Epilog

30 8 0
                                    

Sudah hampir tiga tahun namun, kekosongan itu masih sama. Setelah aku memustuskan untuk pergi semuanya berubah. Lembaran kertas yang dulunya penuh tinta tanpa titik sekarang meninggalkan koma. Mesin tik yang suaranya selalu aku nikmati ketika menulis kisah kita, kini diam. Canvas yang semula penuh dengan cat warna-warni sekarang hanya tergores cat hitam.

Kadang aku berpikir apakah semuanya sudah berakhir? Paragraf yang terjeda itu, akahkan berlanjut dengan paragraf-paragraf baru? Mungkinkah mesin tik yang hampir tiga tahun tidak mengetik namanya akan segera mengetik lagi? Kadang juga aku rindu melukis kisah kita di canvas dengan cat warna-warni.

Apakah benar-benar berakhir? Secepat itu?

Kamu yang mengenalkanku dengan cinta. Cinta yang aku pikir tidak akan seburuk dengan apa yang pernah aku alami sebelumnya. Setelah aku jalani ternyata keduanya sama saja, sama-sama memberi luka. Kisah kita memang singkat, entah kenapa rasanya masih membekas.

Aku tidak ingin berlarut-larut hanya dengan memikirkan kamu yang belum tentu memikirkan aku. Pertanyaan yang selalu muncul dalam kepalaku adalah, apakah waktu yang lama ini belum cukup untuk melupakanmu?

Sejujurnya aku tidak ingin ada kata perpisahan namun, keadaan yang menginginkan kita berpisah. Setelah kita bertemu lagi, sulit sekali rasanya bagiku untuk diam saja. Rasa-rasa ingin bertanya kabar namun, aku sadar kamu telah banyak mengecewakanku dan aku takut lupa hal itu hanya dengan melihat senyummu.

Setiap hari akuberdoa. Tidak apa-apa dulu kamu menggali lukaku. Tapi aku mohon, singkirkanperasaan ini.

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang