FMN - 30. Sebuah Kebohongan

106 24 0
                                    

"Hati memang sangat payah, jika diajak bersandiwara."

•-•

‍‍"Nah, begini lebih baik. Setidaknya hanya lebam yang tersisa di wajah kalian," celetuk Ivy saat Yudha dan Fandi kembali dari toilet.

Satu ...

Dua ...

Tiga detik

Lagu mellow dari Fiersa Besari melantun menemani keheningan, entah apa judulnya. Ivy sudah hapal betul dengan lagu yang sangat digemari Puji, rekan kerjanya.

Ia kembali menyendok sup jagung lalu berkata, "Ayo diminum air esnya."

"...."

"Aku tidak tahu kalian mau makan apa. Jadi pesan sendiri ya."

Imbuhnya lagi berusaha mendinginkan meja mereka yang panas karena aura peperangan terasa begitu kental di sini. Ivy hanya berharap, semoga dua pria ini tak akan membuat keributan lagi seperti tempo hari. Sampai Ivy menghabiskan supnya. Tak ada satu pun dari mereka yang berbicara atau memesan makanan.

Ivy memejamkan mata. Sungguh hari yang berat baginya. Dari banyak kemungkinan yang sudah diperkirakan. Resiko memulai pembicaraan adalah pasti berujung pada topik yang tak ingin ia bahas. Jika ia memilih bungkam, maka ia harus tahan melihat Fandi dan Yudha terus saja adu tinju setiap kali bertemu. Nyatanya Ivy tak bisa cuek saja melihat mereka berdua terluka. Ia lagi-lagi menghela napas panjang untuk yang kesekian kalinya.

"Aku tidak tahu apa masalah kalian. Satu hal yang aku inginkan, baik Fandi ataupun Yudha. Kalian tak boleh saling memberi bogeman dan tak boleh ada yang terluka karena pertengkaran kekanakan kalian. Semua masalah diselesaikan baik-baik, pakai kepala dingin. Aku suka dengan kedamaian dan sikap lembut, aku berharap kalian mengerti maksudku."

"Ivy, aku ingin bicara denganmu." Fandi memutar bola mata jengah, bosan mendengar permintaan Yudha yang itu-itu saja sejak bertemu.

"Hanya berdua, tolonglah Vy," sambungnya saat Ivy tak memberi reaksi apapun.

"Vy, aku akan ke meja luar. Bergegaslah karena waktu istirahat kita tinggal dua puluh menit." Pesan Fandi pada Ivy seraya bangkit dan melangkahkan kakinya. Baiklah sepertinya pria bermanik grey itu memilih mengalah saat ini.

"Ivy, bagaimana dengan lamaranku saat itu. Apa jawabanmu?"

Kalimat Yudha yang barusan, selalu membuat otot di tubuh Ivy berkontraksi. Kepalan begitu penuh, dada sesak, dan tubuhnya menegang kaku.

Apa usahaku menghindar tak cukup membuat Yudha mengerti, kalau aku tak bisa bersama dengannya?

"A-aku, tidak. Tidak bisa menerimamu," ucap Ivy lirih.

♪♬ Pergi saja engkau pergi dariku ♬♪

Mulutnya mendadak tergagap saat ini. Lensa hitamnya tidak bisa terfokus, terus berpendar ke seluruh ruangan, menatap acak objek apa saja yang melintas di maniknya asalkan bukan mata coklat milik Yudha.

"Kamu tidak mencintaiku, Vy?"

Refleks Ivy menatap manik coklat di hadapannya. Hanya sedetik sebelum ia menunduk dalam-dalam dan menggeleng kecil sebagai jawaban dari pertanyaan Yudha. Pengakuan itu sukses menembus pertahanan yang selama ini Ivy jaga baik-baik.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang