26. Oh Mine

40 7 0
                                    

"Berhenti!" keduanya saling diam mendengar suara Aleena.

"Aleena!" Aksa dan Elvano sontak berhenti berkelahi.

Aleena berjalan ke depan Aksa dan Elvano berdiri. "Kenapa berantem, udah ngerasa jadi jagoan?" tanya Aleena.

"Nggak ada apa-apa kok, biasa masalah cowok!" bohong Elvano.

"Nggak, dia bohong, Al." Aksa menunjuk Elvano dengan jari telunjuknya.

"Apaan sih lo!" potong Aleena, "mending kita pergi dari sini, Kak. Gue risi liat muka-muka pengkhianat." Aleena menarik tangan Elvano menjauh dari Aksa.

Aksa mengepalkan tangannya melihat kepergian Aleena dan Elvano. "Awas aja lo, El. gue bakalan rebut Aleena dari lo!"

"Arkhhh ...!" Aksa meninju keras tembok belakang sekolah hingga darah segar mengalir dari punggung jari-jarinya.

֍֍֍

Aleena membawa Elvano ke ruang UKS. Ia mendudukan Elvano di ranjang yang kosong. Kemudian ia mencari kotak obat yang tersedia. Secara perlahan Aleena membersikan darah yang mengalir di sudut bibir dan dahi Elvano. Di area mata Elvano juga membekas biru-biru. Namun, luka di seluruh wajah Elvano tidak satupun yang berhasil mengurangi kadar ketampanannya. Elvano bukan preman sekolah, tapi ia cukup mahir berkelahi untuk seukuran anak laki-laki.

Dengan telaten Aleena menempelkan beberapa plaste. "Sss ... sss ...." Ringisan Elvano terus terdengar di penjuru ruangan.

Setelah selesai Aleena membereskan kotak obat. Ringisan Elvano kembali terdengar. Aleena menatap tajam Elvano. "Makanya nggak usah berantem, Kakak pikir keren apa?"

"Keren." Elvano memegang luka dahinya yang sudah tertutup plaster.

Aleena memutar matanya jengah mendengar perkataan Elvano. Aleena mengembalikan kotak obat ke tempat semula, setelah itu ia duduk di kursi yang ada di UKS.

"Punya masalah apa sama Aksa, sampe harus ribut-ribut segala?" tanya Aleena.

Elvano menggaruk tengkuknya. "Eh, itu ... masalah cowok ..., iya masalah cowok, biasa," sahut Elvano.

"Harus banget pake berantem?"

"Harus," kata Elvano cepat.

"Sok jagoan!" ejek Aleena.

Elvano turun dari ranjang dan menarik pergelangan tangan Aleena. "Oh ya, gue laper, kantin yuk!" ajak Elvano.

Aleena dan Elvano duduk di salah satu meja kantin. Di dalam kantin tidak terlalu ramai. "Entah kenapa ... gue nyaman di deket Aleena."

Elvano menatap wajah Aleena di hadapannya. "Gue bukan lagi pengin menang taruhan itu, tapi ... gue bener-bener cinta sama dia. Gue nggak peduli lagi dengan taruhan itu, masa bodo dengan motor kesayangan Devan, yang penting gue bisa dapetin hati Aleena. Gue harus minta pertanggungjawaban darinya yang udah ambil hati gue. Dia beda dari Agatha ..., kayaknya gue harus cepet-cepet jadiin dia pacar, sebelum Aksa bener-bener ambil Aleena. Gue nggak mau itu semua terjadi."

"Kak ...! Ngelamun terus, nih nasih gorengnya udah dateng."

Elvano sadar dari lamunannya, ia segera melahap nasi goreng di hadapannya.

֍֍֍

Aleena memasuki kelasnya. Ia melihat Nesya dan Clareta sedang asyik berbincang-bincang. Aleena duduk di bangkunya menghadap Nesya dan Clareta.

"Dari mana aja, Leen?" tanya Clareta.

Aleena menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. "Em, tadi dari toilet," sahut Aleena.

ALEENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang