BAB 2

10 4 1
                                    

Azzam berlari kencang menuju kamar tanpa satu pun halangan yang merintanginya. Jalanan layaknya jalan tol yang lancar, sehingga mudah tuk menambah kecepatan.
Gubrakkk... Bukk...
Azzam menabrak pintu dan langsung melemparkan badannya ke atas kasur. Disusul teriakan Mas Rizal setelahnya, " Azzaammmmmmm........."
" Bangun gak kamu Zam! Dasar jorok!!" ucap Mas Rizal menarik baju Azzam yang sedikit basah karena keringat.
" Ihhh Mas Rizal mah, tau gak Mas ini nih nikmat dunia yang ternikmat yang ada di pondok. Dia tuh selalu ada setiap aku membutuhkannya, tak pernah berpaling meski kumenduakannya. I Love You Sayang " jawab Azzam melankolis sambil mengelus-elus kasur dan menciuminya.
" Astagfirullah Azzam! Masih banyak wanita diluar sana yang siap menunggu calon suami memberanikan diri menemui walinya. Janganlah kamu membodohkan diri dengan mencintai dan menciumi kasur, Zam!" jawab Mas Rizal sedikit bucin dan tak nyambung.
Hamzah hanya menggelengkan kepala melihat kedua teman kamarnya. Mas Rizal merupakan kakak kelas Hamzah dan Azzam, lulusan terbaik tahun lalu dan melanjutkan pendidikan di Man Ana dengan beasiswanya.
" Bangun gak Zam!" titah Mas Rizal melihat Azzam yang mulai memejamkan mata.
" Kamu ini jorok! Keringetan abis bersih bersih malah tidur dikasur."
"Hitungan kelima kamu gak bangun, nyuci sprei sekarang."
"Satu.." ucap Mas Rizal mulai menghitung.
" Apa nyuci sprei? Aku gak mau." jawab Azzam.
" Dua." lanjut Mas Rizal.
" Aku bangun aja daripada nyuci sprei, berat hahahahha" jawab Azzam bangkit dari tidurnya lalu memeluk Mas Rizal kilat.
" Azzammmm!!" teriak Mas Rizal lagi.
Hamzah tertawa melihat tingkah mereka, lalu segera mengambil handuk dan berlalu menuju kamar mandi meninggalkan mereka berdua.
" Dah sekarang cepetan mandi, keburu antre nanti ketinggalan jamaah dzuhur." ucap Hamzah berlalu pergi meninggalkan Mas Rizal dan Azzam yang sedang main tom and jerry.
_______

Sore itu, setelah jamaah asar para santri kembali menuju kamarnya masing-masing. Hamzah dan Azzam berjalan beriringan, sedangkan Mas Rizal berlari lebih dulu karena panggilan alam.
" Zah, abis ini kamu mau lanjut kemana?" tanya Azzam saat dijalan.
" Gak tau Zam, aku bingung. Aku pengen keluar pesantren tapi kayaknya Ayah sama Bunda gak mampu menanggung biayanya." jawab Hamzah apa adanya.
" Kalo kamu mau keluar pondok aku ikut Zah, soal biaya biar Mama Papaku yang nanggung." tawar Azzam murah hati.
"Gak bisa gitu Zam, aku gak mau merepotkan orang lain. Kalo bisa aku belajar tanpa biaya dan tak merepotkan orang lain Zam." jawab Hamzah.
" Yaudah kalo gitu kamu sekolah disini aja Zah, kan dapet beasiswa tuh jadi kan bisa gratis." usul Azzam.
" Eummmm gimana ya Zam?" jawab Hamzah nampak berfikir dengan kedua alis tebalnya akan menyatu.
"Pokoknya kemanapun kamu lanjut aku ikut Zah." cetus Azzam.
" Ha? Kok ikut?" jawab Hamxah tak mengerti.
" Aku gak mah pisah sama kamu Zah, kamu satu-satunya sahabatku yang mampu mengerti dan tak memanfaatkan kekayaanku. Kamu sahabatku yang benar-benar tulus Zah." ucap Azzam sendu.
Azzam Khoirul Rifai, lelaki  tampan berambut sedikit keriting dan supel kepada siapa saja. Ia adalah anak tunggal dari keluarga Rifai dengan bisnis yang memiliki cabang diseluruh Indonesia. Tak heran, banyak laki-laki maupun perempuan mendekatinya hanya ingin memanfaatkan kekayaannya. Bahkan para kaum hawa menggodanya dengan terang-terangan.
" Mas Hamzah dipanggil Abah Mukhlis ke ndalem." ucap salah satu santri sambil menunduk.
" Oo iya, makasih ya." jawab Hamzah.
" Zam, aku nemui Abah dulu ya, Assalamualaikum." pamit Hamzah pada Azzam.
________

"Bismillahirrohmanirrohim." lirih Hamzah sebelum memasuki ndalem. Mau bagaimanapun rumah Abah tetap saja mengundang detak jantung setiap santri. Bertemu dengan seseorang yang sangat dihormati.
" Assalamualaikum," ucap Hamzah didepan pintu.
" Waalaikumsalam, eh nak Hamzah. Ayo masuk," jawab Abah membukakan pintu.
Hamzah segera meraih tangan Abah lalu menciumnya, mencari berkah. Ia duduk bersimpuh tepat di dekat Abah masih dalam keadaan menunduk, tanda patuh nan sopan. Tak berselang lama Umi Rohana juga datang duduk disebelah Abah.
" Nak Hamzah sudah datang. Apa kabar Zah?" sapa Umi.
Hamzah meraih dan mencium tangan Umi mencari keberkahan disana, " Alhamdulillah sehat Umi." jawab Hamzah lembut.
Abah nampak sibuk dengan ponselnya, mungkin ada beberapa jadwal pengajian yang harus diisi. Apalagi musim akhir tahun seperti ini, pasti pondok-pondok diluar sana mengadakan akhirussanah yang diisi oleh para Kyai-Kyai. Hamzah semakin penasaran ada apa Abah memanggilnya ke ndalem?.
" Bah, jangan lama-lama, Hamzahnya nungguin tuh." ucap Umi.
" Hehehehe sengaja Umi, biar Hamzahnya deg-degan." balas Abah humoris.
" Jadi gini Zah, tahun ini pondok kita telah mendapatkan jalan untuk santri Man Ana yang akan melanjutkan ke Al-Azhar Kairo lewat jalur hafidz." terang Abah.
'Lalu apa hubungannya dengan aku? Kan aku masih lulus SMP' pikir Hamzah.
" Pasti kamu berfikir, kenapa kamu dipanggil ya Zah," tebak Abah tak meleset.
" Hehehe iya Bah," jawab Hamzah tetap sopan.
" Jadi Zah, karena mulai tahun ini pondok kita dapet kesempatan emas itu, Abah berencana meluluskan produk unggul untuk menyongsong kesempatan itu." jeda Abah menarik nafas, sepertinya akan banyak yang disampaikan beliau.
" Jadi kenapa kamu dipanggil? Kamu kan lulus Tsanawiyah tahun ini bahkan lulusan terbaik. Abah pengen kamu lanjut Aliyah disini juga, nanti kalo nilai kamu tetep baik, akan Abah ajukan ke Kairo. Tentunya selama tiga tahun kamu akan dibekali ilmu yang mendalam." jelas Abah. Hamzah masih setia mendengarkan dengan menunduk.
" Nah kenapa gak abah ambil lulusan Aliyah tahun ini? Berhubung lulusan terbaik tahun ini perempuan makanya dia udah ada yang lamar, gak mau lanjut pendidikannya. Untuk menghindari hal itu terjadi, Abah persiapkan sejak masuk Aliyah  dan angkatan diatasmu pas agar siap ke Kairo." tambah Abah.
Setelah beberapa saat, akhirnya Hamzah angkat suara," Maaf sebelumnya Bah, kenapa gak santri lain tahun ini saja yang abah ajukan untuk ke Kairo itu Bah?" tanya Hamxah hati-hati.
" Itulah Zah, Abah juga sudah menawarkan kesempatan ini ke para santri, tapi mereka sudah mempunyai tujuannya masing-masing." jawab Abah.
Kairo merupakan impian Hamzah menapaki tempat  bersejarah itu. Apalagi Universitas Al-Azhar mendengar namanya saja sudah menggelegar.Namun, biaya kesana cukup mahal, orang tuanya pasti akan terbebani walaupun selalu berkata tidak apa-apa. Hamzah juga ingin mencari pendidikan diluar pesantren, tetapi lagi-lagi biaya menjadi halangan terbesarnya.
" Gak harus diputuskan sekarang kok Zah," seru Umi sambil tersemyum membuyarkam lamunanku.
" Istikharahlah dulu, Abah tunggu sampai kamu menemukam jawabannya. Abah harap kamu menerima tawaran ini. " lanjut Abah sangat pengertian.
" Baik Bah, terimakasih." balas Hamzah.
" Inget Zah, barangsiapa mengejar akhirat, maka dunia akan mengikuti. Barangsiapa mengejar dunia, maka akhirat akan merugi." pesan Abah.
" Baik Bah, saya pamit dulu Assalamualaikum." pamit Hamzah menyalami Abah Umi.
Hamzah meninggalkan ndalem dengan hal yang mengejutkan dan sangat penting tuk diputuskan.

Haloo teman-teman,
Udah up lagi nihh, gimana? Kurang seru ya, maaf yaa ini cerita pertamaku soalnya wkwkwk.

Insya Allah akan up setiap hari yaa🤗 dengan jam yang tak pasti.

Nanti kalo gak up akan ada info yahh

Happy reading
Barakallah fiikum

Story of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang