Hallo, everybody! Good evening for y'all
Idk if anyone is waiting for this story update or not, huhuBut, despite these unexpected facts, I will continue with this book. For me, for anyone who likes the simple teen action genre. Hahaha, okay let's get it!
.
.
."Chi Na! Hari ini kita kerja kelompok!"
Chi Na mengerucutkan bibirnya. Gadis berambut pirang yang sedang merapikan alat tulisnya itu terlihat keberatan. Ia menatap Claire yang baru saja meneriakinya dengan sorot tak suka.
"Aduh, hari ini aku tidak bisa, besok deh janji," Chi Na mengangkat jari kelingking. Ia nyengir lebar dengan mata menyipit.
Claire menyampirkan ransel di bahu kanan. Ia memiringkan badan supaya bisa melihat Chi Na sepenuhnya. Gadis Korea itu kini menatapnya seolah tak berdosa. Ia hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Mencoba sabar.
"Kau mau apa memangnya? Tugas ini nyaris deadline lho," jelas Claire, berharap Chi Na mau mengubah pikiran.
"Tidak bisa pokoknya, hari ini aku mau ke salon," ujar Chi Na seraya mengibaskan rambut dengan gaya khasnya.
What the–
Claire membelalakkan mata dengan mulut menganga. Tak percaya dengan tingkah Chi Na yang lebih mementingkan urusan pribadi ketimbang tugas kelompok.
"Kau membatalkan kerja kelompok hanya karena mau ke salon?" heran Claire.
Chi Na menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Tidak terima?" Ia bersidekap di atas ranselnya yang sudah rapi.
"Ya mau gimana lagi... ini udah nyaris–"
"Deadline?!" Chi Na memotong ucapan Claire cepat. Ia memutar bola mata malas. "Nanti biar aku yang mengerjakan semua kalau seandainya tidak sempat ketemuan," final Chi Na enteng.
Claire mendengus. Ia kemudian pergi keluar kelas. Malas menghadapi tingkah kekanakan si gadis pirang. Chi Na yang melihat itu tersenyum menang. Berhasil!
Iris terangnya kemudian menangkap gerak-gerik Chela yang juga hendak pergi. Ia segera ikut berdiri, menggendong tas di punggung lalu menyusul Chela.
"Hey! Chinese girl!" Chi Na merangkul pundak Chela mendadak. Ia nyengir.
Chela menoleh lalu membuang muka. Lantas tanpa aba-aba, ia menepis tangan Chi Na yang sengaja diberat-beratkan. Setelah terlepas, Chela mempercepat langkahnya.
Chi Na berdecak mendapati respon seperti itu. Ia kemudian berlari menyusul, menarik tangan Chela lalu mendorong tubuh gadis itu sampai menabrak salah satu pilar penyangga gedung sekolah.
"Kau lupa, ya?" Chi Na menatap tajam dengan ekspresi remeh.
Chela menghela nafas. Ini merupakan hari sialnya yang kesekian kali. Menyebalkan.
"Kau mau apa? Cepatlah!" sahut Chela ogah-ogahan.
Chi Na tersenyum lebar. "Temani aku ke salon!" Tanpa meminta persetujuan, ia langsung menyeret Chela supaya berjalan beriringan dengannya.
Mereka tiba di depan mobil mewah Chi Na. Chela didorong paksa untuk masuk. Setelah menyuruh Chela geser, Chi Na ikutan duduk di kursi penumpang.
Mobil kemudian melaju keluar gerbang. Menyatu dengan kendaraan lain di jalan raya menggunakan kecepatan sedang. Gedung-gedung tinggi dan megah terjajar rapi di sepanjang jalan.
Setelah beberapa menit akhirnya mereka sampai. Chela mengedarkan pandangan saat yang ia lihat bukanlah seperti salon pada umumnya.
Salon ini terlihat seperti rumah pondok asri berdesain tradisional lengkap dengan nuansa pedesaan. Bangunan yang cukup unik di kalangan gedung modern yang berada di kota metropolitan.
Chi Na mengajak Chela untuk masuk. Tentu saja bukan dengan ucapan halus nan menyenangkan. Tapi dengan nada perintah yang menyebalkan. Hancur sudah suasana hati Chela yang nyaris membaik.
Mereka berjalan melintasi batu berbentuk oval yang ditata menjadi jalan. Membelah kolam ikan koi dan taman yang sangat asri. Lalu kemudian tibalah di depan pintu kaca bermozaik dengan bingkai kayu.
Chi Na membuka pintu. Bel berdenting nyaring. Chela refleks mendongak ke atas. Melihat benda mungil yang sebenarnya kini sudah jarang digunakan.
"Chi Na! Kau tidak salah tempat?" tanya Chela. Tak bisa menahan rasa penasaran. Tempat ini lebih pantas disebut rumah nenek di desa daripada sebuah salon untuk kalangan atas.
"Tentu saja tidak, kau pasti belum pernah kemari, kan!" bangga Chi Na. "Kentara sekali dari wajahmu yang terlihat ogah mengurus diri!" ejek Chi Na kemudian.
Mereka melewati meja resepsionis. Ada seorang wanita berseragam yang berdiri siaga di sana. Wanita itu tinggi ramping proposional. Wajahnya juga amat cantik dan ramah. Wanita itu menunduk hormat.
Chela yang diperlakukan seperti itu dengan kaku membalas. Lalu tersenyum canggung karena tidak terbiasa. Berbeda dengan Chela yang serba baru dengan semua ini, Chi Na terlihat santai. Chi Na cuma tersenyum manis dengan singkat lalu langsung berlalu.
Chela buru-buru mengikuti. Takut nyasar di tempat asing ini. Chi Na berjalan keluar ruangan, melewati lorong terbuka lalu kemudian tiba di sebuah tempat yang baru pantas disebut salon.
"Selamat datang, Nona," para petugas menyapa ramah.
Chela lagi-lagi kikuk membalas senyum. Ia sebenarnya malas, tapi karena mereka semua lebih tua, ia jadi sungkan kalau mau datar-datar saja.
Chi Na meletakkan ransel di sofa. Lalu duduk di kursi rias. Ia menyuruh Chela melakukan hal yang sama. Mau tak mau Chela menurut. Ini sudah jadi konsekuensinya.
Chi Na menyisir rambut dengan jemari. Kini di belakang mereka sudah ada dua orang petugas salon yang siap sedia melayani.
"Baiklah, kami berdua mau mengecat rambut. Saya warna pink dan teman saya ini warna pirang ya, terimakasih," kata Chi Na sopan. Yang tanpa sadar membuat Chela mengrenyit kaget. Gadis bar-bar ini ternyata tahu tata krama juga.
"Baik, Nona."
Mereka memasang perlengkapan. Lalu saat rambut hitam legam Chela disentuh, Chela baru tersadar.
"Eh–tunggu! Kita tidak boleh mengecat rambut!" sewot Chela memprotes keinginan Chi Na.
"Itu gampang, tinggal dicat lagi," respon Chi Na enteng.
"Enak saja! Nanti rambutku rusak!" sambar Chela ngegas.
Chi Na berdecak geram. "Tinggal menurut kok susah amat! Kaya belum pernah ngecat rambut aja!"
"Ya tapi–"
"Shutttts!" Chi Na menempelkan jari telunjuk di depan bibir.
Chela menghempaskan tubuh pasrah. Dua wanita yang ahli rambut itu pun mulai bekerja. Mengubah mahkota kepala Chela yang terjaga warna aslinya sejak dulu menjadi warna cerah khas si gadis pengganggu.
Chi Na tersenyum penuh kemenangan. Ini hari paling seru. Dimana ia malah pergi ke salon dengan musuh bebuyutan sendiri. Aneh, tapi nyata. Memikirkan hal itu membuatnya tertawa di dalam hati.
Oh, rambut pink! Datanglah!
Chi Na lalu melirik wajah masam Chela dengan girang. Kena kau gadis es!
***
FYS : C vs C
I hate you, you hate me. We have no reason to be good people~
.
.See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
FYS : C vs C [Slow Update]
Science Fiction[privat acak, follow me first] . . . . We will be enemies even to hell though_ ©