4. Rumah adalah tempat ternyaman ?

75 15 6
                                    

Elvano dan kedua temannya memarkirkan motor di halaman rumah Elvano. Mereka bertiga memasuki kamar Elvano. Devan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur king size milik Elvano. Sedangkan Gavin mengikuti pergerakan Devan, rebahan di kasur Elvano. "Dasar, temen ga ada akhlak, kasur gue tuh!" Protes Elvano.

"Numpang bentar, El. Gue dari tadi malem ga tidur" jawab Devan mencoba menutup matanya.

"Lo, dikasih malam buat tidur juga, ga dimanfaatin" protes Elvano.

"Ga bisa tidur, El. Nyokap gue ngomel mulu semaleman gara-gara gue ga piket" curhat Devan, seraya menegakkan badannya yang dari tadi tiduran.

"Ada gitu jadwal piket di rumah Lo?" Tanya Gavin.

"Nih, gue ceritain, penderitaan gue selama di rumah keluarga Pradipta"

"Pertama, gue disuruh nyapu ditambah ngepel, dari lantai 1 sampai lantai 12"

"Kedua..."

"Selama gue temenan sama Lo, dan main ke rumah Lo, ga ada tuh lantai 12" potong Elvano ketika Devan akan melanjutkan ceritanya.

"Iya, bener. Gue main ke rumah Lo, cuma 3 lantai" sambung Gavin.

"Protes mulu Lo jadi orang! Nih, gue lagi mendalami peran gue jadi babu di keluarga gue" sewot Devan "3 dikali 4 berapa?" Tanya Devan.

"12, lah bego, anak baru lahir juga paham" jawab Gavin.

"Ya udah sih, gue cuma ngetes lo, Lo kan biasanya lupa beli otak"

"Lah, kan tadi di minimarket gue udah beli otak, ngga heran dong gue bisa jawab pertanyaan Lo" jawab Gavin sambil membuka jajan yang mereka beli tadi di minimarket.

"Kedua, gua disuruh cuci piring, cuci baju, nyetrika, terus... "

"Makan tuh penderitaan" Elvano melempar kacang ke arah Devan.

"El, angkat gue jadi adek Lo dong" pinta Devan dengan muka memelas.

"Ga! Ga ada. Kasian nyokap Lo. Kalau Lo pindah rumah, rumahnya ga ada yang bersihin"

"Nyokap gue malah Alhamdulillah kalau gue pergi dari rumah, El. Bisa-bisa syukuran satu kampung dah, 7 hari 7 malem" cerita Devan.

"Lo nya aja yang petakilan" sambung Gavin.

"Lah, gue diajarin Lo berdua" protes Devan, tidak terima.

"Gue sama, El. Tiap hari, ngajarin Lo ngaji, Alif aja Lo ga tau bentuknya gimana!" Elvano tertawa mendengar ucapan ketua OSIS gesrek di sebelah Devan.

"Ga usah bahas itu, malu gue diketawain rombongan ibu-ibu muslimat di gang rumah gue" ucap Devan kembali membaringkan badannya di kasur Elvano.

"Udah, yang tadi di minimarket, Lo berdua mau ngomong apa? Udah sampe rumah gue dari tadi juga, Lo malah nerocos sana-sini" potong Elvano.

"Emang mulut si tikus India, udah kaya toa masjid samping rumah gue" sambung Gavin.

"Diem Lo gembel pasar Afrika" Devan melempar bantal ke arah Gavin.

Devan mulai menegakkan badannya dan mulai bercerita "Jadi gini, El. Cewek yang tadi ribut sama Lo di minimarket itu, temen calon pacar gue"

"Oh" jawab Elvano.

"Oh doang, El?"

"Terus, gue harus respon gimana? Cerita Lo ga menarik juga" tanya Elvano.

"Tau ah, gila usia muda gue lama-lama temenan sama Lo" Devan tidak habis pikir dengan respon Elvano.

"Duarr" suara petir terdengar "perasaan gue ga enak, El."

"Rasain Lo, Van. Semesta mendengar doa Lo. Gila muda tau rasa" Gavin menertawakan Devan.

"Tadi tuh salah ngomong gue"

Elvano tidak memperdulikan kedua temannya, ia memilih pergi ke kamar mandi untuk mengganti seragamnya dengan baju bebas.

***

Sepulang sekolah Aleena selalu berdiam diri di kamarnya. Rumah, bagi orang-orang adalah tempat paling nyaman. Namun, menurut Aleena rumah merupakan tempat paling buruk yang pernah ia kunjungi.

Aleena selalu berpikir keras untuk memahami hidupnya. Menurutnya hidup Aleena berbeda dengan hidup Nesya maupun Clareta. Bahkan, berbeda dengan kisah hidup orang-orang di luar sana.

Menurut Aleena, rumah sekarang bukan lagi tempat ia berpulang, sejak kedua orang tuanya selalu bertengkar. Aleena sampai sekarang belum juga tahu penyebab dari keributan kedua orang tuanya selama ini.

Tidak ada lagi makan bersama di meja makan. Tidak ada lagi bercanda siang malam yang selalu dilontarkan kedua orang tuanya. Tidak ada lagi begadang melihat pertandingan club sepak bola kesayangan bersama ayahnya.

"Kapan semua akan kembali?" Gumamnya, membaringkan badan di kasur.

Baru akan memejamkan matanya, Aleena diganggu oleh suara getar ponselnya.

Drrrt... Drrrt... Drrrt...

Aleena segera melihat nama yang tertera di layar. Nesya Cantik Dunia Akhirat. Ternyata nama itu yang mengganggu waktu tidurnya.

"Leen. Lo di mana sekarang?"

"Di rumah, ada apa Nelpon? Lagi mau tidur siang ini" kesalnya.

"Bisa nyusul gue ga?'

"Ada apa sih, mager gue"

"Penting. Pokoknya Lo ke sini dulu, cepetan! Keburu orangnya pergi"

"Penting mana sama urusan negara?"

"Lebih penting ini. Sumpah ini lebih penting dari pada urusan kucing gue yang mau lahiran"

"Mager guenya"

"Ga mau tau pokoknya gue tunggu di cafe biasa sekarang titik!"

"Bilang dulu ada apaan!"

"Ah lama, jadi gue liat... " Ucapan Nesya terputus oleh suara ketukan pintu di kamar Aleena.

Tok... Tok... Tok... "Al, buka pintunya sebentar sayang" teriak bunda Aleena di luar kamar Aleena.

"Bentar ada bunda, gue matiin dulu telponnya"

"Bentar, gue belum selesai ngomong"

"Habis ini gue telpon lagi, Lo boleh cerita habis ini" Aleena memutuskan sambungan secara sepihak.

"Masuk aja, Al. Ga ngunci pintunya kok, Bun." Teriak Aleena.

Bunda Aleena berjalan ke arah Aleena. "Al. Makan dulu di bawah, kamu dari tadi pulang sekolah belum makan kan?" Tanya bunda Aleena.

"Iya, Bun. Habis ini Al Ke bawah" jawab Aleena seraya memberikan senyum bundanya.

"Ya udah, bunda ke bawah"

Aleena mengambil ponselnya dan segera menghubungi Nesya.

"Halo, Sya." Ucapnya ketika Nesya sudah mengangkat panggilannya.

"Lama Lo, orangnya keburu pergi"

"Ada apa sih sebenarnya?"

"Jadi, gue kan lagi di cafe biasa kita nongkrong, terus dateng tuh...."

Penasaran yang dateng siapa???
Tunggu kelanjutannya.
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca cerita ini dengan cara vote klik tanda bintang, komen, kritik dll terserah reader.

Temanggung, 14 April 2020

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang