"Selamat malam, Sunbaenim."
Gadis itu lagi. Ia tersenyum ramah padaku. Seperti biasa, tatapannya sangat fokus sekaligus lembut. Aku cukup sering berpapasan dengannya di koridor atau di aula. Melihat senyumannya, membuat diriku ingin membalasnya dengan cepat. Ia berlalu kea rah yang berlawanan dengan aula. Sepertinya ia ke kamar asramanya terlebih dahulu.
Aku memikirkannya sambil terus berjalan. Di antara gadis-gadis yang mencoba menarik perhatianku, juniorku yang satu ini cukup sering kuperhatikan. Aku menyadari kalau ia dan teman sekamarnya selalu duduk di mejaku dan teman-temanku. Mereka selalu berdua dan tampaknya begitu akrab. Apa gadis itu adalah pasangannya?
Ah, tahu apa aku tentang pasangan.
Kuarahkan langkahku menuju kamar Jisoo. Irene, Chaeyoung dan Nayeon juga ada di sana. Aku membalas sapaan siswa-siswa lain yang berpapasan denganku. Sebagai senior di sekolah ini, aku harus menunjukkan teladan bagi mereka. Aku tidak suka melihat siswa yang tidak memakai seragam dengan rapi. Aku tidak suka mereka berkumpul-kumpul dan bergosip. Jika terjadi di depanku, aku akan menegurnya. Jika terjadi di belakangku, aku tidak peduli. Aku hanya tidak ingin melihat kekacauan mereka.
Dan di asrama ini ada beberapa yang berkencan satu sama lain. Aku tidak melarangnya karena aku bukanlah seorang homophobic. Jika mereka tidak dapat menahannya, mereka boleh melakukannya di tempat lain, bukan di dalam asrama. Aku tidak ingin sekolah ini kena sial.
Aku mengetuk pintu kamar Irene dan tak lama ia membukakannya. Hari ini pesanan make up mereka baru datang dari Jepang. Mereka ingin aku ikut mencobanya.
"Produk ini sangat bagus. Kalian pasti akan menyukainya."
"Kau sudah seperti sales promotion girl, Nayeonie. Ah, bolehkah aku mencoba lipstiknya?"
"Silakan, Jennie. Kau lebih cocok menggunakan warna pink muda karena akan menambah kesan kelembutan bibirmu."
Terdengar Irene berdecak. "Kau memang sangat cocok menjadi sales promotion girl."
Kami terus berbincang sambil sesekali membicarakan hal ini. 6 bulan lagi kami akan keluar dari asrama ini dan akan bersiap memasuki universitas. Aku dan Irene memiliki minat yang sama yaitu bisnis, sementara Chaeyoung, Jisoo dan Nayeon ingin meneruskan minat mereka di bidang seni.
"Kau pakai lipstick berwarna merah menyala itu, aku pastikan Seulgi akan pingsan melihatmu," komentar Jisoo ketika Irene baru saja memoleskan gincu merah di bibirnya. Irene terkekeh.
"Ia menyesal telah memutuskanku. Semalam ia mengirimiku pesan suara sambil menangis-nangis."
Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala. Irene baru saja menyandang status single karena baru saja diputuskan kekasihnya. Sedangkan aku mencurigai di antara Chaeyoung dan Jisoo. Tetapi sebelum mereka mengakuinya, kami tidak ingin memaksa. Lihat saja cara Jisoo memegang wajah Chaeyoung saat membantu gadis itu membentuk eyeliner yang sempurna. Bukan sentuhan teman biasa. Dan Nayeon. Sepertinya temanku ini tidak peduli dengan percintaan. Ia sibuk mencintai dirinya sendiri.
Sedangkan aku...entahlah, aku tidak tahu apakah aku masih bisa jatuh cinta lagi.
"Jennie? Kau pendiam hari ini."
Aku menoleh pada Chaeyoung. "Aku? Pendiam?"
"Ya, di kelas juga. Ada apa? Kau bisa menceritakannya pada kami," imbuh Jisoo.
"Kau tidak enak badan lagi, ya?" giliran Nayeon yang bertanya.
Aku segera menggeleng. Tidak, aku tidak sakit. Aku hanya merasa sedikit lesu hari ini. Aku tahu tanda-tanda yang terjadi pada tubuhku. Tentu saja mereka tidak akan kuberitahu.