nemenin lo dari pagi sampe jam sepuluh. Baru sejam di sini, udah minta keluar aja.”

Bita menyengir. “Hehehe ... gue laper. Yok, ke kantin.” Ivy mengehela napas lalu tersenyum hambar pada bita, akhirnya mereka beranjak dari perpustakaan.

Kepala Ivy menoleh ke samping kanan saat lengannya disenggol berulang kali oleh Bita. Bita tak bicara, gadis berambut pendek itu hanya mengibaskan  tangan kanan di depan wajahnya, sedangkan Ivy masih sibuk menguyah makanan di mulut.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang