Bukannya menolak, Elvano malah membiarkan tangannya berada di genggaman Agatha. Dia diam menatap gadis disebelahnya. Entah kenapa kedatangan Agatha membuatnya bimbang. Gue udah punya Aleena.
Agatha tidak pernah memalingkan wajahnya dari hadapan Elvano. Matanya menyipit, senyum dibibirnya pelahan menghilang. Nafasnya ia buang dengan kasar. Dilihat belum ada tanda-tanda Elvano akan membuka suara. Tangannya menepuk-nepuk tangan kekar milik Elvano membentuk sebuah irama. "Kenapa diem aja, El?" tanya Agatha.
Elvano yang masih dengan kegiatan menatap wajah Agatha kembali tersadar ketika tangannya ditepuk-tepuk. Dengan gerakan cepat Elvano memalingkan wajahnya, kemana saja asal tidak bertemu pandang dengan Agatha. Perlahan tangannya ia lepas dari genggaman Agatha. Suasana berubah menjadi canggung. Tangannya terangkat untuk menggaruk tengkuknya untuk menghilangkan rasa aneh yang menjalar di tubuhnya.
"Hey ...." Telapak tangan Agatha membawa wajah Elvano untuk menatapnya. Agatha mengerutkan keningnya, Elvano selalu berusaha menghindari tatapannya dengan memalingkan wajah. Merasa bosan karena tak kunjung ada jawaban dari mantan kekasihnya itu, Agatha menegakkan badannya. Sebelum benar-benar pergi dari hadapan Elvano, ia menatap wajah cowok itu dengan tatapan sendu.
Dia menghela nafasnya lega ketika mendengar suara derap langkah semakin menjauh darinya. Wajahnya terangkat menatap kepergian Agatha yang mulai menghilang dari indera penglihatannya. Telapak tangannya meraup wajah tampannya dengan kasar secara berulang-ulang. Entah perasaan apa yang sedang ia rasakan. Satu sisi ia sudah resmi menjadi kekasih Aleena, namun kedatangan Agatha berhasil mengobrak-abrik tatanan hatinya.
Elvano mengerutkan keningnya. Selama mereka putus, Agatha tidak pernah menghubunginya terlebih dahulu. Bahkan, mustahil sekali dia akan mendatangi Elvano seperti apa yang barusan ia lakukan. Walaupun mereka satu sekolahan, tapi Agatha tidak pernah peduli dengan keberadaan Elvano. Lain dengan hari ini, rasanya masih abu-abu untuk seorang Agatha menemui Elvano dan menanyakan perihal perasaanya.
"Kayaknya ada yang gagal move on," kata Devan.
Devan dan Gavin berjalan menuju bangku masing-masing. Sedari tadi Devan dan Gavin melihat gerak-gerik Agatha dan Elvano. Mereka berdiri di depan jendela kelas yang tidak jauh dari bangku Elvano. Untung saja kelas mereka hanya diisi Elvano dan Agatha. Bukan maksud mereka menguping, namun suara Agatha cukup keras untuk masuk ke dalam telinga Devan dan Gavin. Kalau sudah seperti itu, apa bisa dikatakan menguping?
"Brisik lo berdua, gue udah ada Aleena." Elvano menatap kedatangan kedua sahabatnya.
"Oh ya ...? Inget Elvano, lo pacaran sama Aleena itu nggak lebih dari sekedar taruhan," jelas Gavin.
Rahang tegas milik Elvano mengeras. Entah sejak kapan dia tidak suka jika hubungannya dengan Aleena karena taruhan. Sejak perasaannya muncul untuk Aleena, Elvano tidak lagi memikirkan masalah taruhan.
Devan mentap Elvano sekilas. Tangan merogoh saku celananya, ia mengambil kunci motor di sana. Kunci motor itu ia letakkan di atas meja Elvano. "Nih, ambil motor gue, selamat lo berhasil dapetin Aleena."
Gavin berjalan menepuk-nepuk bahu Elvano. Bibirnya membentuk senyuman. "Selamat, Bro!"
Elvano diam mendengar celotehan kedua sahabatnya. Dia juga tidak ada niatan mengambil kunci motor yang Devan berikan secara cuma-cuma padanya.
"Lupain taruhan kita," kata Elvano. Dia menyerahkan kembali kunci motor milik Devan. "Gue baru sadar, perasaan gue ke Aleena beneran, jadi ... lupain taruhan ini, anggap aja kita bertiga nggak pernah taruhan. Dan, gue mohon jangan sampai Aleena tahu tentang taruhan ini, mulai detik ini gue nggak mau ungkit-ungkit lagi tentang taruhan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEENA
Teen FictionIni hanya sebuah kata-kata, mengungkapkan rasanya dikecewakan. Tentang seorang gadis SMA, yang tidak percaya dengan cinta. Hal ini disebabkan karena ia memiliki trauma yang pernah ia hadapi. Trauma ini salah satunya berasal dari orang yang paling...