FMN - 31. Bertemu Bita

107 29 0
                                    

‍‍‍‍‍"Mau sampe kapan coba gue duduk di lobby RS selama istirahat. Ini udah sebulan, bro."

Seorang pria berwajah campuran Indo-Usa mendengus lelah. kalimat protes pria keturunan bule itu sama sekali tak memengaruhinya, Fandi masih bungkam sambil memainkan bolpoin di tangan.

"Lagian kenapa harus sembunyi dari Yudha?" tanya pria bule lagi sembari bangkit dari pembaringannya di sofa. Ia menatap penuh penasaran. Selama sebulan ini ia sama sekali tak pernah tahu alasan Fandi dan Ivy bersembunyi dari pria bernama Yudha.

"Itu keinginannya Ivy semenjak kejadian di parkiran sebulan yang lalu."

Fandi membuka laci di meja kerjanya, mengambil figura berukuran empat R. Memandangi potret seorang gadis manis yang telah menjadi dokter di RS ini.

Sebenarnya ia sendiri tak setuju dengan keputusan yang diambil Ivy. Rasanya sia-sia saja. Cepat atau lambat Yudha pasti akan menemukan mereka. Tapi Fandi menghargai keputusan Ivy, mungkin saja gadis itu membutuhkan sedikit waktu sampai siap menemui Yudha lagi.

Fandi sangat bersyukur saat saat itu. Atas izin Allah, Ivy masih mau bertemu dengannya.
"Ivy dengar. Aku tidak pernah mencintai Tiana lebih dari seorang kakak. Sejak dulu dia sudah tahu kalau aku mencintai gadis lain.

Entah apa yang membuatnya berubah, aku tidak lagi melihat sosok seorang kakak pada dirinya sejak saat itu. Aku juga mulai risih berdekatan dengannya, dia memperlakukanku sebagai seorang lelaki," Jelas Fandi panjang lebar.

"Aku tidak bisa menyakiti Kak Tiana dengan berada di dekatmu, Fan."

"Kamu tidak akan menyakitinya Ivy. Itu pilihan dia mencintaiku. Sakit hati, memang begitu resikonya. Dan aku memiliki hak untuk mencintai wanita lain, dekat dengan siapa pun. Dia egois Ivy. Dia menyakitimu dan berusaha membuatmu jauh dariku. Jika kamu tetap ingin menjauh dariku, maka kamu sama egoisnya dengan Tiana."

Ivy menarik napas panjang. Semakin dipikirkan, apa yang dikatakan Fandi semuanya benar. Ia egois jika menghindari Fandi. Lagi pula Fandi tidak memiliki hubungan apa pun dengan Tiana.

"Iya sahabat recehku. Kamu benar." Ivy tersenyum lebar, senyum yang membuat Fandi bahagia.

"Woi Fandi! Lo ngapain senyam-senyum sendiri?" Kalimat itu sukses memutus angannya.

Pemuda itu kembali berujar, "Gue capek sebenernya ngelakuin itu. Tapi demi yayank Ivy, apapun akan ku lakukan."

"Yayank, palamu peyang. Juan dokter playboy, jangan sekali-kali lo dekati dia." Pria berketurunan barat dengan nama Juan itu mengaduh, saat bolpoin milik Fandi mendarat di keningnya.

"Untung sahabat." Juan mengelus dada memasang tampang sok tabah andalannya.

Juan, pemilik nama lengkap Razuan Wallen Pratama adalah satu dari tiga dokter spesialis Syaraf yang ada di gedung A RS ini. Dia adalah teman satu kampus saat Fandi menyelesaikan gelar spesialisnya, dan sangat kebetulan Juan juga termasuk mahasiswa dengan otak encer. Jadilah ia bertemu pria keturunan campuran itu di RS ini.

"Permisi," ucap seorang pria yang tiba-tiba membuka ruang kerja Fandi. Juan membelalakkan matanya sekilas melihat pria itu.

"Kalau begitu saya permisi dulu dokter Fandi. Karena lima belas menit lagi saya sudah harus chek up pasien." Setelah Fandi menganggukkan kepala, Juan segera menyambar jas putihnya yang teronggok di sofa, berlalu meninggalkan ruangan sobatnya yang sedang kedatangan tamu.

***

Ivy melangkah menuju tempat di mana chest freezer menyimpan berbagai farian ice krim. Hawa panas siang ini membuatnya ingin meminum benda padat lembut nan manis itu. Meski tadi sudah menyantap seporsi burgreen di restoran sebrang mini market. Tak sedikit pun menyurutkan niatnya untuk menyantap sepotong es krim lagi.

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang