.
.
.
.Beberapa orang membuat lelucon atas namaku. Lihat saja, akan kubuat mereka takut karena nama itu~
***
Chi Na memejamkan mata. Walaupun tak ada yang bersuara, tapi keadaan di sekitarnya tetap saja ramai. Suara angin yang dengan kencang menghantam kostumnya, membuat telinga pekak.
Ia memang memakai helm, benda khusus yang dirancang untuk melengkapi setelan ini. Tapi meski begitu, seandainya ia berani membuka mata, irisnya tidak bisa melihat hal lain kecuali warna langit sendu yang seolah memudar karena dilewati dengan sangat cepat.
"Kita akan segera sampai, kau siap, Agen?" Mayor Griff berbicara dengan suara lantang dari helm depan.
Chi Na tak menyahut, kepalanya sudah tidak bisa konsentrasi pada satu hal. Kalimat Mayor Griff bagai air yang terkena lemparan batu, pecah berantakan kemana-mana.
Ia juga mulai pusing, seolah batas antara alam bawah sadar dan dunia nyata menghilang. Badannya terasa ringan, tapi terus tertarik ke bawah. Orang mana yang bisa tenang dalam keadaan begini?
Mayor Griff memeriksa ketinggian, lalu kemudian menarik salah satu tali khusus yang disediakan di samping dada, di setelannya juga setelan Chi Na. Tali itu langsung membuka dua parasut dan menahan para penerjun tersebut agar tidak langsung membentur tanah bersalju.
Chi Na tersentak, ia refleks mencengkram dua sisi pegangan parasut erat-erat. Detik berikutnya gadis itu pun menghela napas lega. Ia selamat, syukurlah parasutnya tidak macet. Ia sudah sangat parno tadi.
"Aman?!" Mayor Griff berteriak menanyakan kondisi Chi Na. Sedari tadi ia tak mendengar apapun dari balik helm patnernya, ia jadi cemas.
Chi Na meneguk ludah, tenggorokannya kering. "Yeah! I'm fine!" balasnya segera.
Mayor Griff mengangguk bangga. Setelah dirasa bahwa sang agen junior mulai memegang kendali atas parasutnya sendiri, ia melepas kait penghubung antara suit mereka.
Jantung Chi Na mencelos seketika. Tubuhnya melayang menjauh dari Mayor Griff, membuatnya dihinggapi rasa takut.
Memberanikan diri, Chi Na mengedarkan pandangan dan berusaha tenang. Matanya tidak bisa berhenti memeriksa apakah ia masih memegang pengatur arah parasut atau tidak.
Angin dingin berhembus pelan, menerbangkan parasut yang dikendalikan oleh para anggota SEA ke titik pendaratan yang sudah ditentukan. Kepingan salju tipis juga berhamburan di sekeliling mereka, membuat tingkat ketegangan Chi Na sedikit menurun.
Puncak-puncak pohon mulai terlihat. Warna di bawah sana dominan putih, karena nyaris semua benda terkubur salju. Kabut tebal yang sedari tadi mengambang bebas di bawah stratosfer pun menipis sedikit demi sedikit.
Chi Na mengusap hidungnya dari celah di bawah kaca helm. Sambil mengayunkan kaki dengan tempo lambat, ia terus mengamati daerah di tempat itu.
Ini jelas bukan perkotaan yang hangat. Hanya ada hutan pinus sepanjang mata memandang. Jalanan juga hanya satu itupun bukan jalan permanen. Tak ada pemukiman, atau setidaknya satu gubuk pun.
Di mana orang-orang Kvozde itu beraksi? Mereka organisasi kaya, mana mungkin membiarkan tim-nya mati kedinginan selama misi. Mereka pasti membuat tempat persembunyian yang susah dicari.
Buktinya, SEA harus mengirimkan agen dengan cara ekstrim seperti ini. Naik pesawat ke bagian Utara Rusia, lalu dilepaskan di udara musim dingin untuk mencapai lokasi. Benar-benar nekat.
Chi Na menoleh ke kanan dan ke kiri. Ada tujuh orang lain yang sedang berputar perlahan dengan parasut transparan masing-masing.
Tunggu–
Bukankah ada dua pesawat yang diterbangkan oleh SEA? Para penerjun payung ini jelas hanya penumpang pesawat satu. Kemana para pasukan di pesawat kedua?
Ia mendongak ke atas, mengecek langit siapa tahu pesawat tadi masih ada. Percuma, kabut tebal menghalangi pandangannya, ia tak menemukan apapun.
"Di mana mereka?"
Belum sempat Chi Na menyadari kalau ia sudah dekat dengan permukaan tanah, kepalanya sudah terantuk ranting pohon saja. Ia kaget, langsung menunduk dan mengangkat tangan ke atas, lupa kalau sudah dilindungi oleh helm.
Brak
"EOH!!"
Saat ia menabrak dahan pohon yang besar, Chi Na tanpa pikir panjang melepas kait pengamannya. Pikirnya, parasutnya pasti menyangkut jadi ia tak punya jalan turun lain. Tubuhnya melorot sambil terantuk-antuk ranting, lalu jatuh ke hamparan salju setebal tiga puluh senti dari ketinggian tiga meter.
"AIHH, TULANGKU!" Chi Na menjerit pilu, ia jatuh terduduk, tidak terlalu keras karena tanah yang sudah terbenam, tapi tetap saja sakit.
Mayor Griff mendarat sepuluh meter di depan Chi Na, mengrenyit heran karena bocah yang seharusnya juga tiba bersamaan tak kunjung datang. Ia pun celingukan ke kanan kiri, lalu menoleh ke belakang dan ber–oh astaga.
Agen muda itu ceroboh sekali!
"Aduh, sial sial!" maki Chi Na. Ia menekuk lutut dan menarik kaki ke belakang, tangan kanannya menumpu salju dingin, dan tangan kiri masih mengelus area belakangnya.
Chi Na berdiri tegak, tapi kemudian harus kembali menunduk kala suara ribut dari River mengusik ketenangan. Dua agen lain tiba, mendarat dengan sempurna di tempat para prajurit lain tadi.
"Dasar..." Chi Na pun berjalan mendekati yang lain, terseok-seok. Sepatu boots-nya yang terbenam separuh dalam salju membuat langkahnya menjadi berat.
"Bocah oh bocah! Amatir!" Itu kalimat pertama yang Chi Na dengar kala ia sampai di titik pendaratan yang asli. River, orang itu puas sekali melihat penampilan Chi Na yang berantakan dan dipenuhi oleh salju.
"Aman, Nak?" Mayor Griff bertanya memastikan.
Chi Na yang sedang membungkuk dengan tangan bertumpu di lutut memberikan jempolnya. Ia lalu menegakkan badan, dan melepas helm. Rambut pirangnya yang tak diikat langsung jatuh terurai.
"Tadi itu menyenangkan," katanya.
River berdecak. "Alah, baru saja kau–"
"Ayo bergegas!" Lake memotong, lantas mendorong punggung River untuk segera berjalan.
"Cih, tak bisakah kau biarkan aku memberi wejangan kepada anak itu?" cibir River.
Lake membisu, membuat River manyun seketika. Sabar, ia sudah terbiasa diabaikan seperti ini. Hitung-hitung tambah pahala untuk masa depannya nanti, di akhirat.
Pasukan berjumlah delapan orang itu pun meninggalkan lokasi mendarat. Mereka berjalan terus ke Utara, di mana tempat yang diprediksi merupakan area bersembunyi orang Kvozde berada. Sebelum itu, setelan terjun payungnya sudah dilepas dan dikubur bersama parasut di bawah tumpukan salju.
Chi Na memilih jalan di samping Lake, di mana depannya ada River. Ia juga ada di sebelah salah satu prajurit. Mayor Griff ada di bagian paling depan, dia yang membawa GPS untuk memandu arah.
"Kira-kira ada berapa orang di sana?" tanya Chi Na, ia menyampirkan anak rambut ke belakang telinga, juga membenarkan beberapa letak jepit rambut pelanginya.
"Tidak sampai seratus," jawab Lake.
Chi Na melebarkan mata. "Ihh, itu banyak!" serunya, tak setuju dengan ekspresi Lake yang terlihat santai.
"Kita pasti menang," ujar Lake, ia merapatkan tas gendongannya, lalu menggosokkan kedua tangan, dingin.
"Mereka bukan lawan yang bisa diremehkan." Chi Na masih saja menyahut.
"Memang, tapi jangan terlalu khawatir. Jika kau lelah adu jotos, mudur saja ke belakang kami," kata River, melengok ke belakang. Lalu terkekeh garing.
Chi Na diam saja.
"Iya, River benar. Kami akan melindungimu," kali ini Lake yang bersuara, membuat Chi Na merasa lebih tenang. Yah, mereka memang kakak senior yang baik.
.
.
.
.See you when I see you, vote and comment for the next part and babayyy
KAMU SEDANG MEMBACA
FYS : C vs C [Slow Update]
Science Fiction[privat acak, follow me first] . . . . We will be enemies even to hell though_ ©