Fault (She Love Her)

4.8K 498 213
                                    

Aku up sekali lagi
Abis ini pada bobok ya

.
.
.

Happy Reading!



Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Latisya. Memang sedikit lebih dekat dari pemeriksaan sebelumnya, yang biasanya sebulan sekali, sekarang jadi dua minggu sekali. Walaupun keadaannya semakin membaik, Dokter Faranika menyarankan agar terus memantau perkembangan si kecil di dalam perut.

"Bagaimana?" tanya Vin yang tidak sabar saat memperhatikan Dokter Faranika yang tengah memeriksa.

"Bayi kalian sehat. Berat badannya juga mulai normal," jelas wanita tersebut.

"Tentang ... kelainan kandungannya, bagaimana?" tanya Vin ragu.

Dokter Faranika jelas kaget. Spontan dia menoleh pada Latisya, mencoba berbicara lewat mata—meminta ijin. Latisya mengangguk pelan, memberi persetujuan pada sang dokter untuk menjelaskan semua.

"Aku pernah membicarakan ini dengan Latisya sebelumnya," ucap Dokter Faranika. "Kondisi kesehatan Latisya memang akhir-akhir ini mulai membaik. Tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan melahirkan bayi prematur.

Sebelum berangkat memang Latisya sudah memberitahu Vin agar tidak kaget dengan apa yang dijelaskan oleh Dokter Faranika nanti. Karena memang jujur Latisya sendiri tidak bisa mengatakan langsung pada Vin. Jadi, Vin sudah mempersiapkan diri untuk semua kemungkinan yang akan dia dengar. Bahkan sebelumnya dia juga sudah mencari tahu dari internet. Setidaknya dia bisa sedikit lebih paham dengan kondisi istrinya, berjaga-jaga dengan apa yang harus dia lakukan.

"Kemungkinannya 60%. Jadi, aku hanya menyarankam untuk kalian tetap harus jaga-jaga. Aku sarankan untuk tidak meninggalkan Latisya sendirian di rumah. Jadi, kalau sewaktu-waktu dia kontraksi ada yang bisa membawanya ke rumah sakit dengan segera.

Latisya turun dari tempat pemeriksaan, sedikit membenarkan pakaiannya. "Apa ini berarti aku tidak bisa melahirkan secara normal, dok?”

"Ya, kemungkinan besar akan seperti itu. Walaupun semua kondisi sudah baik, tapi posisi kepala anak kalian memang masih berada di atas. Itu hanya prediksiku melihat pasien yang pernah aku tangani dulu, tapi semua itu juga bisa berubah. Tidak menutup kemungkinan kamu bisa melahirkan normal. Hanya saja untuk sekarang hal itu jangan terlalu dipikirkan. Yang terpenting anak kalian bisa lahir dengan selamat, entah melahirkan dengan cara normal, atau pun operasi."

Vin menggenggam kuat tangan Latisya. Dia tahu betul kalau istrinya ingin melahirkan secara normal. "Tidak apa-apa. Kita ambil jalan terbaik saja. Oke?"

Latisya mengangguk pelan dan tersenyum.

"Baiklah, aku akan memberikan Vitamin untukmu dan kembali dua minggu lagi, ya!" kata Dokter Faranika seraya menuliskan beberapa list obat dan Vitamin.

"Terima kasih, Dok," pamit Latisya lalu berjalan keluar, lalu disusul oleh Vin di belakangnya. Namun, sebelum sampai di ambang pintu. Vin menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya.

"Terima kasih sudah melepaskan kakakku, dok. Anda juga berhak bahagia dengan pria yang lebih tepat," ucapnya yang kemudian langsung menutup pintu tersebut. Meninggalkan Dokter Faranika yang terdiam di tempatnya.

Faranika jadi teringat kembali beberapa minggu yang lalu. Hari di mana terakhir kali dia bertemu dengan kekasihnya, atau lebih tepatnya mantan kekasih.

"Aku pikir hubungan kita harus berakhir sampai di sini," kata Joonindra setelah menyesap kopi hitamnya. Mereka bertemu di cafe yang memang biasa mereka datangi.

"Apa maksudmu, Joon?" Sebenarnya perasaan Faranika sedikit tidak enak saat tadi pagi kekasihnya itu menelepon untuk bertemu. Tidak biasa, pun dengan nada bicara yang sangat berbeda. Dingin dan tegas, tanpa ada basa-basi sama sekali.

"Aku sudah mengatakan semuanya pada, Daddy," lanjut Joonindra sembari membenarkan posisi duduknya.
Faranika berkedip beberapa kali, mencoba mencerna apa yang dikatakan oleh Joonindra baru saja.

"Aku mengakui semua kesalahanku. Bahkan aku juga bilang kalau aku selingkuh denganmu." Joonindra tersenyum miris. Dia teringat bagaimana ekspresi istrinya saat dia mengatakan hal itu pada sang ayah.

"Lalu? Kamu ingin aku pergi?" tanya Faranika sarkas.

"Seharusnya Isabel menamparku, atau lebih baik menceraikanku saja. Tapi, malam itu aku hanya melihat dia menangis dengan terus memelukku."

Faranika memalingkan wajahnya, bahkan matanya sudah sangat perih. Untuk pertama kalinya Joonindra membicarakan istrinya.

"Itu akan lebih baik, bukan? Setidaknya dia akan bebas dariku yang brengsek ini. Tapi, tidak. Dia malah bangga karena aku sudah bisa mengatakan itu semua pada, Daddy."

Malam di mana Joonindra dihajar habis-habisan oleh ayahnya adalah malam yang paling membuat Joonindra jatuh. Dia sudah menyakiti adiknya, bahkan sudah mengecewakan ke dua orang tuanya. Bahkan Isabel yang memang sedari awal sudah tahu, dialah orang yang paling tersakiti.

Di mana Joonindra terang-terangan mengatakan bahwa dia memiliki wanita lain, di mana Isabel hanya dia anggap sebagai pelengkap status. Hanya karena istrinya tidak bisa hamil, Joonindra menutup mata.

Namun, dengan mengagetkannya, Isabel malah memeluknya erat dan memberikan semangat untuk dirinya. Mengatakan bahwa wanita itu akan selalu ada di sampingnya.

"Kalau itu maumu, aku bisa apa?" Faranika tahu, keadaan ini cepat atau lambat memang akan terjadi. Sebagai kekasih gelap, apa, sih, yang bisa diharapkan?  Disayang ketika butuh dan dibuang ketika selesai.

Dan sore itu juga mereka benar-benar memutuskan untuk tidak bertemu lagi. Membiarkan kehidupan mereka masing-masing dalam jalan yang seharusnya. Membiarkan dosa cukup berhenti sampai di sana.

**

Satu bulan berlalu, itu artinya kandungan Latisya sudah menginjak usia delapan bulan. Itu berarti sudah satu bulan juga Rahma berada di apartemen anaknya. Ya, Latisya memang meminta ibunya agar menemani. Paling nyaman memang bersama ibu sendiri.
Kebetulan hari ini Hanisa berkunjung. Tidak sendiri, dia membawa seseorang.

"Bagaimana kabar ibumu, Koo?" tanya Rahma. Ya, seseorang itu adalah Elko. Kebetulan dia memang sedang ada rapat di Jakarta. Mendengar Hanisa akan berkunjung, dia jadi ingin ikut. Hanya untuk memastikan saja. Karena Elko tahu diri posisi dia sekarang. Tidak ingin menjadi pembuat masalah untuk rumah tangga orang.

"Baik, Tante. Keluarga di sana bagaimana? Sehat?" tanya Elko balik.

"Om mu yang terkadang tekanan darahnya masih suka naik. Tapi, masih bisa di kontrol. Hanya perlu memarahinya saja." Dan mereka berempat yang tengah duduk di ruang tengah tertawa bersama.

Denting ponsel milik Latisya berbunyi. Menampilkan sebuah pesan dari nomor yang tidak diketahui. Segera dibukanya, takut kalau memang ada pesan penting. Tanpa pikir panjang dia membuka sebuah pesan yang menampilkan sebuah dokumen. Dan betapa terkejutnya dia setelah membuka dokumen tersebut.
L Sebuah video berdurasi lima belas detik yang membuat seluruh tubuhnya menegang.

"Sayang, kenapa?" tanya Rahma yang melihat wajah anaknya nampak pucat pasi. Dengan spontan Hanisa yang berada di sampingnya segera merebut ponsel tersebut. Bahkan wanita itu juga tak kalah terkejutnya.

"Vin."

Dengan cepat Elko juga mengambil alih ponsel tersebut. "Brengsek!"
Video yang menampilkan seorang wanita tengah menciumi dada bidang seorang pria. Dengan wanita berambut pendek yang tengah menduduki perut sang pria. Mereka jelas tahu siapa yang berada di rekaman video tersebut.

"Akh!!" Teriakan Latisya mengalihkan atensi mereka semua. Wanita tersebut meringis seraya memegangi perut bawahnya.

"Ini mungkin sudah waktunya," panik Rahma karena sesaat dia melihat air yang mengalir di antara kaki anaknya.
"Kita bawa pakai mobilku saja." Elko langsung menggendong Latisya dengan ke dua tangannya. Sedikit berat, tapi tidak ada waktu lagi.

**


Bug
Bug
Bug

"Brengsek kamu, Vin. Kalau terjadi sesuatu dengan Latisya. Aku benar-benar akan membunuhmu, bajingan!" umpat Elko setelah melihat Vin yang baru saja datang setelah dihubungi oleh ibu Latisya. Bahkan dengan tak sabaran memukul wajah Vin.

Banyak yang memperhatikan pertikaian mereka. Tak ada satu pun yang berani melerai. Hanya Hanisa yang membungkam mulutnya syok.

"Koo, sudah!" lerai Hanisa yang sadar melihat wajah Vin sudah babak belur akibat bogeman dari Elko. Ternyata kekuatannya bagua juga.

"Kalau tahu kamu memperlakukan Latisya begini. Lebih baik aku yang menikahi Latisya dulu. Aku benar-benar bodoh menyerahkan Latisya pada pria brengsek sepertimu, Vin." Elko mengusak wajahnya kasar. Setelah mendengar beberapa cerita dari Hanisa sesaat yang lalu, dia jadi merasa bersalah karena dulu dirinya yang menyuruh Latisya untuk menikah dengan Vin.

"Apa yang aku lakukan?" tanya Vin bingung. Dia masih belum menyadari hal apa yang membuat Elko semarah itu.

"Brengsek!" Elko memberi satu pukulan lagi. Membuat hidung pria itu mengeluarkan darah yang cukup banyak.

"Kamu tanya apa yang kamu lakukan?" kesal Elko yang muak mendengar pertanyaan Vin. Segera Elko membuka ponsel milik Latisya dan mencari video menjijikkan yang tadi dia lihat, lalu melempar kasar tepat pada dada Vin.

"Lihat baik-baik kalau kamu lupa."
Dengan segera Vin mengambil ponsel istrinya yang jatuh ke lantai. Hanya dengan satu tekan semuanya berputar. "Sialan!" umpat Vin memejamkan matanya.

"Iya, kalian yang sialan,” umpat Elko dengan Hanisa yang terus mengusap punggung laki-laki itu. Dia tahu Elko sedang sangat marah, bisa-bisa Vin mati di sana.

Tak berselang lama, dari dalam ruang operasi nampak Rahma yang keluar.
"Bagaimana, Tan?" tanya Hanisa segera menghampiri Rahma yang mengambil duduk di dekat pintu.

Rahma menjawab hanya dengan gelengan diiringi tangisnya yang mulai turun. "Latisya kritis."
Dan semua orang yang berada di sana lemas seketika. Tak terkecuali pria yang duduk paling ujung dengan wajah lebamnya.

"Bayinya sudah lahir, tapi Latisya langsung tidak sadarkan diri. Dia mengalami pendarahan." Rahma berujar dengan bibir bergetar. Ingatan tentang wajah anaknya yang berjuang saat melahirkan tadi terus saja berputar.

Dari jauh nampak Javen dan Joonindra yang melangkah mendekati mereka.
"Vin, wajahmu?!" tanya Javen yang melihat sahabatnya dengan keadaan wajah yang buruk.

"Jessica menjebakku, Jav," kata Vin seraya memberikan ponsel Latisya yang sedari tadi dia genggam.

"Sialan." Entah sudah berapa kali hari ini orang-orang mengumpat. Hanya saja Javen memang tahu dalang di balik semua ini. "Aku akan mengurusnya." Dan Javen langsung pergi dari tempat itu juga, menuju tempat di mana dia bisa mengumpat dengan lebih kasar lagi.

"Aku sudah pernah mengatakan padamu, Jes. Oribel itu gila, jangan pernah percaya dengan apa yang keluar dari mulutnya!"

"Apa yang kamu katakan?" tanya Jessica dari seberang telepon.

"Berhenti mengganggu Vin, Jes. Anak yang di kandung Latisya memang anak Vin. Oribel itu sinting, dia akan melakukan apa pun untuk kebahagiaanmu. Katakan padanya kalau kamu akan berhenti."

"Aku tidak paham apa yang kamu maksudkan, Jav. Bicaralah yang benar!"
Javen mulai menjelaskan apa yang dia ketahui baru-baru ini. Menjelaskan tentang kegilaan Oribel pada Jessica.

Di tempat lain, dua orang wanita tengah berdebat di dalam mobil yang tengah melaju.

"Bisa kamu jelaskan padaku, Bel?" tanya Jessica dengan tatapan kecewa.

"Apa yang harus aku jelaskan?" jawab Oribel yang masih fokus dengan laju mobilnya.

"Kamu membuatku jadi perusak rumah tangga orang, Bel. Kenapa? Kenapa kamu harus berbohong?" Jessica marah, tidak mengerti kenapa Oribel membuat sebuah kebohongan besar yang membuatnya seolah menjadi wanita jahat.

Dia mendekati Vin lagi karena Oribel bilang Latisya hanya memanfaatkan kekayaan Vin. Oribel bilang bahwa sebenarnya Latisya mengandung anak dari kekasihnya sendiri, tapi melimpahkan kesalahan tersebut pada Vin untuk merauk hartanya bersama.

Itulah kenapa Jessica sangat berusaha mendekati Vin agar dia bisa menyadarkan pria itu lagi. Namun, nyatanya dia salah.

"Ini demi kebahagiaanmu, Jes. Aku tahu duniamu hanya Vin dan duniaku adalah kamu."

Mata Jessica membulat penuh. Apa yang baru saja dia dengar? "Bel?"

Oribel salah tingkah, tidak sadar telah mengungkapkan rahasianya sendiri selama ini.

"BEL, JELASKAN!" teriak Jessica.

"Aku sedang menyetir."

"Jelaskan sekarang atau turunkan aku!" ancam Jessica yang menuntut penjelasan atas kalimat ambigu yang Oribel lontarkan.

"Jes, nanti."

Dengan spontan Jessica membuka pintu yang berada di sampingnya membuat Oribel kalang kabut. "Apa yang kamu lakukan?" Jelas Oribel kaget melihat apa yang Jessica lakukan.

"Tutup pintu—"

Tanpa diduga ada truk bermuatan besar yang melaju kencang dari arah belakang.

Brak

Pintu yang semula Jessica buka tertabrak oleh truk tersebut membuat Jessica terpental keluar. Sedangkan mobil yang Oribel kendarai kehilangan keseimbangan, membuat lajunya tak terarah dan berakhir menabrak pembatas jalan dan terguling ke jalur lawan.

To be continue ....

Vin [SELESAI✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang