Favorite work

53 37 20
                                    

*****

Alohaaaa! You all met a new part in this series, hahaha. Is that good news? I hope so

Let's begin!

.
.
.
.

"Nona? Nona?"

Chi Na tersentak, ia segera menegakkan badan kala ada seseorang yang membangunkan tidur tenangnya. Ia mendongak, mendapati salah seorang pramugari cantik berbadan langsing paripurna sedang menatapnya.

"Eh–ada apa?" tanya Chi Na.

"Pesawat sudah mendarat, Nona," kata pramugari itu memberitahu.

Chi Na melebarkan matanya, lalu langsung memutar badan ke sisi lain. Ia mengintip keadaan di luar sana. Bukan lagi pemandangan langit bersih yang ia lihat, tapi sudah berganti jadi bangunan tinggi dan mewah sebuah Bandara Internasional Demodedovo. Ia sudah tiba di Moskow.

Chi Na pun berdiri, ia tersenyum pada pramugari tersebut. "Terima kasih, aku akan segera turun."

Pramugari itu membungkuk, memberikan penghormatan sekilas pada nona muda itu. Chi Na juga punya sopan santun, ia sudah mendapatkan didikan itu sejak kecil dari sang eomma. Karena itu ia membungkuk, membalas sang pramugari.

Chi Na pun berlalu ke bagian belakang pesawat. Ia membuka pintu mobil, kembali duduk di kursi kemudinya. Beberapa petugas melepaskan pengait dan juga membuka pintu belakang pesawat.

Mesin mobil pun berdesing menyala. Kendaraan mewah itu menuruni pesawat dan berjalan bebas di area pendaratan. Chi Na segera membawa mobilnya keluar dari area bandara, menuju suatu tempat yang sudah pernah ia kunjungi.

Perlu seperempat menit untuk sampai di lokasi tujuan walaupun waktu itu sudah terpangkas lumayan banyak karena jalanan yang lenggang. Moskow nyaris sama dengan Singapore, dari sisi banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang. Karena mereka negara maju, orang-orang malah lebih suka menggunakan alat transportasi yang ramah lingkungan.

Chi Na menguap lebar, matanya mengerling ke arah penjaja makanan di pinggir jalan. Ia tak perlu susah-susah untuk melepas kemudi dan menutup mulutnya. Lagipula, siapa yang akan lihat? Tidak akan ada orang yang mau membuang waktu dengan mengintip aktivitas unfaedahnya di dalam mobil.

Chi Na menepuk pipi kanan keras, lantas kemudian mengumpat karena ternyata tamparan yang disengaja itu memberikan sensasi panas menjalar. Ia melirik arloji, masih menunjukkan waktu Singapore, di mana hal itu berjarak lima jam dengan waktu di sini.

Harusnya ini jam tidurnya, tapi ia harus membuka mata dengan lebar karena malah berkendara. Mungkin persiapan yang ia lakukan hari ini sangat kurang. Pertama, ia menelpon dadakan ke petugas bandara dan memaksa jet appa-nya untuk datang menjemput.

Kedua, ia tidak sempat meminta tolong ke siapapun, yang setidaknya bisa menyetir dikala ia memanfaatkan waktu untuk tidur. Ketiga, ia tidak punya uang cash Rubel dan satu-satunya alat pembayaran yang ia punya adalah kartu debit yang diberikan oleh eomma.

Apa mungkin ia harus mampir ke restoran cepat saji?

Chi Na menyisir poni rambutnya ke belakang telinga. Setengah badannya condong ke depan, irisnya melihat bergantian antara layar tab di dashboard dan jalanan yang ia lalui. Berdasarkan maps, dalam tiga menit ia akan menemui restoran terdekat.

Setelah memutar setir di belokan, sebuah papan nama dari merek serta logo terkenal terlihat jelas. Senyum di bibir Chi Na tersungging. Mobil yang ia kendalikan pun bergerak mendekat ke bagian drive thru.

Chi Na menurunkan kaca mobilnya, tersenyum ramah pada wanita yang menyambut. Wanita itu berseragam dan bertopi merah, dengan merek dagang yang dibordir di bajunya.

"Excuse me, I'd like to order ... umm, wait-" Chi Na meringis kala ia lupa daratan mana yang ia pijak.

Chi Na memejamkan mata dengan dahi mengrenyit dalam, sedang berpikir keras dan berjuang untuk mendapatkan ingatannya tentang bahasa tempat ini. Ouh, ia seketika menjentikkan jari setelah matanya kembali terbuka. Sang petugas yang sudah siap mendengarkan sampai mengerjap bingung.

"Ya khochu zakazat' upakovku gamburgerov, kartofelya fri i sodovoy. Eto vse, spasibo."
("Saya ingin memesan sepaket hamburger, kentang goreng, dan soda. Tidak lebih, terima kasih.")

Chi Na mengucapkan sederet kalimat itu dengan sempurna. Mendadak ia merasa bangga kepada dirinya sendiri, padahal separuh kata di sana ia baca dari papan menu. Tentu saja, ia kan sedang memesan makanan.

"Ladno, podozhdi... Vy tozhe khotite zakazat' desert?"
("Baik, tunggu... Anda mau pesan makanan penutup juga?")

Petugas itu menimpali dengan ramah seraya menuliskan pesanan Chi Na.

Alis Chi Na naik, suara petugas perempuan itu bagai angin sepoi-sepoi, merambat halus dan hilang begitu saja sebelum ia sempat mencerna dengan baik.

"Eh–sorry?" kikuknya.

"Vy tozhe khotite zakazat' desert?"
("Apakah Anda ingin memesan makanan penutup juga?")

Wanita itu tidak keberatan untuk mengulang.

Chi Na ber-ahh paham. Ia membaca menu, memandang dengan kilat ke setiap gambar makanan manis. Lalu setelah berpikir sejenak, ia pun menggeleng.

"Net, spasibo."
("Tidak, terima kasih.")

Chi Na menolak, padahal sebenarnya ia tergoda untuk makan es krim, atau setidaknya dessert manis lainnya. Tapi ia sangat mempertimbangkan akibat mengonsumsi makanan itu. Berat badannya dan juga kesehatannya. Beli makanan instan seperti ini saja sudah pantangan, apalagi jika terlalu banyak, eomma pasti akan berpidato jika ia ketahuan.

Wanita itu lantas mengangguk. Lalu dengan cepat memberikan sebungkus makanan dan mengatakan total biayanya. Chi Na menyerahkan kartunya, lalu setelah pembayaran itu berhasil, ia pun segera pergi.

Chi Na melajukan mobilnya dengan pelan. Tangan kanannya bergerak gesit membuka bungkus makanan. Lalu kemudian ia menyambar sebuah burger ukuran medium dan segera melahapnya.

Gadis itu makan dengan satu tangan, dan satu lainnya memegang kemudi mobil. Ia melihat kembali arlojinya, tidak terlalu lambat karena sekarang ia sudah memasuki kawasan yang ia tuju.

Itu adalah sebuah markas Intel. Markas rahasia terbesar milik militer Rusia dan sekutunya. Dengan topeng sebuah perusahaan teknologi, bangunan raksasa itu berdiri gagah di depan publik.

Chi Na masuk dengan mudah setelah ia menunjukkan kartu pengenalnya. Ia benar-benar bersyukur tidak melupakan benda kecil itu.

Setelah satu burger-nya lenyap, ia mengemudikan mobil masuk ke basement. Setelah terparkir, barulah ia mengambil soda seraya berjalan keluar. Ia naik lift, ke lantai lima puluh sambil menegak minuman ringan itu dengan santai.

Begitu lift terbuka, ia menangkap pemandangan sibuk orang-orang berseragam militer dan berjas formal. Ia kemudian melirik pakaiannya, setelan anak mau main yang agak berkesan chic. Well, masih mendingan.

Chi Na berderap ringan ke sebuah ruangan, lantas memasukinya masih dengan tangan memegang kaleng soda. Ia tersenyum heboh dengan ekspresi riang.

"Privet? Kto-nibud' skuchayet po etoy krasivoy devushke?" sapanya percaya diri.
("Halo? Apakah ada yang merindukan gadis cantik ini?")

Salah satu penghuni ruangan, laki-laki yang lebih tua tiga tahun dari Chi Na, yang tadinya duduk di salah satu kursi putar khas tempat rapat, berdiri dan berdecak.

"Your Russian language is bad, use English so you don't look like an idiot," ceplos orang itu dengan tampang tak bersalah.

Chi Na menapakkan sol sepatunya dengan keras sambil mendekat. "Padahal aku sudah belajar dengan keras, lagipula kalimatku juga benar, kok," sahut Chi Na dalam bahasa Inggris, ia mendongak dengan sombong.

"Rindu padaku, Korean Girl?" Orang itu menimpali dengan ekspresi jenaka, tanpa ragu dia juga menyambar kaleng soda Chi Na, menegak isinya sampai habis.

"Ya, rindu melihatmu sekarat!"

.
.
.
.

Sometimes I can be a nice girl,
but sometimes I can be a psychopath that you never imagined~ Chi Na

Let's vote and comment for the next part, see you and babay!

FYS : C vs C [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang