When everything has started

47 32 27
                                    

****

Hello, I back with a new part of this story, haha

Okay, just read and enjoy!

.
.
.
.

Oh, vote dan komen jan lup, 💛

"Hey?!"

Senyap.

"Heh!"

Sunyi.

"Kak?!"

Andai ada jangkrik, pasti jadi backsound-nya.

"Kak?!"
"Kak?!"
"Kak?!"
"Kakkkkkkkk?!"

Lake mengrenyit, lalu kepalanya mendongak. Baru saja pesawat mengudara dengan tenang, di dalam kabinya sudah ramai saja. Ia menoleh ke belakang.

Memang posisi di dalam sana cukup random. Lake duduk sendirian di kursi dua arah bagian depan dengan seperangkat laptop dan sebagainya.

Di bagian paling belakang, ada lima orang prajurit yang duduk berdekatan. Pasukan lain dibawa dengan pesawat berbeda bersama dengan segala perlengkapannya. Salah besar kalau River mengira mereka hanya beraksi dengan tiga nyawa. Itu tidak akan seimbang.

Lalu di bagian tengah, ada River yang sudah memakai rompi anti peluru tengah mendengarkan musik dari headphone. Di seberang River, Chi Na, duduk sambil menjulurkan badan mendekati laki-laki itu.

Chi Na menarik-narik jaket River, tapi tak kunjung mendapatkan respon. River masih setia memejamkan mata tanpa sepatah suara pun. Lake kembali menatap laptopnya, ogah terlibat.

"Kakkkkkkk?!!" Kali ini Chi Na mendorong lengan kiri River, membuat laki-laki itu terhujung ke kanan.

River melepas headphone-nya, melototi Chi Na. "MAU APA, HEH?" tanyanya ngegas.

Chi Na terkekeh. "Bosen," adunya, senyum merekah di kedua sudut bibir itu.

Terlihat lucu, tapi River malah merasa jijik. Mungkin otaknya kelamaan menerima doktrin bawa makhluk jadi-jadian yang bersarang di boneka porselen ini perlu dibinasakan, jadi ia bawaannya muak terus.

River meraba kursi di sebelahnya, meraih sebuah tab tipis dan menyodorkannya cepat kepada Chi Na.

"Weh, punya siapa?" tanya Chi Na, menerima tab dari tangan River. Ia memutar benda pipih itu lalu menimangnya.

"Awas lecet, ganti dua ribu dollar!" River memberi peringatan sebelum ia mengenakan kembali headphone birunya.

Chi Na mencibir, lalu memutuskan duduk anteng. Ia membuka tap itu, melihat isinya. Tidak ada hal yang menarik. Hanya ada aplikasi bawaan saja.

Chi Na menghembuskan nafas kasar. Ia menusuk lengan River dengan tab itu, mulai merecoki lagi. River menggeram, ia pun merebut tab-nya kembali.

"Ga asyik!" ejek Chi Na. "Masa ga ada game sama sekali, kalau begitu kenapa diberikan padaku?" lanjutnya.

Telinga River masih fokus dengan suara yang ia dengarkan, ia hanya membaca gerak bibir Chi Na sepintas. Yang bisa ia tangkap hanya kata 'game' selebihnya bagai angin berseliweran kemudian hilang.

"Jangan minta padaku, aku bukan appa Justin Yuan," sahut River ketus.

Chi Na bengong. "Justin siapa? Penyanyi mana itu?"

"Eh-bukan appa deng, appa kan punyamu. Maksudku, aku bukan bàba Justin Yuan. Camkan itu, tengil!" River mengucapkannya dengan nada keras.

Ia kemudian diam, bersidekap dan kembali memejamkan mata. Mencoba mendapatkan kembali mood bahagianya yang bagai oasis di padang pasir. Susah ditemui, dan begitu sampai malah hilang. Fatamorgana yang menyakitkan memang.

"Kau kan dari pedalaman sini, kenapa bahas bàba, bàba kata ayah dalam Tiongkok," sewot Chi Na.

Chi Na menggaruk kepalanya bingung. Ia hendak kembali bertanya, tapi sepertinya River tak lagi mau meladeni, jadi ia alihkan ke Lake. Laki-laki itu biasanya mau menjawab.

"Kak Lake?" seru Chi Na. Ia menengadahkan kepalanya tinggi-tinggi agar bisa melihat Lake walau hanya tampak ujung rambutnya. Baru kali ini ia merasa pendek.

"Ya?"

"Siapa itu Justin Ju-Juan?" tanya Chi Na terbata.

Lake menatap bingung, melongo beberapa detik. "Artis pendatang kali," sahutnya asal.

Chi Na memanyunkan bibirnya, kesal tak mendapatkan hasil sesuai harapan. Well, berpetualang dengan duo water memang tidak seasyik bayangannya. Tapi meski begitu, dua orang ini sangat bisa ia andalkan.

"Kita akan turun ke ketinggian 13.000 kaki, bersiaplah!"

Suara dari kokpit membuat semua penghuni kabin langsung siaga. Atmosfer tegang terasa bagi Chi Na. Ia tak pernah, dalam seumur hidupnya, melompat dari pesawat yang masih mengudara langsung ke langit bebas dengan tarikan gravitasi bumi yang memiliki resiko mengambil nyawanya.

Oke, ini berlebihan. Ia bersama tujuh orang tentara profesional kali ini. Seharusnya ia tenang. Untung bukan River, andai ia terjun dengan laki-laki itu, ada kemungkinan River melepas kait pengamannya dan membiarkan dirinya tewas mengenaskan.

Yeah, pemikiran yang konyol. Tapi di mata Chi Na itu bisa saja terjadi. Mengingat banyaknya tingkah durjana yang ia lakukan kepada River, orang itu mungkin punya dendam kesumat yang terselubung. Bersyukurlah ia belum kena santet sekarang.

Oh, hentikan!

Chi Na memukul kepalanya sendiri. Mencoba menghilangkan pikiran rancaunya. Gugup ternyata membuat akal sehat sedikit memudar. Ia perlu tenang dalam kondisi ini.

"Chi Na, kau oke?" River bertanya. Jangan positif thinking dulu, orang itu bukan mau peduli, cuma mau mengejek. Lihat saja, wajahnya yang songong dan minta digampar.

"Jelas," sahut Chi Na cepat. Tak mau wajah pucatnya ketahuan, ia buru-buru pergi ke belakang kabin. Tempat para prajurit lain mulai bersiap.

Chi Na dibantu seseorang untuk memasang setelan khususnya. Ia akan turun bersama Mayor Griff, salah satu agen SEA dari jalur militer yang ikut dalam misi ini.

"Siap, Agen?" tanya Mayor Griff.

Chi Na menggigit bibir. Saat pintu kabin belakang terbuka, udara bebas langsung menyeruak masuk. Dingin, ini musim di penghujung tahun, cukup buruk untuk melakukan misi di langit Rusia.

Yang Chi Na lihat hanyalah kegelapan, dengan awan berwarna abu tua yang amat tebal. Untung tidak ada badai, setidaknya situasi ini masih lebih baik.

Chi Na mendadak merasa panik. Ia sadar, tubuhnya berkeringat walau suhu kini mulai menyentuh titik rendah derajat Celcius. Kakinya gemetar, ia belum pernah melakukan ini. Satu-satunya lompatan tinggi yang ia lakukan adalah saat menaiki wahana flying fox waktu outbound tadika.

Dan wahana yang ini, jelas tidak pakai tali, jelas tidak terhubung dengan kait pengaman yang akan menahanmu saat kau jatuh. Ini beda, ini terjun dengan wingsuit! Dan dikali pertamanya, ia malah langsung mempraktekkan di atas pesawat asli!

Gilaaaaaaaa

Chi Na ingin menjerit rasanya, ia terengah. Jika bukan karena reputasinya sebagai agen dipertaruhkan, ia akan lebih memilih tinggal di pesawat bersama tuan pilot yang baik hati daripada melempar nyawa ke alam baka.

"Nak?" Mayor Griff menepuk pundak Chi Na, membuat gadis itu tersentak kaget.

"Kita akan mendarat dengan aman, kau percaya padaku?" tanya Mayor Griff, ia melempar senyum hangat.

Chi Na menarik napas panjang, mengabaikan rasa perih di hidung karena suhu yang ekstrem. Lalu mengangguk yakin.

Empat prajurit sudah bergiliran melompat keluar. Kini gantian Mayor Griff dan Chi Na lantas baru Lake dan River. Setelah semua siap, dan kait pengunci antara suit Chi Na dan sang mayor sudah terpasang, mereka pun melompat.

Dan Chi Na ingat betul, ia melihat River melambaikan tangan dengan senyum jenaka sebelum ia sepenuhnya jauh dari pesawat.

.
.
.
.

I'll do anything to get what I want~ Chi Na

Uhuyyyy, vote and comment for the next part, see you soon and babayyyy

FYS : C vs C [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang