"Sahabat adalah dia yang mampu bertahan di sisimu, ketika semua orang memilih berbalik arah menjauhimu."
•-•
Pagi hari di kediaman prayata. Meja makan telah dipenuhi bermacam hidangan khas sarapan seperti roti tawar, nasi goreng, kornet sapi, dan menu sarapan lainnya.
Seorang pria paruh baya dengan setelan jas yang membalut tubuh tegapnya tengah duduk membaca koran pagi. Sedangkan Anne berpakaian formal dan Ivy berseragam SMA, kefuanya sedang menata gelas dan menuangkan susu juga jus jeruk untuk menemani sarapan mereka.
Tak lama, pemuda berseragam sama seperti Ivy menuruni anak tangga dengan tas yang tersampir disalah satu bahunya. Tanpa berucap apapun, lelaki tanggung itu menelan habis sarapannya persis sepuluh menit.
"Yudha, hari ini kamu berangkat diantar Pak Pras. Bareng Ivy, ya!" Dengan selembar tisu, pria itu menyeka bibir sambil melihat ke arah sang putra.
"Hm,Yudha berangkat. Assalamu'alaikum." Tanpa berlama-lama lagi, ia beranjak lalu menyampirkan tas di bahunya dan melenggang pergi meninggalkan Ivy.
Gadis berhijab itu mendelik, buru-buru mengosongi gelas susunya. Dengan segera ia berpamitan pada Anne dan Tirta lalu berlari menyusul pemuda yang sudah tak terlihat siluetnya. Ia tak ingin terlambat pada hari pertama masuk setelah seminggu berbaring di rumah.
Manik Ivy berbinar melihat gedung yang menjulang tinggi. Sudah banyak rencana yang ia susun saat masuk sekolah. Mendadak pintu mobil di samping kanannya berdebum kencang.
Raut wajah terkejut bercampur kesal Ivy tunjukan pada kursi kosong di sampingnya, tempat Yudha duduk beberapa saat lalu. Ia menggerutu kesal, memelototi punggung pemuda yang berjalan memasuki halaman sekolah.
"Lo Ivy, emang pantas disebut JALANG!"
Ivy melirik ke arah tiga gadis yang berjejer di dekat pos satpam. Kesal, tentu saja. Tapi Ivy tak peduli, ia memilih berjalan ke gedung kelas sepuluh dibandingkan meladeni mulut-mulut comberan itu.
.
"Mck, ke jamban aja seabad. Dia ngeluarin air apa ngeluarin beling, sih?"
Bibir Bita terus mencibir, bergerak gusar di kursi tanpa mengalihkan atensinya pada pintu kelas. Memutar mata malas pada sesosok pemuda yang mendekat ke meja tempat ia duduk. Pasalnya sejak sepuluh menit lalu orang itu terus mondar-mandir di teras kelasnya.
Suasana kelas mendadak riuh, satu dua siswi di kelas Bita berteriak 'i love you, Kak Dana'. Sedang yang lainnya berjerit tak jelas merasa senang karena salah satu most wanted SMA ini memasuki ruang kelas mereka.
Saat semua murid perempuan akan salah tingkah karena mendapat senyuman Dana. Bita hanya menanggapinya dengan wajah malas.
"Lo, temennya Ivy kan? Btw dia kemana? Kok dari tadi gak ada di kelas, sih?"
Dana sedikit membungkukkan tubuh dengan kedua telapak tangan bertumpu pada meja. Matanya menatap manik milik Bita.
Beberapa detik berlalu, manik sipit itu masih menatap pemuda di depannya. Jujur saja Bita merasa jengah melihat senyuman Dana. Dasar, kapan cowok ini berhenti tebar pesona, sih?
Bita menggeser kursi yang didudukinya ke belakang. Menimbulkan suara decitan dari meja di belakangnya yang ikut bergeser. Gadis itu berjalan melewati Dana sambil berujar, "Gue gak tau."
Sepanjang jalan menuju toilet Bita merengut sebal. Ia benci menjadi tontonan seperti di kelas tadi. Memangnya dia tak bisa mendengar suara bisikan laknat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
Storie d'amoreDulu sekali Fandi ditinggal gadis tercintanya karena sebuah hutang. Ketika dewasa dia ditinggal menikah oleh calon istrinya-perempuan yang sama-karena sebuah kecelakaan. Sialnya, kali ini dia tak berdaya saat si keparat Yudha mempersunting wanitanya...