"Ada apa sih sebenarnya?"
"Jadi, gue kan lagi di cafe biasa kita nongkrong, terus Dateng tuh bokap lo."
"Lo liat bokap gue aja seheboh itu ya?" tanya Aleena, tidak habis pikir dengan sahabatnya yang heboh menelpon, hanya gara-gara melihat ayahnya.
"Gue nggak bakalan seheboh ini, kalau gue nggak liat bokap lo sama perempuan lain di cafe." Nesya di sebrang sana mencoba menjelaskan alasan kehebohannya pada Aleena.
"Ngaco lo, bokap gue lagi kerja." Aleena memang tahu ayahnya sering pulang larut, jika ditanya kenapa pulang malam? Selalu dijawab dengan satu kata, yaitu lembur. Lembur menjadi alasan mengapa Aleena tidak sedekat dulu dengan ayahnya, begitu pula dengan keributan kedua orang tuanya. Seakan ayah Aleena menghindari Kalila, bunda Aleena.
"Iya, tau, mungkin lagi istirahat," Nesya menghembuskan nafasnya dan melanjutkan ucapannya, "tapi, Leen. Sama perempuan loh."
"Ya mungkin itu temen kerja bokap gue, nggak usah mikir macem-macem deh!" Aleena mencoba untuk tetap berpikir positif, padahal dalam hatinya juga tengah memikirkan omongan sahabatnya.
"Gitu, ya, Leen?"
"Iya, Nesya cantik, udah ah gue belum makan, bye!" Aleena memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Aleena keluar kamar, berjalan menuju meja makan. Kalila, bunda Aleena sudah menunggu Aleena dari tadi. Melihat Aleena menuju ke arahnya, Kalila segera mengambil nasi serta lauk pauk untuk putri kesayangannya.
Aleena duduk di samping bundanya. Kalila meletakkan nasi di hadapan Aleena. "Makasih, Bun," ucap Aleena pada bundanya.
"Cepet dihabisin, kamu pasti laper dari tadi belum makan," ucap bunda Aleena seraya merapihkan rambut putrinya yang menutupi wajah.
"Iya, Al makan. Bunda nggak makan? tanya Aleena.
"Bunda tadi siang udah makan, sekarang bunda mau temenin kamu makan." Senyum Kalila pada putrinya.
Suasana rumah Aleena sekarang selalu sepi, berbeda dengan suasana rumahnya dulu. Aleena belum tau pasti penyebab semua itu apa. Aleena sudah menghabiskan makanannya. Ia menatap bundanya, yang ditatap menoleh ke arah Aleena. "Bun, Al ke kamar ya," pamit Aleena dan segera berjalan menaiki tangga ke arah kamarnya.
***
Jam di kamar Aleena menunjukkan pukul 10 malam. Aleena menghembuskan nafasnya ketika ia mendengar keributan orang tuanya di ruang tamu. Ayah Aleena memang sering pulang semalam ini, dan dia tidak pernah makan malam di rumah. Aleena membuka sedikit pintu kamarnya dan mendengarkan percakapan kedua orang tuanya. Aleena bingung, sebenarnya apa yang mereka ributkan setiap malam.
"Saya kerja juga buat kalian!" tegas Raka, ayah Aleena.
"Harus ya, kerja tiap hari pulang malem, nggak pernah ada waktu buat anak?" tanya Kalila.
"Kamu nggak perlu tau urusan saya," jawab Raka.
"Kamu juga harusnya tau, Aleena butuh perhatian kamu!" teriak Kalila ketika Raka mulai melangkahkan kaki naik ke atas tangga.
"Kalau saya nggak kerja, kalian berdua makan apa?" tanya Raka membalikkan badannya ke arah Kalila.
"Saya nggak percaya, kamu seharian penuh kerja!" Kalila memutar matanya jengah.
"Oh, jadi kamu nuduh saya yang macam-macam?" tanya Raka.
"Kalau iya?" Kalila mulai jengah dengan tingkah suaminya.
"Terserah apa katamu!" Raka mulai berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.
Aleena menutup pintu kamar dan segera mengunci dari dalam. Aleena memilih tidur dari pada memikirkan hal-hal yang membuatnya pusing.
***
Paginya di meja makan, Aleena duduk hanya berdua dengan bundanya. Selalu saja seperti ini setiap pagi. Kalau ia bertanya tentang ayahnya Kalila selalu menjawab, "Ayahmu sudah berangkat tadi pagi." Aleena menghabiskan sarapan kemudian ia segera berpamitan untuk pergi ke sekolah.
Sesampainya di sekolah Aleena melihat banyak siswa-siswi kelas X sedang melihat pengumuman di mading sekolah. Ia melangkah ke arah mading. Pengumuman itu berisi informasi pendaftaran organisasi dan ekstrakurikuler. Aleena yang tertarik dengan jurnalistik segera mencatat nomor narahubung ekstrakurikuler jurnalistik.
Aleena berjalan menuju kelasnya, di bangku belakangnya sudah terisi kedua temannya. Aleena meletakkan tas di atas meja. Clareta yang melihat kedatangan Aleena langsung menyapanya, "Haii, Leen. Baru berangkat lo?"
"Iya, lo berdua udah dari tadi?" tanya Aleena membalikan badannya ke arah Clareta dan Nesya.
"10 menit sebelum lo duduk," jawab Nesya.
"Lo berdua, udah liat pengumuman di mading?" tanya Aleena.
"Udah tadi," Nesya menjeda ucapannya, "Lo beneran mau ikut jurnalistik?" tanya Nesya.
"Iya, emang kenapa?" Kini giliran Aleena yang bertanya.
"Beruntung lo, Leen," ujar Nesya.
"Beruntung? Kenapa?" tanya Aleena.
"Soalnya, yang jadi ketua jurnalistik itu.." ucapan Nesya terpotong dengan suara guru Fisika di kelas itu. "Lanjut nanti."
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca cerita ini dengan cara vote (klik tanda bintang), komen, kritik, saran, masukan.
Temanggung, 20 April 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEENA
Novela JuvenilIni hanya sebuah kata-kata, mengungkapkan rasanya dikecewakan. Tentang seorang gadis SMA, yang tidak percaya dengan cinta. Hal ini disebabkan karena ia memiliki trauma yang pernah ia hadapi. Trauma ini salah satunya berasal dari orang yang paling...