Pagi-pagi sekali Aleena sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia berencana akan berangkat pagi untuk menghindari kekasihnya. Jam sudah menunjukkan pukul 06.00, sebentar lagi waktu Elvano menjemputnya. Tidak memperdulikan itu semua, ia segera berlari ke luar rumah untuk menunggu angkutan umum di halte gang rumahnya.
Sekolah seperti miliknya sendiri, kali ini hanya ada Aleena dan beberapa petugas kebersihan yang sedang bertugas di pagi hari. Pintu-pintu kelaspun masih ditutup. Aleena segera berjalan menuju kelasnya. Pemandangan yang ia lihat pertama kali adalah jejeran bangku-bangku yang masih rapi dan hawa dingin seketika menusuk kulitnya. Bel masuk masih 45 menit lagi, ia memilih meletakkan kepalanya di meja dan memejamkan mata.
Di lain tempat tubuh tegap Elvano berdiri di depan pintu rumah minimalis milik kekasihnya. Kali ini Elvano lengkap dengan hoodie berwarna hitam yang melekat di badannya. Sesekali tangan kekarnya menekan-nekan bel yang terpasang di sebelah pintu.
Setelah menunggu beberapa menit, pintu rumah itu terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang lengkap dengan celemek yang menggantung di badannya. "Loh, EL. kok kamu masih di sini? Kan Al udah berangkat tadi," kata Kalila.
Mata Elvano seketika melebar mendengar perkataan Kalila. "Udah berangkat?" tanya Elvano.
"Iya, emang Al nggak ngabarin kamu ya?" tanya Kalila balik pada Elvano.
Jari-jari tangan Elvano perlahan terangkat menggaruk-nggaruk tengkuknya dengan senyum simpul yang menghiasi wajah tampannya. "Enggak, Tan. Ya udah, El pamit berangkat dulu ya," pamit Elvano.
"Hati-hati ya!" seru Kalila pada Elvano.
Elvano menganggukkan kepalanya pada Kalila, setelah itu dia segera memakai helm dan pergi dari halaman rumah Aleena.
֍֍֍
Tidak seperti hari-hari biasanya Aleena yang biasanya duduk di kantin bersama kedua temannya, kini ia memilih duduk di perpustakaan dengan novel fantasi di tangannya. Tidak lain dan tidak bukan kegiatan ini ia lakukan agar tidak bertemu dengan Elvano. Sejak Aksa memintanya untuk menyaksikan video rekaman amatir yang berisi Elvano dan kedua temannya, ia kini memilih menjauh dari penglihatan cowok itu. Ia akan pergi ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi Elvano. ia juga berencana ingin keluar dari ekstrakurikuler jurnalistik mulai hari ini. Ia yang biasanya semangat membalas pesan dari cowok itu, kini ia hanya mengabaikan puluhan pesan dan panggilan yang masuk. Aleena, gadis yang biasanya paling semangat saat istirahat dan bertemu dengan Elvano, kini ia memilih berdiam diri di perpustakaan.
Tangan Aleena bergerak membuka halaman selanjutnya novel fantasi yang sedang ia baca. "Andai gue punya tongkat sihir seperti di novel ini, yang pertama kali gue kutuk jadi buruk rupa adalah Elvano," kata Aleena.
"Gue cari muter-muter, taunya lo di sini."
Aleena menutup novel yang sedang ia baca, dan menatap orang yang sekarang sudah duduk di sampingnya. "Hmmm," gumam Aleena.
"Menurut gue, akan lebih baiknya, mulai sekarang lo jauhin Elvano," kata Aksa, "bukan maksud apa-apa sih, gue cuma ngga mau lo sakit hati lagi," lanjutnya.
"Akhirnya nyadar juga!" seru Aleena.
Aksa hanya tersenyum simpul mendengar penuturan Aleena.
"Ngga lo suruh juga gue tau apa yang mesti gue lakuin." Aleena berjalan menuju rak buku mengembalikan novel yang baru saja ia baca. Tanpa berpamitan dengan Aksa ia berjalan menuju kelasnya.
֍֍֍
Siswa-siswi satu persatu meninggalkan kelas, kini tinggal Aleena yang masih di dalam ruangan berbentuk segi empat itu. Kakinya berjalan malas menuju pintu kelas. Hingga langkahnya sampai di depan pintu, ia dihentikan oleh suara yang sangat ia kenal.
"Pesan ngga dibales, telpon ngga diangkat, yang dijemput udah berangkat, terus pas istirahat ngga ada di kantin, itu apa maksudnya?" tanya Elvano lembut.
Aleena menatap wajah Elvano sekilas. Nafasnya memburu, ia menghirup udara dalam-dalam. "Siapa lo?" tanya Aleena.
Elvano menatap Aleena secara saksama takut-takut yang di hadapannya bukan Aleena, kekasihnya. Mata cowok itu beberapa kali berkedip-kedip untuk memastikan. Matanya tidak salah, yang berdiri di hadapannya memang benar Aleena. "Kenapa?" tanya Elvano.
"Putus," kata Aleena.
Elvano makin dibuat bingung dengan perkataan gadisnya. "Apanya yang putus? Tali sepatu, atau tali rafia, atau tali ..."
"Kita ...! Hubungan kita yang putus!" potong Aleena.
Elvano membelalakan matanya, kali ini ia dibuat kaget oleh ucapan Aleena. Namun, Elvano tidak percaya dengan ucapan itu. Yang ada dipikirannya, gadis ini sedang menjahilinya. "Jangan becanda ah, ntar nyesel loh mutusin cowok seganteng artis-artis Korea," canda Elvano.
Aleena mendengus mendengar perkataan yang keluar dari bibir Elvano. "Ini kan yang lo mau?" tanya Aleena.
"Maksudnya?" Elvano semakin dibuat bingung oleh perkataan Aleena.
"Lo udah dapet apa yang lo mau, jadi sekarang lo bisa pergi dari gue," tutur Aleena, "selamat, lo menang atas segalanya."
Mata Elvano berkeliling menatap sekitar, dia menghirup udara dalam-dalam dan mencerna segala ucapan Aleena. "Ngomong apa sih, ayo pulang," ajak Elvano.
"Kita putus!" teriak Aleena di depan wajah Elvano. Dengan gerakan cepat kaki jenjangnya berlari meninggalkan Elvano yang berdiri mematung di depan kelas Aleena. Isak tangis yang ia tahan sejak ia bertemu dengan Elvano, kini sepenuhnya meluncur di pipi Aleena.
"Puas lo nyakitin Aleena?" tanya Aksa yang sudah berdiri di belakang Elvano.
Elvano membalikkan badannya menatap wajah Aksa. Rahanya mengeras melihat keberadaan cowok itu. "Apa maksud lo?" tanya Elvano.
Tangan Aksa terangkat memperlihatkan video rekaman yang berisi Elvano dan kedua temannya, video yang tempo hari ia tunjukkan pada Aleena. "Itu kan yang lo mau, taruhan?" tanya Aksa dengan senyum mengejek Elvano.
"Lo nggak tau apa-apa tentang hidup gue!" balas Elvano.
Aksa hanya tersenyum mengejek melihat Elvano di hadapannya. "Jauh-jauh dari Aleena," bisik Aksa di telinga kanan Elvano. Setelah itu, ia segera meninggalkan Elvano yang setia berdiri mematung di tempatnya.
"Arghhh!" teriak Elvano.
֍֍֍
Aleena merebahkan badannya di atas tempat tidurnya. Sejak kejadian di sekolah, ia sudah menghabiskan puluhan lembar tissue di kamarnya. Ia tidak habis pikir akan secepat ini ia meninggalkan Elvano. Aleena memeluk guling dengan air mata yang masih keluar dari tempatnya. Ia kira Elvano adalah orang yang berbeda dari orang lain. Namun, kenyataan membawa fakta lain.
Memang, semua tidak bisa kita ukur dari segi luarnya saja. Ada kalanya hal yang menurut kita baik justru itu hal yang buruk untuk kita. Tidak hanya itu, ada kalanya hal yang sangat kita yakini tidak akan mengecewakan kita, justru menjadi sesuatu yang sangat mengecewakan kita. Setelah lelah menangis, kini nafas Aleena sudah teratur dengan memejamkan mata. Ia memilih tidur, barangkali setelah ia bangun semua kesedihan itu akan menghilang.
YEAY SETELAH SEKIAN LAMA NGGAK UPDATE!!
JANGAN LUPA SETELAH MEMBACA CERITA INI TINGGALKAN KOMEN DAN VOTE.
TERIMA KASIH ....
Temanggung, 22 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEENA
Teen FictionIni hanya sebuah kata-kata, mengungkapkan rasanya dikecewakan. Tentang seorang gadis SMA, yang tidak percaya dengan cinta. Hal ini disebabkan karena ia memiliki trauma yang pernah ia hadapi. Trauma ini salah satunya berasal dari orang yang paling...