FMN - 19. Sedikit Berubah

131 22 0
                                    

Pagi ini pukul 06.30 WIB setelah Ivy selesai memasak sarapa, ia sudah mendapati Yudha duduk di meja makan. Gadis berbalut hijab hijau muda itupun segera menyusul.

Hening, tak ada percakapan apa pun kecuali suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Suara decit bangku di hadapannya, memberitahu tahu Ivy bila Yudha telah selesai sarapan. Pemuda itu berjalan santai ke ruang keluarga. Ivy jadi teringat suatu hal yang menyebabkan dirinya tertidur di sofa semalaman.

"Yudha semalem lo ke mana?"
Ivy mendekati Yudha yang tengah duduk menonton TV di atas permadani lembut bewarna putih tulang.

"Pulang jam berapa? Apa lo habis pulang dari bar? Lo mabuk lagi?"

Pertanyaan Ivy kali ini sukses membuat Yudha naik pitam. Gadis itu tak akan pernah bisa diam, mengganggu saja.

"Jangan ngerusak minggu pagi orang dengan berdebat. Lebih baik lo urus aja diri sendiri. Gak usah repot-repot ngurusin gue."

Yudha berusaha mengalihkan rasa kesal dengan mengganti channel, mencari acara pagi kesukaannya. Sedangkan Ivy melupakan perbincangannya dan bangkit dengan tergesa saat mendengar suara pintu bel.

Beberapa menit selanjutnya, Yuhda memutuskan untuk bangkit dan melihat siapa gerangan tamu mereka. Yudha mendapati gadis berhijab hijau muda itu sedang duduk dengan sepasang suami istri yang tak lain adalah Anne dan Tirta.

"Oh, Yudha kamu sudah bangun, Nak?" sapa Anne kala melihat sang Putra yang berjalan menuju tempat ia duduk lalu memeluk tubuh tuanya.

Yudha mengangguk samar. Lalu ikut bergabung dalam pembicaraan ringan setelah lima minggu tak bertemu. Suara bel dibunyikan lagi untuk kedua kalinya.

Ivy yang hendak bangkit membuka pintu ditahan oleh Anne. "Biar Tante saja."

"Baik Tante, Ivy akan buatkan minuman untuk kita semua."

Saat Ivy kembali ke ruang tamu dengan lima cangkir teh hangat. Netra hitamnya sedikit membulat. Kaget melihat Agian sudah duduk bersama tiga anggota keluarga Prayata.

"Nak, kemari dan duduklah!" tukas Tirta menahan Ivy yang hendak kembali ke dapur.

"Segera bersiap, Nak. Pemuda ini mengajakmu keluar. Dan Om sudah menyetujuinya." Senyum cerah terukir di wajah tua nan tegas milik Tirta.

"Tapi—"

"Tak apa, Nak. Tante tidak tega jika melihatnya kembali ke rumah tanpa pergi denganmu. Lagi pula temanmu ini akan menjagamu. Jadi, baik Tante maupun Om tak keberatan."

Ivy membuang napas kecil. Kenapa Agian tak memberi tahunya dulu. Jika sudah seperti ini tak ada lagi alasan yang bisa Ivy pakai untuk menolak ajakan Agian. Setelah mengambil tasnya di kamar, mereka berdua pamit. Suara deru mobil terdengar meninggalkan pelataran rumah Prayata.

Sekarang di ruang tamu, hanya tersisa keluarga Prayata. Suasana hening. Sepasang suami istri itu tahu betul bila putra kesayangan mereka tengah merajuk.

"Yudha, ada apa?" tanya sang Ibunda dengan suara lembutnya.

"Pa, apa gadis tadi adalah anak Papa dari perempuan lain. Hingga papa begitu mempercayainya?"

"JAGA BICARAMU YUDHA!" suasana di ruangan itu berubah mencekam karna kemarahan Tirta.

Kalimat yang dengan lancarnya diucapkan Yudha membuat wajah sang ayah merah padam. Buku-buku jarinya menggenggam, menahan rasa ingin menampar wajah kurang ajar putranya. Sedang sang ibunda membelakak tak percaya.

"Papa tak pernah sekali pun mengkhianati Ibumu. Jadi jangan pernah berkata demikian hanya untuk mengetahui alasan mengapa papa menerima gadis itu di rumah ini."

Forget Me NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang