untuk jenlisa shipper yang kuat di luar sana. SEMANGAT!
Lisa sedang menikmati kopinya di salah satu meja outdoor Café de la Poste, yang berseberangan dengan apartemennya. Sesekali ia mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar senandung seniman jalanan yang tak jauh berdiri darinya. Ia mendecakkan lidahnya merasakan kenikmatan hidangan yang tersaji. Ia selalu menyukai rasa kopinya yang manis dan croissant nya yang lezat.
Sudah 1 bulan penuh ia berada di kota Paris. Keadaan baik-baik saja sejauh ini. Luka di lengannya perlahan membaik meski masih sedikit nyeri. Lisa sangat menyukai Paris. Jika ditanya apakah ia lebih suka tinggal di Paris, Seoul, atau tanah kelahirannya Thailand, ia tidak ragu memilih Paris. Bukan tanpa alasan atau tidak menghargai kampung halamannya, ia merasa dirinya lebih tenang di sini.
Walaupun ia harus meninggalkan keluarganya di Thailand dan Seoul—Lisa memiliki ayah tiri yang merupakan warga Korea Selatan dan sangat menyayanginya—tetapi ia selalu mengabari kedua orangtuanya melalui e-mail, tanpa memberitahu dimana ia berada sekarang. Ayah tirinya merupakan anggota kepolisian dan hal itu sangat berbahaya.
Tentu saja berbahaya. Mengingat dengan siapa Lisa hidup saat ini.
Bicara tentang orang itu, sebuah panggilan masuk ke ponsel Lisa. Lisa merasakan getarannya di saku jaket lalu segera mengambilnya. Gadis itu tersenyum sumringah.
"Halo?"
"Bisakah kau pulang sekarang dan berhenti tersenyum-senyum sendiri?"
Suara dan nada yang dingin itu, Lisa merindukannya. Ia langsung bangkit dari kursinya dan meletakkan selembar uang 5 euro di dekat gelas kopi sebagai tip. Lisa masih menempelkan ponselnya di telinga saat melihat ke kanan dan ke kiri saat menyeberang jalan. Hanya berjalan selama 2 menit ia akan sampai di apartemennya.
"I'm on the way. Apa kau sudah di apartemen? Apa tadi kau melihatku? Kenapa tidak menyapaku? Apa kau terlalu lelah?" Lisa bertanya membabi-buta. Ia benar-benar merindukan gadis itu.
"Aku hitung sampai dua puluh. Kalau kau terlambat, cari hotel saja."
"Apa?"
"Satu..."
"Hey, aku kan belum begitu sembuh!" tegur Lisa seraya mempercepat langkahnya.
"Kau sendiri yang berkata padaku, kedua kakimu sehat. Jangan banyak alasan. Dua..."
"Baiklah, baiklah."
Lisa kini berlari memasuki gedung apartemen yang memiliki arsitektur klasik, tidak seperti miliknya di Korea. Ia melihat beberapa orang memasuki lift, salah satunya adalah Abuela Mercedes, seorang wanita tua asal Mexico berusia 72 tahun, yang memang lambat jika berjalan. Lisa memutar bola matanya. Ia pasti akan terlambat sampai kamarnya jika mengantri nenek itu, sementara hitungan gadis di teleponnya terus berjalan.
"Lima..."
"Gosh, Jennie! Ada Abuela Mercedes sedang mengantri di lift dan kini aku sedang berlari menaiki tangga!"
Apakah gadis itu peduli? Tidak.
"Enam..."
Lisa mengerahkan seluruh kekuatannya untuk berlari. Beruntung ia memiliki tungkai kaki yang panjang. Akan tetapi bagian atas tubuhnya masih sedikit nyeri jika bergerak terlalu dipaksakan. Seperti saat ini.
"Sembilan..."
Lisa membiarkan Jennie terus menghitung. Ia masih memiliki 2 lantai lagi untuk dinaiki. Lisa berdoa dirinya tidak tersungkur di anak tangga. Akan sangat berbahaya.