Reddish Mark

4.7K 500 222
                                    

Pokoknya mau rajin2 up lah
Biar disayang sama readers 😂
.
.
.
.
Happy Reading!


"Kenapa tidak pernah cerita dengan kakak? Kamu ini anggap kakak saudara kamu atau bukan, sih?"

Baru saja pulang dari pertemuannya dengan Hanisa, Latisya sudah ditunggu oleh kakaknya tepat di depan pintu apartemen miliknya. Entah apa yang diributkan Natasya, yang pasti itu bukan sesuatu yang baik.

"Masuk dulu, Kak." Tidak lucu kalau ada penghuni unit lain berdatangan karena teriakan Natasya yang mengganggu mereka.

Setelah mereka masuk, tiba-tiba Natasya malah menangis memeluk adik satu-satunya itu. "Kak Nat, kenapa malah menangis?" tanya Latisya panik.

"Kamu kenapa selalu menyembunyikan semuanya sendiri, sih? Kenapa tidak pernah cerita dengan kakak?"

Tadi pagi Natasya mendapat telepon dari sang ibu. Seperti biasa mereka memang sering bertukar cerita melalui telepon. Sampai di mana sang ibu menceritakan perihal kondisi Latisya dengan kesehatannya.

"Aku tidak apa-apa, Kak." Latisya tetap mencoba meyakinkan pada kakaknya bahwa dia memang baik-baik saja. Ya, memang sekalian berdo'a agar memang baik-baik saja.

"Apa kakak seburuk itu? Sampai kamu tidak pernah cerita apa pun masalahmu dengan kakak? Bagaimana bisa seorang kakak tidak tahu kalau adiknya sedang sakit seperti ini?" kata Natasya dengan wajah sembabnya.

Akhirnya Latisya menggiring Natasya untuk duduk terlebih dahulu di sofa ruang tengah. "Aku cuma tidak ingin membuat kakak khawatir. Lagi pula kondisiku akhir-akhir ini juga sudah mulai membaik."

"Iya, tapi itu membuat kakak merasa tidak berguna untukmu. Dulu saat tahu kamu ingin menggugurkan kandunganmu, kakak merasa sangat bersalah, Tisya. Kakak tidak bisa menjadi kekuatanmu saat itu. Dan sekarang ijinkan kakak untuk tidak lalai lagi. Walaupun kamu sudah menikah, kamu tetaplah adik kakak."

Sesayang itu Natasya pada adiknya. Sekali pun dia jarang mengunjungi Latisya, setiap hari dia akan selalu menanyakan kabar melalui pesan singkat. Setidaknya agar adiknya tidak merasa sendirian.

"Maaf karena tidak pernah memberitahu, Kak Nat." Latisya menggenggam pelan tangannya. Dia lupa kalau selama ini dia memang sudah dikelilingi oleh orang-orang yang memang tulus menyayanginya. Jadi, Latisya tidak perlu khawatir lagi akan apa yang akan terjadi nanti. Yang terpenting mulai sekarang dia harus mempersiapkan semuanya.

**

Ternyata hari ini Vin pulang tidak terlalu larut seperti perkiraan
Latisya sebelumnya. Pukul enam tepat Vin sudah sampai di apartemen, bahkan sempat menyapa Natasya sebelum kakak iparnya itu berpamitan.

"Katanya pulang telat?" kata Lastiya yang tengah mengambilkan Vin baju ganti. Sedangkan Vin sudah mulai membuka kancing kemeja putihnya satu per satu.

"Apa ini masih kurang telat?" sarkas Vin seraya mendekati sang istri yang tengah berjongkok karena kaos rumahan Vin memang terletak di bagian bawah
.
Vin mengulurkan tangannya untuk membantu sang istri berdiri. Sebenarnya kasihan juga, karena sekarang perut Latisya makin besar membuat wanita itu sedikit susah untuk melakukan beberapa hal.

"Capek, ya?" tanya Vin mengulurkan tangannya untuk mengusap pinggang Latisya.

Latisya tersenyum seraya berjalan meletakkan kaos dan celana pendek milik Vin di atas ranjang, kemudian memutar badannya menghadap sang suami. "Bohong kalau aku bilang tidak. Hamil itu tidak enak, cepat capek, gampang mengantuk, ingin jalan cepat tidak bisa, mau pakai kaos kaki sendiri tidak bisa, pinggang juga cepat sakit." Latisya menjedanya sebentar dan beralih mengusap pipi Vin dengan menggunakan sebelah tangannya.

Vin [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang