Alone

41 31 2
                                    

Hello, I back with a new part of this story, haha

Okay, just read and enjoy!

.
.
.
.

Oh, vote dan komen jan lup, 💛

"Apa lihat-lihat?!" sinis River, bertanya dengan mata memicing dan tangan sedang mereselting kembali ranselnya.

Chi Na nyengir lebar, padahal ia tahu kalau ia sedang pakai topeng. Ekspresi apapun yang ia tampilkan tak akan terbaca. Jika begitu, kenapa River bisa tahu kalau ia sedang menatap pria itu?

"Aku memandang lurus, kenapa kau pede sekali?" balas Chi Na.

River menyampirkan ransel ke bahu, lalu membenarkan jaketnya. "Kepalamu menghadap ke arahku. Jujur!" River mendekat. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya.

Chi Na mengangkat kedua tangan, kepalanya menggeleng. "Aku dari tadi diam, kau buta, heh?" sahutnya.

River menggetok topeng hitam Chi Na, memunculkan suara mengaduh dibaliknya. "Aku tahu, menyuruhmu memakai benda ini adalah suatu kesalahan," katanya prihatin.

Chi Na melotot dari balik topengnya.

Mungkin gadis itu tidak tahu, kalau River, sebelum memberikan sesuatu padanya, pria itu sudah mempertimbangkan dengan sangat baik. Mulai dari kemungkinan efektivitas, kesalahan pemula, maupun hanya dampak sepelenya.

Termasuk topeng itu. Alat tersebut jelas bukan barang sembarangan. Benda itu bisa melihat tembus tembok, kaca, besi hingga ketebalan dua meter. Topeng itu juga bisa melihat dalam gelap, mengaktifkan cahaya inframerah, sinar X, dan fitur lainnya.

Dan entah kabar baik atau buruk, namun topeng tersebut merupakan salah satu alat peretas yang baik.

River tak sempat berpikir banyak saat persiapan kemari. Bisa dibilang, dadakan dan terlalu buru-buru. Ia hanya bisa mengambil topeng sebagai satu-satunya benda pelindung wajah saat tahu bahwa Chi Na akan ikut.

Andai masih ada waktu, mungkin ia akan lebih memilih mencari topeng badut yang dijual eceran di festival karya rupa, ketimbang memberikan alat super canggih pada bocah itu.

Chi Na tidak begitu tahu cara memanfaatkan benda itu, dan River juga berharap dia tak akan mencoba-coba. Biarlah digunakan sebagai topeng biasa, setelah semua ini selesai, ia akan tarik kembali alat itu. Secepat mungkin.

Lift masih bergerak turun. Angka di layar menunjukkan kedalaman yang terus bertambah. Udara di dalam lift juga meningkat, mungkin pengaruh dari alat pemanas dan faktor karena ada delapan orang dalam satu ruang tersebut.

Chi Na menyibak rambutnya ke belakang. Ia berdiri di samping Lake, pria yang sedang mengotak-atik tab dengan serius. Iseng, Chi Na melirik.

"Aihh, ini seperti–" Chi Na berseru sambil menggaruk kepala belakang.

Lake segera menjauhkan tab–nya, menghindari pandangan mata Chi Na yang tidak bisa dikendalikan bahkan oleh orangnya sendiri.

"Hanya peta, bukan apa-apa," kata Lake, menurunkan tab, dan menatap lurus ke arah pintu lift.

Chi Na pun hanya mengangkat bahu acuh.

Angka penunjuk mulai berubah, mereka memasuki gedung. Mayor Griff memberi beberapa arahan. Delapan orang itu akan bergerak ke titik berbeda.

Lake dan satu tentara SEA, pergi mengurus pusat kendali. River dan dua tentara lainnya mencari keberadaan korban yang diculik. Chi Na akan ikut Mayor Griff dan satu tentara lain untuk memeriksa kegiatan mencurigakan di tempat itu.

Mayor Griff menggerakkan jemari tangan di udara. Memberi kode. Tujuh orang pengamat lain mengangguk serempak, paham. Begitu pintu lift terbuka, delapan orang itu bergantian keluar dengan gesit.

Chi Na berjalan tanpa suara tepat di belakang Mayor Griff. Tentara profesional itu membawa satu senapan dan sebuah benda yang mirip ponsel tipis, terpasang di setelan baju dekat pergelangan tangan.

Di belakang Chi Na, seorang tentara yang memakai rompi anti peluru, mengacungkan senjata dengan mata waspada penuh. Dia bergerak pelan mengikuti dua orang di depannya, sesekali menoleh untuk memastikan tak ada yang menguntit mereka.

"Jika yang diedarkan barang terlarang, maka akan terdeteksi di sini," bisik Mayor Griff.

Mereka berhenti sejenak. Posisi tiga orang itu kini berada pada titik buta di pinggiran ruang utama. Ruang besar itu sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga hanya menyisakan sebuah lapangan besar dari dasar lantai hingga ke lantai teratas. Membentuk celah persegi yang besar dan dalam.

Ruangan itu seperti gudang, dengan banyak kotak raksasa di sekitarnya, derek pengangkut, kendaraan roda empat, kendaraan patroli, dan robot pengawas. Di setiap lantai, ada jalan besi berpagar yang saling membentuk simpul silang di tengah. Berpotongan satu sama lain dan menghubungkan banyak sisi.

Mayor Griff membawa Chi Na dan salah satu tentaranya mengawasi dari balik pembatas, tertutup oleh tanaman hias dan akuarium ikan. Mereka mengintip kegiatan yang dilakukan orang-orang Kvozde di bawah sana. Para pekerja berseragam tampak sibuk memindahkan ini itu.

Mayor Griff kembali memeriksa data yang ditampilkan oleh alatnya. Kemungkinan sebagian besar dari isi kotak itu adalah obat-obatan langka dan mesin berteknologi canggih. Entah mengapa, bahkan tanpa perlu dipikir keras, semua ini berhubungan dengan dunia militer dan politik.

"Apa rencana Anda?" tanya Chi Na, berbisik. Ia buru-buru menunduk kala seseorang dari bawah sana seperti hendak menatap ke arahnya.

"Kita tunggu kabar dari pihak kendali, semoga Lake berhasil," jawab Mayor Griff.

Pimpinan misi itu memakai earpiece, di mana masing-masing dari mereka memilikinya. Benda itu adalah kunci untuk komunikasi antaranggota, jika hilang, habislah kau.

"Tiga... dua... satu..." Mayor Griff mendadak berhitung.

Chi Na mengrenyit bingung. Ia kemudian terkesiap kala semua penerangan mendadak padam. Kini tempat itu gelap gulita. Segala suara menghilang, mulai dari suara knalpot kendaraan, deru mesin, bahkan suara gelembung udara di dalam akuarium. Senyap, saking senyapnya sampai Chi Na merinding.

"Ayo!" bisik Mayor Griff.

Chi Na tak paham. Sebenarnya rencana apa yang mereka jalankan sekarang. Ia tak begitu fokus kala Direktur Je menjelaskan inti misi mereka. Sepertinya hanya soal kegiatan ilegal dan penyelamatan penduduk sipil.

Chi Na mengaktifkan fitur melihat dalam gelap. Ia berjalan mengendap-endap di belakang Mayor Griff. Mereka menuruni tangga besi kecil di pinggiran tembok, turun ke lantai dasar.

Orang-orang Kvozde di bawah sana masih berkeliaran. Ada yang segera mencari alat penerangan darurat, ada yang mengecek listrik, dan ada yang hanya diam seolah hal ini bukanlah suatu ancaman.

Mendadak, Chi Na nyaris memekik. Topengnya tersenggol sesuatu, dan entah mengapa langsung copot. Ia menangkup wajah seketika, takut ketahuan. Begitu benda itu lepas, otomatis ia tak lagi bisa melihat.

Chi Na mengulurkan tangan, melambai-lambai ke depan. "Mayor? Pak? Kau di mana?" bisiknya memanggil.

Chi Na berjalan lambat ke depan, arah yang diyakininya merupakan sisi Mayor Griff berdiri tadi. Tangan kirinya menyentuh sesuatu, seperti jaket, ia menarik diri mendekat.

"Mayor... Kaukah ini?"

Sedetik kemudian, klik!

Seluruh lampu mendadak menyala.

Semuanya terang dan tampak jelas hingga ke ujung-ujung.

Chi Na tertegun, tangannya yang tadi terulur turun tanpa sadar, ia mundur selangkah dengan sorot kosong.

"Halo, cantik! Chi Na ya?"

Mampus!

.
.
.
.

Uhuyyyy, vote and comment for the next part, see you soon and babayyyy

💛💛💛

FYS : C vs C [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang