05 : Kehidupan yang Baru

491 116 52
                                    

Bagaikan bulu dibawa terbang oleh angin, secepat itu pula aku kehilangan orang-orang yang begitu kusayang secara bersamaan.

Baik kedua orangtuaku maupun Haikal, mereka memiliki arti penting untukku. Dan merekalah yang pergi meninggalkanku dengan segenap kesedihan, ketidak siapan, dan memikul banyak beban.

Ayah dan Bunda, aku tidak menyangka kedua malaikatku yang begitu kusayang telah pergi meninggalkanku dan Lingga dalam waktu secepat ini. Entah aku harus bersyukur atau tidak, setidaknya masih ada Lingga yang masih bisa menemani hariku meskipun bebanku bertambah banyak.

Haikal, laki-laki itu memang tidak mati raga, melainkan mati hati. Aku tertipu oleh semua janji manis yang dikatakan olehnya. Dia pengecut, tidak bertanggung jawab, tidak memenuhi janjinya. Dia meninggalkanku seenaknya, seakan dia sudah merasa bosan, hingga dia lupa bahwa di dalam perutku ada darah dagingnya yang harus dia jaga dan membesarkannya bersama olehku, karena kami adalah orangtuanya.

Sekarang aku tidak tahu harus melakukan apa lagi. Membiarkan perutku membesar hingga malaikat kecilku lahir tanpa hadirnya seorang Ayah? Aku pasti akan dikucilkan oleh para tetangga.

Aku benar-benar merasa bersalah dan sangat menyesal kepada Ayah dan Bunda, aku belum sempat memberitahu mereka, apalagi untuk meminta maaf. Aku benar-benar menjadi anak yang durhaka sekarang. Dan sepertinya.....seumur hidup aku akan selalu dihantui oleh rasa menyesal.

"Aruna,"

Lamunanku terbuyar begitu mendengar suara Javas yang tiba-tiba sudah berdiri di hadapanku. Sekarang aku sedang duduk termenung di teras rumah sambil mengawasi Lingga yang kini tengah bermain di halaman rumah bersama ketiga mobil mainannya.

"Duduk, Vas."

Javas pun mendaratkan bokongnya di teras, dia duduk di sebelahku.

"Turut berduka cita ya, Run. Gue hanya bisa bantu doa, semoga amal ibadah Bunda dan Ayah lo diterima oleh Sang Maha Kuasa."

"Aamiin... Makasih, Vas."

Kemudian kami berdua terdiam sambil memerhatikan Lingga yang tampak tersenyum ke arah kami, dan aku pun ikut tersenyum. Lingga adalah orang pertama yang membuatku tersenyum setelah dua hari yang lalu orangtua kami pergi untuk selama-lamanya.

"Lingga nangis gak, pas tau Bunda sama Ayahnya pergi?" Javas bertanya.

"Kerjaan Lingga kan nangis tiap hari." Jawabku yang membuat Javas tertawa. "Dia nanyain Bunda sama Ayah terus. Gue kasih tau baik-baik agar Lingga mengerti. Tapi gue gak tahu sih dia bisa ngerti atau enggak, karena usianya aja masih dua tahun."

"Udah lepas ASI?"

"Dari dua bulan yang lalu juga udah. Sekarang diganti sama susu formula."

Javas menghela napasnya. Kemudian aku merasa bahu sebelah kananku diusap lembut oleh Javas.

"Gue tau pasti berat banget ditinggal sama kedua orangtua sekaligus, apalagi sampe ditinggalin seorang adik yang benar-benar masih membutuhkan kasih sayang. Tapi gue tau lo orang yang kuat, gue yakin lo bisa menghadapi semuanya dengan sendiri. Dan kalo lo butuh apa-apa, lo gak perlu sungkan-sungkan buat minta bantuan gue. Gue ikhlas bantu lo. Kita udah kenal lama juga, jadi tolong menolong adalah hal yang biasa."

"Makasih banyak, Vas." Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Oh iya, Vas, gue boleh minta bantuan lo sekarang gak?"

"Ya bolehlah, Run. Lo mau minta bantuan apa?"

"Gue mau ketemu sama seseorang dulu, ini penting banget. Dan gue gak mungkin bawa Lingga ikut sama gue, jadi lo mau gak jagain Lingga sampe gue pulang?" Tanyaku sambil beranjak bangun dari duduk.

KONSEKUENSI | ft. Lee Know & Hyunjin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang