Seorang laki-laki berjas almamater biru elektrik melangkah naik ke atas panggung, mengundang tatapan kagum ratusan pasang mata. Mereka memandang girang laki-laki yang saat ini menjabat sebagai ketua osis di SMA Negeri 3 Bandung.
“Ngga nyangka ya, MOS udah mau berakhir hari ini”
Siswi yang menggunakan papan nama CLARETA di depan dada itu mengusap keringat yang menetes di dahinya.
“Iya, gue jadi ngga repot-repot bawa perlengakapan MOS” sambung siswi lain yang bernama ALEENA.
“Yah, gue jadi ngga bisa lihat kakak osis yang itu dong” tunjuk siswi yang bernama NESYA ke arah laki-laki yang sedang berbicara di atas panggung.
“Ya ampun, Nes. Lo kan bisa liat dia tiap hari!” seru Clareta ke arah Nesya, kemudian kembali mendengarkan ucapan senior di atas panggung.
“Hmm, iya sih, tapi beda suasana tau, Ta” sambungnya tak mau kalah.
Aleena diam, memilih untuk tidak memperdulikan kedua temannya yang asik ngobrol, padahal di atas panggung masih ada orang berbicara, tidak sopan, pikirnya.
“…Sekian apa yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya saya mohon maaf, selamat sore, hati-hati di jalan” pesan ketua osis mengakhiri sambutannya.
“Kalian langsung pulang atau mau ke mana dulu?” tanya Clareta menatap kedua temannya secara bergantian, sambil merapihkan rambut yang menghalangi pandangannya.
“Gue pengin minum kopi di kedai biasa” Aleena mulai melangkahkan kakinya ke arah gerbang, diikuti kedua temannya.
Jarak SMA Negeri 3 Bandung dengan kedai kopi yang dituju tidak terlalu jauh, mereka bertiga berjalan kaki, sambil sesekali bergurau.
Aleena dan dua temannya memang menyukai kopi. Menurutnya, kopi mempunyai rasa tersendiri, ada rasa pahit dan rasa manis yang digabung menjadi satu. Kedua rasa itu selalu hadir dalam kehidupan, pikirnya. Hidup tidak selalu manis, tidak juga selalu pahit, keduanya seimbang. Takaran ini tergantung manusia yang menjalaninya, seperti kopi yang diracik sesuai keinginan pembuat.
“A’! Pesen kaya biasanya 3, di meja nomor 1” seru Nesya, sesampainya mereka di kedai kopi sore itu.
“Siap, Neng.” Penjual itu mencatat pesanan Nesya, dia hafal menu yang dipesan tiga gadis itu di luar kepala. Mereka bertiga memang sering mengunjungi kedai kopi itu sejak mereka SMP, tidak heran jika penjual itu hafal di luar kepala.
Suasana kedai kopi sore itu ramai, banyak muda-mudi yang sedang menyesap kopi menikmati sore itu. Tidak heran kedai ini ramai, bukan hanya kopi-kopinya saja yang enak tetapi, tempat ini juga cocok untuk berkumpul dengan teman, mengerjakan tugas, atau sekadar nongkrong. Nyaman, satu kata itulah yang dapat menggambarkan tempat ini.
“Em, Leen. Gimana keadaan bunda lo?” tanya Clareta memecah keheningan diantara mereka bertiga.
Aleena yang sedang melihat notifikasi di ponselnya, mendongakkan kepala, meletakkan ponselnya di atas meja “Bunda baik-baik aja kok, Ta.” Aleena menghembuskan nafasnya.
Nesya juga ikut meletakkan ponsel yang ada di genggamannya “Hmm, Leen. Kalau ayah lo, masih kaya dulu?” tanya Nesya hati-hati.
“hmm, ya, kalau itu masih serr..” ucapanya terputus karena pesanan mereka bertiga sudah datang.
“Ini, Neng. Pesanannya, Cappuccino 1, Macchiato 1, dan Mocaccinonya 1”
“Makasih A’” ucap mereka bertiga serempak.
“Iya, Neng. Sama-sama” penjual itu pergi meninggalkan meja nomor 1.
Cappuccino adalah kopi favorit Aleena, sedangkan macchiato adalah kopi favorit Clareta, dan mocaccino kopi favorit Nesya. Jika di kedai ini, mereka bertiga selalu memilih menu itu. Sejak pertama mereka datang pun tidak pernah ada perubahan. Sampai pernah penjual di kedai itu menawarkan menu yang berbeda bahkan, menu baru pun mereka tetap memilih menu yang seperti biasa.
“Sudah nyaman, A’. sama kopi ini” kata mereka bertiga ketika ditanya opsi menu lain.
Enjoy dengan cerita pertama aku ini. Jangan lupa add ke library kamu dan tinggalkan jejak setelah membaca dengan vote klik tanda bintang, komen, kritik, masukan, dan apapun semua yang membangun. Tanda baca juga boleh dikomentari, karena aku juga masih belajar nulis.
Jangan lupa follow aku di Instagram @dittaawulan .Temanggung, 10 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEENA
Novela JuvenilIni hanya sebuah kata-kata, mengungkapkan rasanya dikecewakan. Tentang seorang gadis SMA, yang tidak percaya dengan cinta. Hal ini disebabkan karena ia memiliki trauma yang pernah ia hadapi. Trauma ini salah satunya berasal dari orang yang paling...